Sabtu, 20 Agustus 2016

Dulu Lokasi...Lokasi...Lokasi, Tapi Kini Justru Jadi Beban Bagi Pengecer


Selama bertahun-tahun, di bisnis retail – juga resto dan bisnis lainnya -- melekat anggapan bahwa lokasi toko merupakan satu factor paling penting. Namun sekarang, ketika teknologi mobile jauh berkembang paradigma itu mulai diragukan. Saat ini, dengan teknologi mobile dan internet, orang bisa bertransaksi dimana saja tanpa ada batasan wilayah. Lokasi kini bukan lagi menjadi suatu kewajiban bagi pembeli untuk mendapatkan kebutuhannya.
Pergeseran di teknologi digital inimemang mempengaruhi setiap industry. Namun sampai beberapa waktu lalu, pergeseran ini masih belum dirasakan benar dampaknya oleh industry rtel. Orang masih beli atau mendapatkan kebutuhannya di toko fisik. Namun belakangan inovasi dan ekspansi Google, Facebook, Amazon dan Alibaba dirasakan telah memberikan kesejahteraan bagi setiap konsumen di setiap bagian dari rantai pasokan ritel. Hasilnya: Tidak ada perusahaan yang tidak ditinggalkan tanpa cedera - termasuk Wal-Mart sekalipun.
Februari 2016, CEO Sears Edward Lampert bersurat kepada pemegang saham. Ini suratnya memaparkan terjadinya gelombang perubahan dalam lingkungan bisnis eceran yang kini makin kompetitif.  "Tahun 2015 terbukti menjadi tahun perubahan sebagai dampak [digital]... Dampaknya telah menyebar lebih luas ke pengecer yang sebelumnya terbukti relatif kebal terhadap pergeseran tersebut, " tulis Lampert yang juga CEO Sears dan Kmart itu. "Walmart, Nordstrom, Macy, Staples, Whole Foods dan banyak lainnya telah merasakan dampak dari perubahan kompetisi dengan masuknya pemain disruptive baru baik secara online dengan model bisnis baru."
Menurut The Wall Street Journal, pada musim liburan akhir tahun lalu, penjualan pengecer turun drastic dibandingkan dengan liburan yang sama pada tahun sebeleumnya. Penjualan Sears dan Gap turun 7%, dan Macy’s turun 4,3%. Sementara itu, toko-toko Wal-Mart di AS hanya menikmati kenaikan penjualan sebesar 0,6% yang berarti bisa disebur stagnan bila dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara Kohl hanya naik sebesar 0,4%. Selama semester pertama tahunini, penjualan terus stagnan. Pada Juli lalu, penjualan ritel AS, menurut Departemen Perdagangan AS, mendatar. Hanya penjualan mobil dan e-commerce yang naik masing-masing 1,1% dan 1,3%. Lainnya naik paling tinggi 0,3% atau negatif.
Lampert mengakui bahwa sejauh ini, tanggapan terhadap pesaing digital ini bervariasi. Namun demikian, menurut Lampert, polanya bisa dideteksi dengan makin maraknya merger (Office Depot - Office Max -  Staples, Walgreens - Rite Aid), usaha patungan (CVS- Pharmacy), keluar dari pasar atau tutup (Target Kanada, dan Tesco’s Fresh and Easy), divestasi perusahaan (Safeway , Saks), kebangkrutan (RadioShack, Wet Seal, American Apparel, Sports Authority), pengaturan sewa beli yang unik (Finish Line-Macy, Best Buy-Macy, Sephora-JC Penney) dan spin-off aset (Toko Sears).
Masing-masing strategi tersebut seakan mengumumkan kepada public bahwa mereka kini telah berupaya keras mengurangi dampak dari gelombang pasang platform digital dan jaringan virtual yang terjadi belakangan ini. Bisa jadi strategi tersebut berjalan, namun yang pasti sampai sekarag masih belum menunjukkan hasilnya. Ini karena pada dasarnya tsunami digital tidak akan bisa diatasi dengan taktik 'fisik saja'. Strategi fisik dan keuangan hanya sekadar kegiatan 'menempel dan merajut' sekaligus mencerminkan semangat tradisional (non-e-commerce) untuk memacu pertumbuhan penjualan di bisnis eceran.
Dalam suratnya, Lampert juga mengakui sulitnya bersaing dengan perusahaan digital disruptive itu. Perusahaan ini, menurut Lampert, menciptakan model bisnis baru atau beradaptasi dengan yang lama untuk menyesuaikan diri dengan perubahan mendasar dalam teknologi, lanskap kompetitif, kebijakan pemerintah dan peraturan, atau tren makro yang berfokus pada layanan pelanggan mereka dengan cara baru. Beberapa orang mungkin telah mendengar tentang Uber lima tahun yang lalu dan memandangnya dengan sebelah mata. Sekarang Uber sekan telah masuk ke dalam dan seakan menjadi bagian dari setiap rumah tangga.
Seperti yang telah dilaporkan, perusahaan inibaru saja menaikkan modalnya menjadi  $ 10 miliar karena mulai beroperasi pada valuasi yang semakin tinggi, yang dalam beberapa kasus itu bisa bernilai lebih dari $ 50 miliar.  Dalam sebuah lingkungan di mana perusahaan baru seperti Uber dapat meningkatkan modal yang hampir tak terbatas, implikasinya bagi perusahaan yang lebih tua harus ditangani dengan standar yang sangat berbeda manakala masuknya bisnis baru itu mengganggu profitabilitas perusahaan dan regulasi.
Lampert juga mengatakan bahwa alokasi modal yang mengutamakan aset fisik seperti toko kini berpotensi menjadi sebuah halangan utama bagi pertumbuhan dan nilai bisnia. Dalam kasus Sears,  modal telah difokuskan untuk pembanguan toko fisik. Kini langkah tersebut diakuinya sebagai kesalahan karena dengan membangun toko fisik, Sears justru kehilangan proposisi, menjadi sumber keterbatasan  dan menghambat perekrutan tim terbaik dengan keterampilan digital yang saat ini justru sangat dibutuhkan. Sebaliknya, Amazon dan bisnis versi web lainnyanya tumbuh lebih cepat, dengan aset fisik jauh lebih sedikit, karena pelanggan kini lebih senang berbelanja melalui website, smartphone dan tablet.

Wal-Mart, jaringan retail terbesar dan salah satu jaringan ritel paling sukses, mulai mengurangi toko fisiknya di seluruh dunia sebagai upaya menyeimbangkan investasi dari fisik ke arah digital. Pembelian terbaru perusahaan Jet.com senilai lebih dari $ 3 miliar merupakan bukti adanya keinginan untuk menyeimbangkan pengeluaran untuk memastikan keberhasilan jangka panjang mereka. Semua itu merupakan isyarat jelas bahwa Wal-Mart sekarang mengakui kebutuhan dari bantuan dari luar untuk menjamin poros model bisnis, setting panggung (kolaborasi) yang memberi kesempatan bagi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Sekadar informasi, tahun lalu, Walmart hanya 3% penjualannya yang dari e-commerce ($ 14 miliar dari $ 482 miliar).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar