Rabu, 05 Agustus 2015

Minta Maaf? Memang Penting?



Bekas perdana menteri Australia, Julia Gillard, meminta maaf secara pribadi kepada senator indeenden dari Australia Selatan, Nick Xenophon, karena menulis salah tentang Xenophon dalam otobiografi Gillard, My Story. Permintaan maaf dari mantan perdana menteri muncul dalam iklan berbayar di koran The Australian, 6 Agustus 2015.

Gillard mengakui alam menulis tentang Xenophon pada halaman 320 dari edisi pertama bukunya yang mengklaim Xenophon pernah dikeluarkan dari universitas. "Saya menarik kembali tuduhan itu, dan (mengakui) bahwa tuduhan itu palsu. Dengan tulus saya meminta maaf kepada Nick Xenophon atas segala kerusakan, malu dan penderitaan yang disebabkan (tuduhan) itu," kata Gillard. Senator Xenophon kepada The semalam Australia bahwa ia menyambut permintaan maaf.

Dalam beberapa literature, permintaan maaf dapat menciptakan kondisi perubahan yang konstruktif.  Meminta maaf dengan mengakui kesalahan – baik untuk rekan kerja, karyawan, pelanggan, klien, masyarakat luas - cenderung bisa mengembalikan kredibilitas dan mendaatkan kembali kepercayaan yang sempat “hilang” dari seseorang. David Neeleman, CEO JetBlue, menulis surat permintaan maaf kepada orang-orang yang sempat “menderita” akibat penundaan jadwal penerbangan selama malapetaka badai musim dingin pada 2006 lalu.

Bila dikemas dengan baik, permintaan maaf dapat meningkatkan reputasi. Pada saat yang sama, juga dapat membangun kepercayaan, kepuasan, dan loyalitas pelanggan. Dari perspektif ini, seseorang pada dasarnya tidak seyogyanya berusaha mengabaikan kegagalan dan menghindari permintaan maaf.
Namun, itu bukan berarti bahwa meminta maaf itu mudah. Sebab dalam budaya bisnis Barat, mengakui kesalahan itu hal yang lumrah.

Permintaan maaf dapat berharga karena melakukan, mengenali, dan mengakui kesalahan bisa berfungsi sebagai alat pembelajaran yang diperlukan. Paul Schoemaker, co-penulis artikel pada Juni 2006 menulis di Harvard Business Review, " The Wisdom of Deliberate Mistakes," berpendapat bahwa terlalu fokus pada hasil - bukan pada proses – dan jika bisnis dan orang-orang yang tidak melakukan kesalahan tertentu – maka mereka itu cenderung bermain ada zone yang terlalu aman." Padahal, untuk bisa maju, orang terkadang perlu berani mengambil risiko, termasuk risiko kesalahan.

Namun demikian, bagaimanapun, permintaan maaf mungkin tidak selalu mendatangkan konsekuensi yang diinginkan. Beberapa waktu lalu, seperti ditulis Stamato di Ivey Business Journal Online (Jul/Aug 2008) perusahaan Hong Kong memroduksi dan memasarkan jutaan manik-manik mainan beracun di China daratan. Di kepala mainan diketemukan kandungan bahan lem yang jika tertelan bisa menyebabkan penyakit serius. Sekitar 14 anak-anak menjadi sakit dan beberapa diantaranya sempat  koma. Chairman JSSY Ltd, produsen itu, lalu mengatakan : "Kami mohon maaf kepada semua anak-anak yang tidak sengaja memakan manik-manik itu. Juga keada orang tua mereka dan konsumen di luar negeri. Kami mohon maaf atas semua efek negatif yang disebabkan oleh kejadian ini kepada produsen China. Kami mohon maaf atas damak negatif (yang dialami) 'Made in China'."

Pernyataan ini mungkin tidak meyakinkan seperti yang dipikirkan pengamat Barat, tapi lebih pada sekadar unggah-ungguh. Di China, permintaan maaf adalah sesuatu hal yang kompleks. Permintaan maaf diangga sebagai tindakan berat dan jarang ditawarkan atau diterima. Kalau pun dilakukan, itu harus disampaikan dalam cara yang tepat, dengan gravitasi yang sesuai. Permintaan maaf memerlukan pengorbanan yang besar pada “muka” mereka, di sisi lain “muka” bukanlah sesuatu mudah ditawarkan..

Para ahli China melihat bahwa kecenderungan orang Barat untuk meminta maaf tumbuh dari tradisi Yahudi-Kristen, di mana pengakuan sederhana saja akan membawa ada pengampunan. Sebaliknya, permintaan maaf di Cina melibatkan kegiatan yang jauh lebih formal dan traumatis.

Tidaklah mengherankan kemudian untuk melihat kejadian ketika Mattel Inc menyalahkan produsen di China saat menarik kembali lebih dari 20 juta mainan yang dibuat di sana pada akhir tahun 2007. Penarikan kembali itu dilakukan termasuk pada produk asesori boneka Barbie dan mobil-mobilan karena kekhawatiran tentang cat dan magnet yang digunakan, dengan mengatakan bahwa vendor tertentu di China atau sub-kontraktor mereka melanggar aturan Mattel.

Mattel menuduh vendor tidak menggunakan bahan cat yang aman atau untuk tidak melakukan tes pada cat sebelum digunakan. Dituduh seperti itu, perusahaan China tersebut marah. Akibatnya, Mattel menarik kembali pernyataan dan mengirim salah satu pimpinannya ke China untuk mencoba menyelamatkan muka, mengakui kesalahannya dan menarik pernyataan tersebut.

Executive vice president Mattel untuk operasi global, Thomas A. Debrowski, di depan umum, menyatakan kepada Li Changjang, kepala keamanan produk China :
"Mattel bertanggung jawab penuh atas penarikan kembali tersebut dan meminta maaf secara pribadi kepada Anda, orang-orang China, dan semua pelanggan kami yang menerima mainan tersebut... sebagian besar produk yang ditarik kembali itu adalah hasil dari cacat desain dalam desain Mattel, tidak dari cacat pembuatan (manufaktur) di produsen China. "

Li menjawab permintaan dengan mencela Mattel soal kontrol keamanan yang lemah dan mengingatkan Debrowski, "... Sebagian besar keuntungan tahunan Anda ... berasal dari pabrik-pabrik di China ... Saya benar-benar berharap bahwa Mattel bisa belajar dan mendapatkan pengalaman dari insiden ini ... Mattel harus meningkatkan langkah-langkah pengendalian mereka."

Mengingat betapa besarnya investasi Mattel di China dan meningkatnya jangkauan global yang lebih besar, dan sedikit adanya penolakan atas permintaan maaf, Mattel memilih untuk tidak merespon balik. Bisa jadi ini dilakukan Mattel untuk alasan strategis.

Lalu bagaimana cara meminta maaf sehingga tidak menimbulkan reaksi balik? Beberapa penulis menawarkan panduan untuk permintaan maaf.  Jay Rayner dalam novelnya, Eating Crow, manawarkan cara meminta maaf, pertama, jangan pernah meminta maaf untuk apa pun yang tidak Anda sesali. Kedua, jangan pernah meminta maaf untuk apa pun yang bukan tanggung jawab atau Anda merasa tidak bertanggung jawab. Ketiga, hanya meminta maaf kepada orang-orang yang telah menderita atau ahli waris mereka yang sah. Keempat, jangan pernah menghubungkan kata-kata permintaan maaf dengan bentuk, skala atau bentuk penyelesaian apapun yang mungkin mengikutinya, dan kelima, jangan pernah menyalahkan orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar