Sabtu, 16 September 2017

Public Relations dan Perang Saudara


Ketika sebuah perusahaan yang bergerak di bisnis buah-buahan, antara lain pisang, the United Fruit Company, baru masuk di Macondo, sebuah kota hutan di dekat utara (Karibia) pantai Kolombia, 80 km sebelah selatan dari Santa Marta, awalnya memang membawa modernisasi. Namun beberapa waktu kemudian berubah menjadi “bencana.”

Dalam novelnya yang berjudul One Hundred Years of Solitude, Gabriel García Márquez menulis, perusahaan itu telah "mengubah pola hujan, mempercepat siklus panen dan memindahkan sungai."  Perusahaan itu mengimpor “dictator” dan "pembunuh bayaran yang dengan parang” menjalankan roda pemerintahan dan kehidupan kota. Mereka juga tak segan-segan melepaskan ribuan peluru pada pekerja yang melakukan protes. Ketika perusahaan pisang itu pergi, Macondo runtuh.

Lebih dari seratus tahun – sejak 1821 -- Guatemala diperintah oleh diktator sayap kanan kaki tangan penjajah Spanyol. Negara itu baru memperoleh kemerdekaannya tahun 1944. Ada periode singkat melakukan reformasi dan tertatih. Betapa tidak, sebagian besar kelas penguasa yang telah bercokol selama lebih dari 120 tahun, telah melembagakan kebijakan yang melayani kepentingan kaum aristokrat tuan tanah.

Pertengahan abad ke-20, 2,2 persen penduduk Guatemala menguasai lebih dari 70 persen dari tanah. Sebagian besar rakyat Guatemala tidak memiliki yang cukup untuk bertahan hidup. Struktur ekonomi feodal telah memberi peluang bagi tuan tanah untuk memaksimalkan keuntungan mereka. Salah satu pemilik tanah yang diuntungkan dari struktur ekonomi itu adalah United Fruit Company, sebuah perusahaan multinasional yang pada 1950-an memiliki sekitar 550.000 hektare lahan di Guatemala.

United Fruit berubah menjadi Chiquita Brands International, menjadi majikan besar, tuan tanah, dan eksportir pisang terbesar di Guatemala selama hampir setengah abad. Selain perkebunan pisang yang besar, perusahaan menguasai hampir semua jalur rel di Guatemala, satu-satunya pelabuhan di pantai Atlantik, dan armada yang memiliki lima puluh dua kargo yang mengangkut pisang ke Amerika Serikat, Kanada, dan Eropa.

Sebagian besar sejarahnya, perusahaan memanfaatkan hubungan dekatnya dengan berbagai orang kuat Guatemala untuk bernegosiasi yang memungkinkan United Fruit beroperasi secara menguntungkan. Pada tahun 1936, misalnya, United Fruit menegosiasikan kontrak sembilan puluh sembilan tahun dengan Guatemala yang membebaskan perusahaan dari pajak internal dan jaminan bahwa pekerja akan dibayar dengan upah rendah.

Pada tahun 1941, perusahaan tersebut menyewa seorang konsultan baru, keponakan Sigmund Freud, Edward Bernays, yang berhasil mengadaptasikan disiplin psikoanalisis yang dipelopori Freud, dalam konteks public relations. Bernays dikenal sebagai "bapak kehumasan" menyusul bukunya yang terbut pada 1928, Propaganda. Di buku tersebut dia mengatakan bahwa adalah demi kebebasan dan demokrasi, tugas masyarakat minoritas yang  cerdas memanipulasi “pikiran kelompok" yang tidak berpikir.

United Fruits sangat peduli dengan citranya. Di Amerika Tengah, UF dikenal sebagai el pulpo (gurita) – yang tentakelnya ada dimana-mana. Akan tetapi di AS, United Fruit dipandang sebagai perusahaan bermasalah. Di bawah bimbingan Bernays, perusahaan tersebut mulai mengeluarkan berbagai  informasi ke media tentang apa saja yang dilakukannya, dan merebranding wilayah tersebut sebagai "Amerika Tengah".

Kondisi Itu mulai berubah pada Juni 1944. Ketika itu serangkaian demonstrasi jalanan tanpa kekerasan oleh guru dan siswa menyebabkan pengunduran diri Jenderal Jorge Ubico, seorang diktator yang telah memerintah negara itu selama hampir tiga belas tahun. Pemerintahan Ubico digantikan oleh orang kuat militer lainnya, Jenderal Federico Ponce. Namun empat bulan kemudian Ponce dijatuhkan oleh kudeta militer yang dipimpin dua orang perwira -Mayor Angkatan Darat Francisco Arana dan Kapten Jacobo Arbenz. Dikenal sebagai Revolusi Oktober, kudeta 1944 itu menempatkan tiga orang pemerintahan sementara, dan menetapkan konstitusi baru yang membawa reformasi ekonomi dan politik bangsa, termasuk pemilihan umum demokratis pertama di negara itu.

Awal tahun 1950an, The United Fruit Company menghadapi persoalan pengambilalihan properti tidak terolah yang sangat luas di Guatemala oleh pemerintahan baru Arbenz. Oleh pemerintah, lahan itu akan didistribusikan lagi kepada para petani yang tidak memiliki lahan. The United Fruit Company menolak kompensasi yang ditawarkan pemerintah atas lahan yang tidak terolah tadi yang didasarkan pada nilai lahan untuk pajak. The United Fruit Company menolak karena kompensasi itu tidak memadai. 

Untuk mengatasi persoalan itu, dalam bukunya An American Company, Thomas P. McCann (1976), bekas vice president public relations the United Fruit Company, dibantu Bernays, perusahaan tersebut menyebarkan isu bahwa gerakan itu terinspirasi oleh komunis. Bernays menghubungi kontak-kontaknya di surat kabar yang mungkin bisa menerima pandangan perusahaan. Bernays membangun dan menanamkan cerita di surat kabar dan majalah utama mengenai "pengaruh komunisme Guatemala yang terus berkembang," mendorong The New York Times untuk menunjuk wartawan yang bersimpati pada tujuannya, dan bahkan berhasil mendapatkan liputan dalam jurnal liberal seperti The Nation.

Pada tahun 1952, Bernays membawa sekelompok jurnalis itu ke Guatemala dengan biaya Chiquita untuk "mengumpulkan informasi," namun segala sesuatu yang dilihat dan didengar oleh audiens (wartawan tadi) dipentaskan dan diatur secara hati-hati oleh tuan rumah mereka.
Dalam bukunya itu, McCann menulis tentang bagaimana perusahaan itu mengatur perjalanan wartawan dengan label misi "pencarian fakta" ke Guetamala untuk menggiring para jurnalis Amerika Serikat. Mereka ditunjukkan “demonstrasi orang komunis” yang sengaja dirancang dan dipertontonkan saat kedatangan para jurnalis itu. Mereka juga merancang agar bagaimana caranya publik Amerika di”spin” sehingga menimpakan kesalahannya ke pemerintahan Guetamala. Wartawan-wartawan diskenario mengejar cerita palsu tentang tembakan dan bom.

Guatemala ditulis wartawan sebagai tempat yang dicekam oleh “teror komunis." Departemen Luar Negeri AS juga diyakinkan akan adanya ancaman komunis. Kebetulan Menteri Luar AS saat itu, John Foster Dulles pernah menjadi pengacara pada sebuah perusahaan lawfirm di New York, Sullivan and Cromwell, yang mewakili kepentingan hukum the United Fruit Company di Amerika Tengah. Saudara laki-lakinya, Allen adalah Direktur CIA.

Ketika artikel yang mendukung klaim Chiquita akan dicetak, Bernays menawarkan bantuan untuk mendistribusikan ulang artikel tersebut ke pejabat tinggi pemerintah dan penulis lainnya. Bernays juga membantu seorang anggota Kongres yang mencetak ulang artikel tersebut dalam catatan Kongres. Bernays juga mendirikan jaringan "agen intelijen" untuk "melakukan survei intelijen pribadi" mengenai "situasi politik dan ideologis" di Guatemala, dan memberikan laporan dari agen-agen palsu ini kepada pers dengan menyebutnya berasal dari "sumber otoritatif" atau "pejabat intelijen yang tidak disebutkan namanya." Sepanjang konflik, Bernays tetap menjadi sumber informasi penting bagi media. Saat invasi dimulai, dia memberi tahu sebagian besar “informasi kelas satu” tersebut kepada media berita utama di AS.

Pemerintahan resmi Guetamala kemudian digulingkan oleh invasi CIA yang menggunakan fasilitas United Fruit Company sebagai basis operasinya. Guetamala kemudian menderita karena perang saudara paling lama dan paling sengit di Amerika Tengah, sebagai akibat dari adanya tekanan yang dilakukan oleh oligarki (sekelompok orang yang berkuasa dalam suatu negara) sayap kanan yang konservatif dan konsentrasi kekayaan yang kaku (Gruson, 1990). Lebih dari 100 ribu orang meninggal akibat perang saudara yang berlangsung selama lebih dari 40 tahun itu.   
       
Senin, 3 Februari 1975, seorang pria melemparkan dirinya dari jendela kantornya, di lantai 44 di atas Park Avenue, New York. Dia menggunakan tasnya untuk menghancurkan kaca jendela, dan kemudian membuangnya sebelum dia melompat, mengeluarkan kertas bertebaran blok di sekitar. Kaca jatuh ke jalan di tengah arus lalu lintas yang padat, tapi luar biasa tidak ada orang lain yang terluka. Tubuhnya mendarat jauh dari jalan, dekat kantor pos. Para tukang pos membantu petugas darurat membersihkan kekacauan sehingga bisnis sehari-hari bisa berlanjut. Pelompat itu segera diidentifikasi sebagai Eli Black, chief executive United Fruit Company, yang telah menghasilkan keuntungan besar sejak akhir abad ke-19.

Dunia baru saat ini mungkin jauh dari situasi saat awal berkembangnya profesi PR. Hari-hari optimistis seperti di era Bernays, Dan Edelman dan Harold Burson bila tetap menjalankan praktek seperti yan diceritakan di atas bisa jadi makin surut. PR memang dianggap memiliki kemampuan untuk men"spin" cerita untuk klien mereka. Pemikir PR dan blogger top Gini Dietrich dalam buku Spin Sucks mengajarkan tentang bagaimana berkomunikasi dengan jujur, bertanggung jawab, terbuka, dan otentik serta benar-benar mendapatkan kepercayaan pelanggan, stakeholder, investor, dan masyarakat. Menurut Dietrich, "spin" menyiratkan ketidakbenaran. Di luar implikasi moral, berbohong adalah bisnis yang buruk.

Transparansi adalah suatu keharusan. Spin sudah mati. Etika, nilai-nilai dan perilaku dan bukan pernyataan misi, menyediakan kerangka kerja bagi komunikasi masa depan. Lembaga kini dituntut untuk menunjukkan kepemimpinan melalui tindakan bukan kata-kata. Persoalannya adalah PR masih terlalu sibuk berbicara, tidak bertindak, dan konsultan PR sering memberi saran kepada klien untuk melakukan hal yang sama. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar