Selasa, 04 Agustus 2015

Kenapa Gagal di Era Big Data?


Suatu saat Galileo berkata,  bahwa semua kebenaran mudah dipahami setelah mereka ditemukan. Dalam bisnis, pemasar yang piawai adalah mereka yang mampu memahami pelanggan. Mereka menggabungkan seni dan ilmu untuk menemukan apa yang diinginkan orang  dan menawarkannya kepada mereka. Selanjutnya, produk yang tepat, dikombinasikan dengan pesan yang tepat, dapat menghasilkan suatu keajaiban. Inilah yang kemudian dapat mengubah perusahaan yang pada awalnya biasa-biasa saja menjadi pemimpin pasar yang dominan.

Namun, seperti yang dijelaskan Lisa Arthur dalam bab-bab di buku Big Data Marketing: Engage Your Customers More Effectively ini, perubahan dalam pemasaran sangat dramatis. Dalam waktu kurang dari dekade, pemasaran meninggalkan citra bagus dan frase menarik untuk menangkap, mengintegrasikan, dan menganalisis berbagai jenis data. Banyak pemasar dan manajer -- di luar fungsi yang berhubungan dengan pemasar - tidak cukup siap untuk transformasi ini. Setiap hari aset pemasaran perusahaan menjadi semakin digital. Setiap hari, informasi lebih lanjut tentang preferensi dan perilaku pelanggan menjadi tersedia. Setiap hari pula peluang menjalankan pemasaran dengan berbasis pada data makin terbuka.

Secara keseluruhan, premis Arthur adalah bahwa pemasaran di banyak perusahaan terjebak dalam zaman kegelapan dan bahwa kebangkitan telah tiba dalam bentuk Big Data. Melalui penggunaan basis data besar, pemasaran di perusahaan-perusahaan terkemuka dapat membuat pencerahan dan menghasilkan nilai yang lebih besar.

Buku ini berguna bagi manajer tidak hanya dalam pemasaran. Manajer dari disiplin lain yang berusaha mencari pemahaman tentang bagaimana pemasar melihat data dan mengapa departemen pemasaran bertindak serta beroperasi dengan cara yang mereka lakukan juga terbantu. Arthur tidak menyalahkan pemasar ketika menggambarkan tantangan utama pemasaran, termasuk risiko kegagalan hingga berkolaborasi, ketidakmampuan untuk menunjukkan laba atas investasi, kurangnya keselarasan dengan fungsi teknologi, dan ketidaksukaan kebanyakan pemasar pada strategi yang didasarkan pada data besar (big data).

Data besar adalah banjir informasi sekuat tsunami, tapi dapat dikendalikan. Dengan cara yang positif, data besar memberikan wawasan bisnis dan nilai yang kita jalankan.  Dengan kalimat lain, data besar merupakan kumpulan data yang berasal dari sumber-sumber tradisional dan digital di dalam dan di luar perusahaan Anda yang merupakan sumber untuk penemuan dan analisis yang sedang berlangsung.   

Secara historis, ketika melakukan aktivitas, pemasar menggunakan insting. Seiring dengan makin banyak diantara mereka yang memiliki peluang dan menerkamnya. Selama bertahun-tahun, angka-angka yang dihasilkan dari penelitian kuantitatif dan analisis kelompok diskusi (FGD) secara pelahan berperan dalam pengambilan keputusan  menjadi alat dasar perdagangan. Pergeseran besar berikutnya adalah makin berkembangnya otomatisasi dan perkembangan ini membutuhkan tidak hanya keterampilan baru, tetapi perspektif baru yang kemudian berkembang menjadi jembatan ke sesuatu yang lebih sulit.  

Sangat sedikit merek bisa menikmati kesuksesan seperti Marlboro. Merek ini menjadi ikon pemasaran selama beberapa generasi. Namun demikian, tidaklah mudah untuk meraih kesuksesan itu. Butuh perjuangan yang luar biasa. Bagaimana bisa, sebagai rokok berfilter, Marlboro dianggap sebagai rokok ringan yang cocok untuk perempuan. Namun demikian,  penjualannya ternyata lamban.

Beruntunglah, ketika sebagian orang melihat hal itu sebagai suatu kegagalan, namun Leo Burnett melihat kesempatan. Dia melihat bahwa keperihatinan orang terhadap kesehatan membuat rokok filter populer di kalangan laki-laki. Di sisi lain, Burnett juga melihat bahwa konsumen yang masih kecil saat itu merupakan peluang bagi Marlboro untuk reposisi secara radikal. Dengan pemahaman itu, Marlboro Man lahir.

Leo Burnett menghadirkan Marlboro dengan citra paling maskulin bahwa siapa pun bisa bagai menganggap dirinya sebagai koboi. Dengan menampilkan alam peternakan dalam iklannya, Burnett mencirtakan Marlboro sebagai produk laki-laki kasar, bertengger di atas kuda, dan sedikit waktu yang tersedia untuk istirahat dari hari yang panjang di peternakan mereka. "Welcome to Marlboro Country." 

Arthur menguji beberapa kesulitan utama dalam mengembangkan strategi berbasiskan data untuk pemasaran dan mengusulkan solusinya masing-masing. Salah satu bidang utama yang dibahas adalah 'data hairball', suatu  ekspresi emotif yang diakibatkan oleh kekacauan kusut data yang ditemukan dalam banyak perusahaan, mulai dari data yang tidak lengkap, digandakan dan sering kali salah. Arthur menghubungkan ini dengan pengalaman pelanggan dan menggunakannya sebagai platform untuk menggambarkan ketidakefektifan metode pengumpulan data lama dan perlunya reformasi.

Kondisi itu harus diperbaiki dengan melakukan reformasi melalui penciptaan seperangkat tanggung jawab baru dan relationship bagi CMO, termasuk membangun hubungan kerja yang lebih efektif dengan CIO, serta mengembangkan Chief Marketing Technologist dan peran petugas Kepala Digital. Setelah menciptakan portofolio modal manusia Arthur mengusulkan serangkaian strategi: Interaksi Pelanggan; Analytics; Data; organisasi; dan Teknologi yang perlu dikombinasikan untuk menciptakan fungsi pemasaran yang efektif di era Big Data.

Big data adalah kesempatan mengubah permainan terbesar untuk pemasaran dan penjualan sejak Internet masuk hampir 20 tahun yang lalu. Banyak eksekutif menemukan diri mereka kini harus berhadapan dengan sejumlah besar data dan kompleksitas organisasi, dengan cepat mengubah perilaku pelanggan, dan makin meningkatpeningkatan tekanan kompetitif.

Beberapa perusahaan yang berhasil menggunakan data besar dan analisis secara efektif menunjukkan bahwa tingkat produktivitas dan profitabilitas mereka 5-6 persen lebih tinggi daripada rekan-rekan mereka. Perusahaan-perusahaan yang sukses bukanlah orang yang memiliki data yang paling banyak, tetapi orang-orang yang menggunakannya dengan cara terbaik.

Saat ini seakan ada adegium bahwa perusahaan itu data dan pemasaran itu data. Di sisi lain, belakangan muncul big data. Sehingga, seakan-seakan semua adalah data. Jika Anda seorang pemimpin bisnis, Anda sekarang dikelilingi oleh data, dan saya yakin Anda menyadari ada nilai bersembunyi di dalamnya.  Di dalam data tersembunyi sejumlah peluang. Setidaknya Anda dapat mengubah data menjadi pendapatan.

Dalam konteks ini mulai dari pemasaran. Arthur lalu mengajukan lima langkah agar data bekerja.  Langkah Pertama: Cermat dalam berstrategi. Pemasaran, penjualan, IT dan seluruh direksi harus  menyelaraskan balik strategi bersama. Strategi ini harus mengikat kembali ke tujuan bisnis inti, dan itu harus komprehensif agar masing-masing bidang: interaksi pelanggan, analisis, data, perubahan organisasi dan teknologi.

Langkah kedua: Buanglah Silo-silo. Survei yang dilakukan Arthur terhadap lebih dari 2.200 pemasar menemukan bahwa sebagian besar percaya silo - baik internal maupun eksternal di lingkungan pemasaran -- mencegah mereka secara efektif melaksanakan kampanye. Prediksi Gartner, CMO akan segera membelanjakan lebih banyak pada teknologi daripada CIO. Rekan mereka yang berkerja di lingkungan IT khawatir, pemasaran akan mendorong inisiatif teknologi dalam ruang hampa.

Langkah ketiga: Perbaiki Hairball Data. Hairball merupakan gambaran tumpukan rumit dari interaksi, aplikasi, data dan proses yang terakumulasi ketika perusahaan tidak siap untuk menangani informasi dari berbagai sumber. Penelitian Arthur menunjukkan bahwa hanya 18%  pemasar memiliki pandangan holistik pelanggan mereka. Pemasar perlu bekerja di seluruh departemen perusahaan dengan menggunakan proyek percontohan skala kecil untuk melepaskan simpul, helai demi helai yang membelunggu silo-silo tadi.

Langkah keempat: Membuat Metrik Mantra. Pada tahun 2013 pemasaran masih berjuang untuk membuktikan nilainya. Mengapa? Karena beberapa CMO tahu cara mengendalikan dan mengukur ROI. Untuk memulai, pemasar harus menentukan metrik yang terbaik yang menunjukkan bagaimana upaya mereka berkontribusi pada bisnis. Kemudian, mereka harus berbagi hasil dengan C-Suite untuk meningkatkan transparansi dan memvalidasi nilai pemasaran.

Langkah Lima: Proses itu Hitam Baru. Sebagian besar pemimpin bisnis tidak berpikir proses sebagai seksi. Namun, ketika proses memberikan paparan tentang  keunggulan kompetitif atau mengangkat brand relevansi, mereka akan bilang itu sangat seksi. Pendekatan Ad hoc tidak lagi bekerja. Hari ini, pemasaran harus gesit, sampai ke pasar lebih cepat dan lebih efektif. Marketer sukses menyederhanakan, mengotomatisasi dan merevolusi proses untuk meningkatkan kinerja, meningkatkan pengalaman pelanggan dan meningkatkan penjualan.

Buku ini menawarkan mekanisme praktis di mana mereka secara pribadi dapat beradaptasi, bertahan transformasi dan tumbuh. Gaya tulisannya yang sangat informal ditampilkan penulisnya dengan banyak menggunakan kata ganti “saya” sehingga membaca buku ini seakan ngobrol dengan penulisnya di lounge eksekutif bandara. Struktur buku ini dibagi dalam beberapa bab-bab kecil, ditutup dengan definisi dan bagian "lakukan dan jangan dilakukan." Hal ini sangat membantu manajer sibuk yang membacanya di pesawat maupun di komuter line cepat mendapatkan dan mencerna topik yang dibahas di buku tersebut.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar