Rabu, 23 November 2011

Empat Hal Penting Dalam Menghadapi Krisis di Media Sosial


Setelah berminggu-minggu frustasi akibat sinyal yang buruk dan keluhannya tak  dijawab penyedia layanan ponsel, Adam Brimo, alumni University of New South Wales di bidang teknik perangkat lunak, akhirnya kehilangan kesabaran.

Sementara dia mendatangi pusat layanan pelanggan Vodafone – provider layanan ponsel itu, remaja 23 tahun itu membuat website untuk menyuarakan ketidakpuasannya kepada dunia. Brimo pun segera mendapati bahwa sejatinya bukan hanya dia yang mengeluhkan layanan  Vodafone. Banyak orang yang senasib dengan Brimo dan mereka menyampaikan keluahannya itu melalui website yang dibangun Brimo. 

Setelah sebuah sebuah surat kabar menulis tentang keluhan dengan mengutip artikel dari website yang dibuat Brimo, pada akhir 2010, situs Brimo --  www.vodafail.com -- dengan cepat menarik perhatian massa. Situs yang memungkinkan sesama pelanggan Vodafone untuk mengirim keluhan mereka itu dilongok sekitar 280.000 pengunjung dan lebih dari 850.000 tampilan halaman sejak diluncurkan pada bulan Desember. Semuanya berisi tentang keluhan terhadap Vodafone.

Bagi Vodafone, dalam konteks hubungannya dengan pelanggan, ini benar-benar bencana. Bahkan dia beberapa hari setelah itu, firma hukum Piper Alderman yang berbasis di Sydney yang berhasil mengumpulkan 22 ribu lebih pelanggan yang mengeluhkan soal layanan jaringan Vodafone melakukan gugatan class action.

"Apa yang semula dianggap sebagai suatu masalah sederhana saat saya menelpon dan tidak bisa diselesaikan, telah berubah menjadi gerakan puluhan ribu orang yang bergabung dan mengatakan mereka memiliki masalah juga," kata Brimo. Dia hanya ingin masalah yang terjadi dengan teleponnya diperbaiki. "Namun persoalannya menjadi berkembang cepat, dari hanya problem yang saya hadapi berubah menjadi persoalam yang perbaikan yang harus dilakukan untuk memecahkan masalah setiap banyak orang Ini adalah salah satu fungsi sosial internet."

Setelah mengkompilasi keluhan-keluhan yang muncul di vodafail.com, pada Desember 2010, Brimo bertemu dengan Nigel Dews, chief executive Hutchison Vodafone Australia. Hasilnya, Vodafone merilis pernyataan maaf kepada publik dan menyatakan bahwa mereka akan mengatasi persoalan jaringan seperti yang dikeluhkan oleh Brimo.

Namun persoalannya tidak berhenti disitu. Ini karena Brimo juga menyerahkan laporan yang berisi lebih dari 12.000 keluhan ke the Australian Communications and Media Authority, the Australian Competition and Consumer Commission, dan the Australian Communications Consumer Action Network. Akhirnya pada bulan Februari 2011, Vodafone secara resmi berjanji menganggarkan dana $ 1 miliar untuk mengupgrade jaringan dan dukungan pelanggan.

Media sosial di satu dapat digunakan perusahaan sebagai sarana untuk menyapa dan berinteraksi dengan pelanggannya atau menjadi media informasi atau penyampaian berita secara berantai. Namun tidak sedikit yang melaporkan tentang dampak negatifnya, misalnya kritik, komplain, bahkan tak jarang makian serta suara negatif lain tentang merek.

Lalu bagaimana seharusnya perusahaan bereaksi ketika menghadapi isu atau suara-suara yang mungkin memalukan seperti yang dialami Vodafone tadi? Berdasarkan pengalaman Vodafone tersebut, Business Spectator memberikan beberapa saran. 

1. Cobalah untuk mendengarkan. Anda tidak dapat mengatasi masalah yang dihadapi pelanggan atau beberapa pelanggan jika Anda tidak memahami apa yang sebenarnya terjadi.

2. Kecepatan adalah penting. Paul Patterson, seorang profesor pemasaran di the Australian School of Business,  mengatakan bahwa dengan adanya internet, perusahaan perlu bergerak lebih cepat untuk menghentikan api kecil sebelum berkobar.

3. Minta maaf dan memperbaiki masalah.

4. Tidak meningkatkan harapan pelanggan bila harapan tersebut tidak dapat dipenuhi. Pastikan perusahaan Anda mampu secara efektif memberi solusi untuk memperbaiki masalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar