Sabtu, 05 Januari 2019

Akankah Perbankan Kalah oleh Fintech Non-bank?




Go-Jek, Ovo dan pemain bisnis pembayaran non tunai lainnya yang bukan bank,  bisa jadi salah satu “ancaman” bagi industri perbankan Indonesia. Survei yang dilakukan oleh PwC Indonesia menunjukkan, sekitar 72% responden yang terdiri para bankir senior, menganggap Go-Jek sebagai pesaing baru dengan fasilitas Go-Pay dan lainnya.

Dalam beberapa tahun ke depan, industri perbankan digital Indonesia yang sebagian besar berada di segmen pasar retail hanya tumbuh bila mampu bersaing vendor pembayaran seperti  GoJek. Saat ini, terdapat lebih dari 100 aplikasi seperti GoJek di pasar. Namun bukan berarti tertutup peluang bagi perbankan untuk menggarap mereka.

Sebab bagaimanapun harus diakui bahwa rata-rata konsumen tidak dapat mengingat lebih dari dua aplikasi spesifik. Dengan begitu sedikit merek yang menonjol di pasar uang elektronik Indonesia yang siap untuk diambil.

Kajian yang dilakukan Tim Mckinsey menunjukkan bahwa satu dari tiga orang di pasar negara maju sekarang membawa smartphone. Tak banyak yang meragukan bahwa bank semakin bergantung pada saluran digital untuk melayani konsumen yang jumlahnya tumbuh pesat dan mengandalkan perangkat teknologi komunikasi untuk melakukan bisnis online harian.

 Di Amerika Serikat akun ponsel cerdas mencapai lebih dari setengah langganan seluler.  Sepertiga konsumen menggunakan ponsel mereka untuk melakukan pembayaran. Fenomena tersebut juga terjadi di Indonesia.  Sayangnya, banyak  pembayaran yang ditransaksikan melalui aplikasi seluler ini dikontrol oleh para perusahaan spesialis di pembayaran online dan pedagang digital.

Pembayaran merupakan landasan bagi seluruh hubungan perbankan. Kini bidang bisnis perbankan itu dikepung dan diserang oleh pemain bukan perbankan.  Bisa jadi fenomena ini karena perbankan juga kurang serius menggarap segmen yang seharusnya mereka masuki dengan menawarkan alat-alat pembayaran yang lebih mudah dan sederhana.

Data McKinsey menunjukkan hanya 49 persen orang Indonesia memiliki akses ke layanan keuangan, jauh di bawah Negara-negara seperti Malaysia (85 persen) dan Thailand (82 persen). Segmen yang belum dimasukin oleh erbankan inilah yang kemudian digarap oleh pebinis fintech non-perbankan.
Karena itu, agar bisa bertahan dari serangan itu, perbankan harus menawarkan model pembayaran yang kuat sebagai bagian dari strategi komprehensif untuk perbankan digital. Sebab bagaimanapun, bisnis pembayaran merupakan keharusan bagi bank.

Tetapi untuk bersaing dalam arena yang baru ini, bank harus memenuhi harapan penduduk asli digital, memberikan beragam alat untuk membantu pelanggan membuat keputusan cerdas di berbagai layanan keuangan. Mereka harus mulai dengan menangkap transaksi paling sering pelanggan mereka dengan saluran seluler baru dan kemudian melanjutkan menuju hubungan digital sepenuhnya.

Penantang non-bank secara operasional dibangun untuk inovasi berkelanjutan, dan sering meningkatkan “persenjataan” mereka. Mereka memanfaatkan infrastruktur perbankan dan pembayaran yang ada dan dapat mempertahankan fokus sempit pada penawaran nilai tambah mereka. Dasarnya adalah peran marjinal yang mereka mainkan dalam infrastruktur ini.

Dengan demikian mereka sering lebih gesit dan efisien, meluncurkan pembaruan dengan kecepatan luar biasa. Adyen, misalnya, merilis perangkat lunak pembayaran yang diperbarui setiap dua hingga tiga minggu. Penantang nonbank juga melayani pelanggan mereka lebih cepat; misalnya, Square dan PayPal memungkinkan pedagang untuk menerima pembayaran dalam satu hari, hampir satu minggu lebih cepat daripada kebanyakan bank.

Di Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir, tingkat adopsi adopsi layanan pembayaran mobile berbasis aplikasi melampaui layanan pembayaran mobile tradisional. GoPay dari GoJek, misalnya, baru diluncurkan pada tahun 2016.

Akan tetapi, posisinya sekarang mengarah pada Volume Transaksi Bruto (GTV) bila dibandingkan dengan layanan sejenis yang lahir sebelumnya, seperti Telkomsel T-Cash dan Mandiri e-Cash. Bundling antara layanan pembayaran seluler GoJek dan layanan go-ride (bersama dengan layanan gaya hidup lainnya) telah menjadi kombinasi yang kuat dan menawarkan kasus penggunaan harian yang relevan.

Dengan kata lain, strategi mereka untuk meningkatkan penggunaan aplikasi adalah dengan cara memberi peluang kepada konsumen untuk memanfaatkan aplikasinya untuk memuaskan kebutuhan mereka sehari-hari.  Sebuah studi menunjukkan tiga aplikasi — GoPay, TokoCash, dan GrabPay — lebih dari 40% fitur ditawarkan untuk digunakan setiap hari.

Fitur tersebut didukung melalui berbagai kemitraan pemasaran offline dan online, berbagai produk dan layanan  seperti pengantaran (ojek), pengiriman makanan dari restoran ke rumah, atau pengisian pulsa instan untuk tagihan dan utilitas, dan kemampuan untuk mentransfer uang secara elektronik ke pengguna lain.

Mereka juga fokus dan terus meningkatkan kesadaran dan mempromosikan manfaat utama platform kepada audiens targetnya. Berbagai kemitraan dengan pedagang online dan offline membantu mereka mendorong penggunaan uang elektronik untuk pembelian rutin kebutuhan harian. Itu terjadi karena wanita Indonesia memiliki kesempatan untuk menggunakan e-uang untuk berbelanja di toko, termasuk untuk hal-hal seperti hijab fashion atau kecantikan dan kosmetik.

Dari fenomena itu, sebagian besar layanan pembayaran seluler tradisional telah berubah menjadi layanan pembayaran seluler berbasis aplikasi. Akan tetapi sangat sedikit yang berhasil dalam membangun platform yang relevan untuk penggunaan sehari-hari dan sampai saat ini masih tetap lengket.

Layanan pembayaran seluler yang berbeda berhasil membangun skala dan kepemimpinan dalam  mengatasi masalah pembayaran di segmen pembayaran tertentu. Jejak reseller prabayar nasional memungkinkan layanan pembayaran seluler telcos untuk mendapatkan skala dari penyediaan layanan pembayaran tagihan telekomunikasi dan utilitas, terutama di daerah pinggiran kota di mana opsi pembayaran untuk pembayaran tagihan utilitas agak terbatas dan rumit.

Dalam konteks tersebut, GoPay berhasil memberikan alternative pembayaran di layanan pengiriman transportasi dan pengiriman makanan dengan menggunakan pengendara GoJek sebagai agen ‘cash-out’-nya. Bahkan GoJek kini memperluas penerimaan solusi pembayarannya di antara mitra F & B dan pedagang gaya hidup.

Akuisisi Midtrans dan Mapan baru-baru ini oleh GoJek berpotensi memperbesar dan menjadikan GoPay sebagai platform e-commerce dan platform keuangan mikro terbesar di Indonesia.  Ovo yang muncul belakangan memanfaatkan jejak ritel nasional sponsornya untuk mendorong F & B dan layanan pembayaran seluler dan juga berfokus pada gaya hidup.

Meskipun saat ini telah banyak bermunculan platform e-commerce dan pembayaran masih banyak segmen pembayaran yang belum digarap oleh oemain yang ada. Segmen yang belum tersentuh ini termasuk makanan & ritel seperti pembayaran pajak pribadi, transportasi umum (bus / kereta api), jalan tol, stasiun pengisian bahan bakar, dan sebagainya.

Selain itu, menambahkan simpanan pribadi dan fitur investasi ke layanan pembayaran seluler yang ada (tergantung pada persetujuan peraturan) dapat membantu mendorong lompatan adopsi, terutama di daerah yang memiliki akses ke layanan keuangan formal terbatas.

Perkembangan teknologi keuangan yang terjadi akhir-akhirnya idealnya memiliki dampak yang sangat positif terhadap perekonomian Indonesia, seperti mendorong pemerataan distribusi kesejahteraan penduduk; membantu kebutuhan pembiayaan domestik; mendorong distribusi pembiayaan nasional; meningkatkan inklusi keuangan nasional; dan mendorong kemampuan UMKM yang masih dianggap rendah. Namun demikian, agenda yang tetap harus dikerjakan adalah bagaimana menyiapkan UMKM untuk masuk ke perkembangan ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar