Jumat, 22 September 2017

Transactional Journalism



Pagi tanggal 15 Juli 2009, Marc Ambinder, editor politik The Atlantic, mengirimi Philippe Reines, juru bicara Hillary Clinton yang sangat agresif, sebuah email kosong dengan judul subjek, "Apakah Anda memiliki salinan pidato HRC (singkatan nama Hillary) untuk dibagikan?" 

Konteks pertanyaan dalam email ini  menyangkut sebuah pidato yang direncanakan Clinton untuk disampaikan pada hari itu di depan the Council on Foreign Relations, sebuah kelompok pemikir masalah kebijakan luar negeri yang berpengaruh, di Washington. Tiga menit setelah email awal Ambinder, Reines membalas dengan tiga kata: "Ada dua kondisi." Setelah Ambinder menanggapinya dengan "oke," Reines mengiriminya daftar kondisi tersebut.

September tahun lalu, JK Troter, dari Gawker.com, mengungkap serangkaian email yang menunjukkan bagaimana  Ambinder mengizinkan Reines untuk mendikte pilihan kata dan membingkai sebuah cerita tentang sebuah pidato kebijakan Juli 2009 yang disampaikan oleh Hillary Clinton tersebut. Sebagai imbalannya, Reines memberi Ambinder, sekarang menjadi editor pada The Week, sebagai pihak yang pertama yang membaca konsep pidato yang disiapkan Hillary Clinton sehingga dia bisa menulis review lebih awal tentang pidato tersebut, sementara warawan lainnya harus menunggu usai isi pidato itu disampaikan Hillary Clinton.

Para penggiat jurnalistik menyebut praktik yang dilakukan Ambinder dan Reines itu sebagai jurnalistik transaksional, sebuah frasa yang mengacu pada hubungan bersahabat dan saling menguntungkan yang telah dikembangkan antara reporter dan orang-orang yang mereka laporkan. 

Para penggiat mengkritik praktik tersebut karena pada saat itulah hubungan bisa melintasi garis di luar kewajaran. Hubungan tersebut bisa negatif karena bisa bersifat transaksi yang tidak transparan dan – di bawah transkasi rahasia itu -- bisa dimanfaatkan para pelakunya untuk menyerang baik secara formal maupun implisit, lawan politik atau pesaing bisnisnya melalui pelaporan berita dengan topic dan cara tertentu.

Wartawan mungkin menawarkan perlakuan yang baik dengan imbalan mendapatkan "suapan". Mereka mungkin setuju untuk membiarkan subjek wawancara menentukan hal-hal ketika membahas topik dan waktu penerbitan. Mereka mungkin berjanji untuk mengajukan beberapa pertanyaan dan menghindari yang lain. Mereka dapat melakukan hubungan yang nyaman yang memungkinkan pelaporan mereka dipengaruhi dengan cara yang tidak mereka ungkapkan kepada publik. 

Biasanya wartawan memberikan perlakuan yang paling baik kepada mereka yang secara ideologis mereka selaras. “Semua ini melintasi garis etis,” kata veteran wartawan, Sharyl Attkisson, dalam bukunya The Smear How Shady Political Operatives and Fake News Control What You See, What You Think, and How You Vote.

Jurnalisme transaksional menghasilkan dinamika yang menyesatkan. Ini karena pejabat publik bisa memanipulasi pers untuk bersaing mendapatkan informasi, propaganda atau siaran pers yang akan disampaikan pemerintah baik yang bersifat promosi agenda atau melumpuhkan lawan. Wartawan yang pertama kali mempublikasikan handout ini tentu senang dan bangga karena mendapat tepukan hangat dari belakang rekan-rekannya.

"Bagus sekali!" kata mereka.

Dalam dunia jurnalistik adalah sebuah prestasi yang membanggakan – setidaknya bagi dirinya sendiri – apabila seorang wartawan mendapat cerita eksklusif sebagai hasil kecerdikan dan ketekunannya. Apalagi bila bocoran itu berasal dari sumber penting semisal pejabat tinggi pemerintah atau pimpinan puncak perusahaan. Ini menunjukkan wartawan tersebut berbeda dengan lainnya. "Bila Anda adalah salah satu pengendus paling top dalam suatu 'rantai aliran informasi', Anda akan mendapatkan info terlebih dahulu,” kata seorang wartawan kawakan. “…..dan itu sangat membanggakan. "

Tidak ada komentar:

Posting Komentar