Minggu, 01 Oktober 2017

Boikot


Kata ini sering dimunculkan dalam kaitannya dengan pembelian suatu merek atau produk dari perusahaan tertentu. Dalam kajian komunikasi, sasaran boikot kampanye boikot bisa mentarget  merek, perusahaan atau negara tertentu (Abosag, 2010). Orang memboikot ketika mereka menganggap suatu perusahaan (boikot mikro) atau boikot makro ketika suatu negara melakukan tindakan yang mereka nilai keji (Friedman, 1999; Klein et al, 2004.).

Jadi target boikot bisa sesuatu yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan pihak yang tersinggung (Smith dan Cooper-Martin, 1997). Dalam kasus boikot mikro, konsumen mendapati pengalaman misalnya kebijakan dari suatu perusahaan tertentu yang tidak mereka toleransi. Karena itu mereka memutuskan untuk berhenti atau tidak mengonsumsi produk-produknya.

Dalam boikot makro perusahaan menjadi target boikot sebagai pengganti (tumbal?) karena tindakan atau kebijakan suatu pihak – bisa jadi suatu negara -- yang tidak pantas (Shebil et al., 2011). Dalam hal ini, perusahaan dari suatu negara harus membayar sesuatu yang mungkin pengelola perusahaan anggap bukan seharusnya mereka yang bertanggung jawab, cuma kebetulan saja perusahaan tersebut berasal dari negara yang dinilai bertindak tidak pantas itu. 

Akhir September 2005  – awal 2006, gelombang aksi boikot terhadap produk Denmark muncul dari kalangan muslim sebagai protes atas publikasi kartun yang menggambarkan Rasulullah Muhammad SAW oleh Jyllands-Posten, surat kabar independen di Denmark. Sementara itu surat kabar itu menolak  meminta maaf, perusahaan raksasa penghasil susu Denmark, Arla Foods, yang paling terpengaruh oleh publikasi ini memilih mengutuk gambar itu melalui iklan satu halaman penuhnya di 25 surat kabar Arab di Timur Tengah. Perusahaan juga mensponsori sejumlah kemanusiaan di wilayah tersebut untuk mengurangi permusuhan konsumen (Knight et al., 2009). 
  
Akhir November lalu, Kellogg Co menjadi sorotan publik Amerika ketika mereka memutuskan untuk menarik semua iklan dari situs Breitbart. Kellogg membela kebijakannya itu dengan mengatakan bahwa  sikap politik Breitbart tidak sejalan dengan nilai-nilai perusahaan (Kellogg). Situs yang dikenal pendukung berat Donald Trump itu kemudian membalas tindakan itu dengan menyerukan boikot atas produk Kellogg.

Tidak ada yang tidak normal bila perusahaan berpolitik. Di masa lalu, banyak perusahaan dalam daftar Fortune 500, termasuk Paypal, Dow Chemical, dan Google membuat pernyataan yang ditujukan ke sebuah perusahaan, HB2 di North Carolina, yang menghilangkan individu transgender sebagai kelompok yang harus  dilindungi dari tindakan diskriminasi. Microsoft, Walmart, Coca-Cola dan Alcoa secara terbuka mendukung kebijakan Presiden Obama tentang perubahan iklim dengan menginvestasi jutaan dolar sebagai upaya mengurangi dampak negatifnya terhadap lingkungan mereka.

Kalangan konservatif juga antusias “melawan” perusahaan yang mempolitisasi isu sosial. Kelompok pembela hak asasi manusia Hobby Lobby membela hak untuk menolak asuransi bagi karyawan yang ber-KB, advokasi atau penolakan hak-hak perusahaan yang mengekspresikan sikap politiknya melalui belanja pemilu yang tak terbatas, dan penentangan atau dukungan pengungkapan belanja politik perusahaan untuk, seolah-olah, melindungi perusahaan dari tindakan pembalasan.

Yang tidak normal dari pertempuran Kellogg dan Breitbart adalah bahwa sebuah berita dan opini dalam website dikaitkan dengan pemerintahan atau seseorang untuk tujuan pembalasan terhadap tindakan perusahaan atau orang tersebut yang tidak setuju dengan agenda pemerintah. Dalam kasus Kellogg, perusahaan itu berusaha menjauhkan diri dari nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai perusahaannya, misalnya Breitbart sering menurunkan berita yang cenderung sexist, dan Breitbart membalasnya dengan memberi label Kellogg sebagai perusahaan "kiri" yang menentang kalangan konservatif.

Steve Bannon, mantan kepala Breitbart, dan bos barunya, Presiden terpilih Trump, jelas masih memiliki pengaruh ddalam pengambilan keputusan di Breitbart. Sebagian besar pembaca Breitbart yang lebih dari 19 juta, adalah pendukung Trump. Trump sendiri pernah mengalami penentangan dari beberapa perusahaan setelah dia secara terbuka menyerukan boikot terhadap Macy setelah perusahaan itu mendrop pakaiannya setelah pernyataan kontroversial Trump tentang imigran Meksiko. Starbucks  menghentikan penggunaan cangkir bertema Natal, dan Apple menentang perintah pengadilan karena menganggapnya sebagai ancaman terhadap privasi pelanggan.

Awak media sering berusaha mensejajarkan dirinya dengan kelompok yang mereka beritakan. Bentuk identifikasi dan aspirasi ini dituduh sebagai penyebab biasnya pandangan mereka pada masyarakat yang diliput. Orang media biaaya membantah habis-habisan tuduhan itu, namun lewat laporan atau hasil editan merka dapat diketahui bahwa tuduhan itu benar (Severin dan Tankard, 2001)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar