Rabu, 07 Oktober 2020

BRANDING BERAS

 


Banyak perusahaan yang mem-brand-kan komoditi beras. Tapi hanya sedikit yang  mengkomunikasikan merek itu ke pasar. Padahal, tanpa komunikasi pencantuman brand itu hampir tidak ada artinya mengingat beras generik dengan kualitas bagus pun availabitity-nya sangat tinggi.


Sampai dekade 80-an orang mengenal beras hanya berdasarkan jenisnya: rojolele, pandanwangi, cianjur, citra ramos, IR-64 dan lain-lain. Pada dekade 90-an orang mulai berfikir untuk memberikan nilai tambah pada komoditas ini dan melakukan fungsi pemasaran melalui pencantuman brand seperti Ayam Jago, Oryza, Slyp, Tiga Ketupat dan lain-lain.

Beberapa merek bahkan kemudian melakukan aktivitas pemasaran yang gencar melalui promosi lini atas dan lini bawah. Ayam Jago dan Oryza, misalnya. Selain beriklan di media cetak dan elektronik, mereka melakukan edukasi kepada konsumen.

Memang, belum banyak brand beras yang melakukan kegiatan marketing secara agresif—selain membubuhkan brand sebagai jaminan kualitas—seperti Ayam Jago dan Oryza.

Padahal, tanpa komunikasi kepada konsumen, pencantuman brand hampir tidak ada artinya mengingat produk generik beras dengan kualitas yang bagus mudah diperoleh di berbagai saluran distribusi seperti pasar, toko, warung, hingga outlet modern.

“Jadi komunikasi penting untuk menyosialisasikan atribut pembeda atau diferensiasi merek ini dari brand lain atau beras generik,” kata pengamat pemasaran dari Prasetiya Mulya Business School Agus W. Soehadi.

Guru besar di bidang marketing ini menegaskan ada dua syarat utama agar branding komoditas seperti yang dilakukan para pengusaha beras itu berdampak signifikan kepada penjualan, yaitu ada atribut pembeda (diferensiasi produk) dan proses komunikasi atribut pembeda tersebut kepada target market.          

Menurut catatan Tabloid Marketing, perusahaan yang mem-brand-kan beras di Indonesia pada umumnya hanya memenuhi satu diantara dua syarat tersebut, yaitu hanya menawarkan diferensiasi produk tanpa mengkomunikasikan atribut pembedanya kepada pasar.

Padahal, dalam kasus beras, atribut pembedanya nyaris seragam antara satu merek dengan merek lain., yaitu sama-sama mengklaim beras pulen dan harum. Jadi, tanpa komunikasi, brand ini tidak akan melekat erat di benak konsumen karena diferensiasinya kabur ditelan diferensiasi beras lain.

Berbeda dengan Ayam Jago yang meskipun mengusung atribut pembeda sebagai beras pulen, dia tetap aktif mengkomunikasikan diferensiasinya kepada pasar. Tetapi Sayang, manajemen Ayam Jago belum mau berbagi cerita tentang keberhasilannya mem-brand-kan komoditas beras. Padahal dia adalah satu-satunya merek beras yang berani mengkomunikasikan produknya melalui iklan di televisi.          

Tapi jangan khawatir, ada Oryza yang mau berbagi cerita. Oryza memang tidak menggeber promosi lewat iklan televisi. Untuk mengkomunikasikan produknya, dia hanya beriklan di media cetak (majalah) dan radio. 

Tapi istimewanya, brand ini tidak mengusung atribut pembeda pulen seperti umumnya beras. Oryza menawarkan diferensiasi sekaligus memosisikan brand-nya sebagai beras organik yang proses budidayanya ramah lingkungan, tidak menggunakan bahan kimia yang bisa mencemari lingkungan dan menyisakan dampak genetis yang tidak menguntungkan.

Menurut Manajer Pemasaran Oryza Arief Wibowo, pengolahan tanah, pengendalian hama, dan pemupukan tanaman padi cikal bakal beras oryza seluruhnya dilakukan secara organik oleh petani binaan.

Secara fisik beras organik tidak ada bedanya dengan beras lain. Tapi kalau diuji di laboratorium, jelas kandungannya berbeda. “Ini sudah dibuktikan oleh Sucofindo—salah satu perusahaan sertifikasi di Indonesia,” tutur Arief. Sebagai produk organik, Arief menjamin nasi dari beras Oryza tahan basi hingga 60 jam (di luar magic jar) dan rasanya lebih pulen. “Jadi ibarat ayam, beras ini ayam kampung,” ujarnya. 

Dengan diferensiasi itu, tidak heran kalau Arief berani memasang harga tinggi untuk berasnya, rata-rata Rp 6.000 per kg untuk semua jenis (citra ramos, pandan wangi dan rojolele). Harga ini lebih mahal dibandingkan harga beras premium dari berbagai merek yang dipatok pada level Rp 4.000 hingga Rp 5.000 per kg 

Dengan harga tersebut, jelas pasar yang dibidik Oryza adalah kelas A atau kalangan menengah atas. Lebih spesifik lagi Arif menunjukkan bahwa pelanggan mereka adalah kalangan berpenghasilan di atas Rp 1,5 juta per bulan yang peduli pada lingkungan—biasanya kalangan ini adalah masyarakat terpelajar yang memahami pentingnya memasyarakatkan green product.

Dengan positioning seperti itu, pasar Oryza saat ini memang tidak terlalu besar. Arief menaksir pangsanya di tanah air ini hanya sekitar 10%. Untuk mengembangkan customer based, dia berencana mengekspor Oryza ke manca negara. “Untuk itu kami sedang mengurus sertifikasi sebagai beras organik. Kalau itu sudah selesai, kami akan langsung ekspor.”

Dengan positioning seperti ini pula, kata Arief, distribusi Oryza hanya dilakukan ke outlet modern seperti Carrefour, Hero, Goro, Matahari dan Jogja Department Store di Jakarta dan sekitarnya, Bandung, Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali.  

Di luar itu, penjualan Oryza dilakukan secara door to door oleh para distributor. Dari omzet sekitar 500 ton per bulan, menurut Arief, 60% di antaranya berasal dari penjualan di gerai modern. Sisanya dari penjualan secara door  to door.

Arief menyadari kegiatan marketing yang dilakukannya sejak 1997 ini terbukti bisa meningkatkan penjualannya. Sebelum menggunakan merek Oryza dan aktif melakukan aktivitas pemasaran, kata Arief, penjualan beras ini per bulannya hanya puluhan ton. Kini, setelah branded dan gencar berpromosi, omzetnya meningkat drastis hingga rata-rata 500 ton (Rp 3 miliar) per bulan.

Hebatnya lagi, dengan prestasi itu tim pemasaran Oryza yang ditangani oleh Koperasi Pertanian Nusantara ini sama sekali tidak mempunyai tenaga penjual. Pendapat pakar pemasaran Hermawan Kertajaya bahwa kalau pemasaran berjalan dengan baik, sesungguhnya tidak diperlukan tenaga penjual berlaku pada Oryza. 

Menurut Arief, Koperasi Pertanian Nusantara tidak memiliki sales force. “Outlet modern seperti Carrefour dan Hero sudah tahu produk kami. Mereka biasanya langsung mengirim order kepada kami. Sedangkan untuk yang door to door, penjualannya langsung ditangani distributor,” tutur Arief.

Arief yakin komunikasi tentang kelebihan brand Oryza sangat besar andilnya dalam keberhasilan penjualan beras organik ini. Selain promosi di lini atas melalui media cetak dan radio, menurut Arief, Oryza juga aktif mengedukasi konsumen melalui program talkshow dan pendekatan langsung kepada ibu-ibu PKK dan kelompok pengajian.

Pengamat pemasaran Agus Soehadi melihat potensi pasar beras organik di Indonesia masih cukup luas. Namun untuk mengembangkan customer based di tanah air ini, menurut Agus, Oryza perlu memperbaiki komunikasinya.

Oryza, lanjutnya, harus “menerjemahkan” terminologi organik ke dalam bahasa yang lebih populer yang berhubungan langsung dengan benefit yang akan dirasakan konsumen setelah mengonsumsi beras Oryza. 

“Misalnya dikomunikasikan sebagai beras yang baik untuk kesehatan manusia,” tutur sarjana pertanian yang kemudian menekuni dunia pemasaran ini menutup pembicaraan dengan Tabloid Marketing. (Tabloid Marketing, 05 April 2002)

Senin, 05 Oktober 2020

OBJECTIVITAS


Perdebatan utama dalam jurnalisme adalah soal *objektivitas* - apakah ia baik atau buruk dan bahkan apakah kita mungkin mencapainya. Beberapa jurnalis terkenal, termasuk Hunter Thompson, Bill Moyers, dan David Brinkley, telah menjabarkan objektivitas sebagai sebuah mitos.

Sedangkan beberapa jurnalis terkenal lainnya, seperti Clifton Daniel dan Herbert Brucker, berpendapat bahwa objektivitas adalah penting sekali dalam penyampaian berita.

Beberapa konsep yang diperkenalkan oleh S. I. Hayakawa (1964) dapat membantu jurnalis untuk memaknai kontroversi atas objektivitas. Hayakawa membahas tiga jenis pernyataan yang bisa dibuat ole seseorang; yakni laporan (_report_), inferensi (_inferences_), penilaian (_judgments_) - dan hal-hal yang berkenaan dengan _slanting_.

Sebuah laporan adalah pernyataan yang bisa diverifikasi dan tidak ada unsur inferensi atau penilaian. Satu contohnya adalah pernyataan, "Temperatur rendah tadi malam di Gresik adalah 28 derajat Celcius." 

Pernyataan ini bisa diverifikasi, diperiksa kebenarannya. Anda bisa pergi ke stasiun ramalan cuaca di BMKG dan melihat rekaman cuaca atau mewawancarai ahli meteorologi di sana. Contoh lain laporan adalah pernyataan berikut ini:

Dewan Kota (DPRD) menyetujui dana $237 juta untuk tahun fiskal 1995. (_Apakah mereka melakukan atau tidak, tindakan tersebut dapat diverifikasi dengan mengecek melalui para anggota dewan, saksi mata yang menghadiri sidang, dan laporan pejabat mengenai sidang tersebut._)

Tersangka perampokan Larry Joe Smith terlihat di Bandara Kota Sabtu sore. (Laporan ini akan lebih sulit diverifkasi, dan tidak bisa diverifikasi sampai Smith ditangkap dan dikenali di pengadilan oleh seorang saksi mata, tetapi pernyataan itu masih dapat diverifikasi.)

Inferensi adalah pernyataan tentang sesuatu yang tidak terlihat berdasarkan pada sesuatu yang terlihat. Contohnya adalah berbagai pernyataan tentang pikiran atau pernyataan seseorang. Anda mungkin dapat melihat seseorang menggebrakkan tinju pada meja, nada meninggi, dan wajahnya merah padam. 

Semua itu adalah aspek-aspek yang terlihat. Jika kemudian Anda membuat peryataan, "Chris marah", maka Anda membuat pernyataan suatu yang tidak terlihat, yaitu emosi orang tersebut. Berarti Anda membuat sebuah inferensi. 

Dalam berbagai kasus, cara paling aman adalah dengan berpatokan pada apa yang dilihat dan melaporkannya -- menggebrakkan tinju, nada suara meninggi, dan wajah yang merah padam. Permyataan-pemnyataan tentang karakteristik yang bisa dilihat ini dapat diverifikasi dan merupakan laporan.

Berbagai pernyataan tentang masa depan adalah sebuah inferensi, karena masa depan tidak diketahui. Pernyataan, "Presiden akan masuk rumah sakit hari Kamis untuk checkup" adalah sebuah inferensi, karena ia berkenaan dengan masa yang akan datang. Pernyataan yang lebih aman dalam hal ini adalah, "Sekretaris presiden mengatakan bahwa presiden akan masuk rumah sakit hari Kamis untuk checkup." Pernyataan tersebut bisa diverifikasi - itu berarti pernyataan itu adalah sebuah laporan.

Seseorang yang diserang menceritakan tentang orang yang menyerangnya, "Tingginya pasti enam kaki dan mungkin sedang mabuk." Pernyataan bahwa si penyerang "sedang mabuk" adalah sebuah inferensi, meskipun mungkin yang paling akurat adalah menyebutnya sebagai inferensi tambahan karena dipakai kata mungkin. Dalam sebuah contoh lain, seorang koresponden televisi yang sedang menjelaskan kegagalan Kongres untuk menolak veto presiden atas rancangan undang-undang kerja darurat. Sang pelapor mengatakan, "Partai Demokrat tampaknya tercengang dengan apa yang terjadi."

Sebuah penilaian adalah suatu ekspresi kesetujuan atau ketidaksetujuan atas sebuah kejadian, orang, atau objek. Misalnya, siswa kadang kala menggunakan kata hebat/jago/top (kesetujuan) atau menyebalkan/galak (ketidaksetujuan) untuk mendeskripsikan seorang guru.

Surat-surat yang masuk pada redaksi koran kadang kala mengandung penilaian. Renungkan tentang surat yang menjabarkan serial televisi Roots sebagai sebuah "kebencian etnis - yang menjual kritik" dan "fiksi yang berlebihan."

Kadang kala sumber sebuah cerita koran akan menyatakan penilaian, dan penting sekali bagi seorang jurnalis yang waspada untuk menentang hal itu.

Selama beberapa acara bedah buku di Texas, kritik seorang feminis terhadap seksisme di dalam buku berbunyi demikian, "Tahun ini terdapat beberapa buku yang sangat kami sukai, dan banyak buku - buku jelek."

Kemudian yang mewawancarai bertanya, "Yang bagaimanakah buku jelek tersebut?" Dia langsung menjawab: "Buku yang jelek adalah yang menunjukkan 75 persen atau lebih peran pria di dunia kerja."

Hal ini menyimpangkan wawancara dari bidang penilaian menjadi bidang laporan.Seorang jurnalis bisa berbuat banyak agar objektif dengan menghapuskan inferensi dan penilaian dan tetap sebisa mungkin mengacu pada laporan. Meski demikian, hal itu sendiri tidak menjamin objektivitas.

Sumber:

Severin, Werner J. & James W. Tankard, Jr. 2001. Communication Theorie: Origins, Methods, & Uses in the Mass Media. Addison Wesley Longman, Inc.

Rabu, 23 September 2020

Mengapa Orang Masih Enggan Mencuci Tangan?

 


Tahun 1999 - dalam buku best sellernya, Why Men Don't Listen & Women Can't Read Maps  -- Barbara dan Allan Pease menulis, pria dan wanita berbeda. Tapi bukan berarti pria lebih baik dari wanita atau sebaliknya. Seperti bilangan data nominal, mereka berbeda saja, tidak lebih baik atau lebih buruk.

Satu-satunya kesamaan yang mereka miliki adalah bahwa mereka termasuk spesies yang sama. Mereka hidup di dunia yang berbeda, dengan nilai yang berbeda dan mengikuti seperangkat aturan yang sangat berbeda.

Semua orang tahu ini, meski sangat sedikit orang, terutama pria, yang mau mengakuinya. Namun, kebenarannya ada. Lihatlah buktinya. Di negara-negara Barat, sekitar 50% pernikahan berakhir dengan perceraian. Sementara hubungan paling serius berhenti menjadi jangka panjang.

Pria dan wanita dari setiap budaya, keyakinan dan warna kulit terus-menerus berdebat tentang pendapat, perilaku, sikap, dan kepercayaan pasangan mereka. Tidak percaya? Coba kalau ada lelaki yang ditanya pasangan lawan jenis, “apakah menurutmu saya cantik?” Dijamin kaum lelaki bingung menjawabnya.

Produsen produk higienis kamar kecil dari Eropa – masih menurut buku itu -- melakukan survei terhadap 100.000 (bukan salah ketik) pria dan wanita. Dalam survey itu ditanyakan tentang apakah mereka mencuci tangan setelah menggunakan kamar mandi.

Studi ini menemukan bahwa 60 persen wanita dan 38 persen pria mencuci tangan setelah menggunakan kamar kecil. Untuk sesi ini, secara keseluruhan wanita jauh lebih baik. Sebuah survei yang dilakukan Tim dari Michigan State University 2013 juga mengungkapkan temuan serupa: Persentase perempuan yang mencuci tangan lebih tinggi.

Selesai? Belum karena masih ada ruang untuk melihat kegiatan mencuci tangan di toilet tersebut dan ini bisa jadi merupakan berita bagus bagi germophobes. Beberapa waktu kemudian, American Society for Microbiology melakukan penelitian di empat kota besar di enam tempat wisata. Masih tentang kegiatan mencuci tangan di toilet.

Hasil penelitian itu memberikan gambaran yang menarik. Rupanya, kegiatan mencuci tangan di toilet itu bukan karena mereka memang merasa harus mencuci tangan. Mereka terdorong untuk mencuci tangan karena kehadiran orang di toilet itu.

Dengan kata kalau tidak ada orang lain di dalam toilet umum itu, mereka jarang mencuci tangan. Penelitian yang dilakukan dengan pengamatan rahasia itu mendapati, 90 persen wanita dan 75 persen pria mencuci tangan ketika orang lain berada di dekat mereka di toilet umum.

Pada tahun 2009, sebuah Tim dari Macquarie University, Australia, meneliti kegiatan mencuci tangan di toilet pada beberapa siswa. Setelah menanyakan mereka tentang kebiasaan mencuci tangan saat ini dan kepekaan terhadap rasa jijik, mereka diminta untuk menonton salah satu dari tiga video: video pendidikan biasa (maksudnya tidak ada visual yang menjijikan),  satu dengan visual yang menjijikkan dan kontrol - klip dari dokumentasi lain tentang alam yang tidak relevan.

Sekitar seminggu kemudian, para siswa diundang kembali, dan duduk di meja. Di dekat mereka diletakkan tisu antibakteri dan gel tangan alkohol. Sementara di depannya, digelar beberapa benda yang sangat tidak higienis -- mulai dari pemukul lalat kotor hingga sikat toilet bekas. Usai memegang setiap benda, mereka diminta untuk makan kerupuk dari piring. Apakah mereka menggunakan disinfektan  untuk mencuci tangan mereka sebelum menyentuh makanan?

Seperti yang diperkirakan, para peneliti menemukan bahwa orang-orang yang telah menonton video dan merasa jijik jauh lebih mungkin untuk membersihkan tangan mereka daripada orang-orang dari kelompok lain yang tidak menonton video tentang kejijikan. Mereka yang menggunakan disinfektan sebelum makan, jumlahnya lebih banyak dari yang tidak menggunakan.

Masih belum puas, tim yang sama melakukan studi lanjutan. Mereka mengadakan penelitian lain.  Dengan diam-diam memantau pencucian tangan orang-orang di beberapa kamar mandi. Mereka menemukan bahwa orang-orang secara signifikan lebih termotivasi untuk melakukannya ketika mereka diingatkan oleh poster-poster yang menggambarkan feses di atas roti gulungnya. Tujuan poster itu - untuk menunjukkan bagaimana kuman menyebar jika Anda tidak mencuci tangan - sebagai kebalikannya. untuk yang murni mendidik.

Apa implikasi dari hasil penelitin-penelitian ini? Dalam komunikasi, untuk membujuk orang mengubah perilakunya, mereka harus diubah dulu persepsi dan sikapnya. Dalam konteks mencuci tangan, yang diubah adalah pandangannya terhadap pentingnya mencuci tangan.

Bagaimana caranya? Ada dua hal yang perlu dilakukan. Pertama adalah menakut-nakuti mereka bila tidak mencuci tangan. Yang kedua, adalah menggunakan pihak ketiga untuk membujuknya. Dua pemikiran itu lalu digunakan oleh beberapa lembaga untuk kampanye pencegahan penyebaran virus dengan menempel poster-poster di beberapa sudut, terutama di toilet.

      



Kamis, 17 September 2020

SLIDING PRICE SYSTEM

 


Pak Tantra, 59 Tahun, sudah sekitar 20 tahun berdagang sayuran dan bumbu di kios lantai dasar Pasar Bogor. Dua hari sekali atau tiga sampai empat kali seminggu Pak Tantra berbelanja (kulakan) barang dagangannya.

Biasanya Pak Trantra kulakan sayuran, cabe, bawang, tomat, kentang dan sebagainya di Pasar Induk Kemang Bogor. Volume belanjaannya yang besar membuat Pak Tantra menggunakan mobil pick-up bila kulakan.

Selain itu, Pak Tantra juga membeli barang untuk dijual lagi pada pedagang grosir yang biasa datang atau jualan di Pasar Bogor. Barang yang dibeli dari pedagang grosir ini biasanya cuma satu macam karena untuk memenuhi permintaan dari pembeli yang kebetulan saat itu Pak Tantra kehabisan barang. Misalnya bila ada pembeli yang membutuhkan sayur bayam, 

Pak Tantra membeli sayur bayam tadi ke pedagang grosir sebanyak 20-30 kg. Para pedagang grosir ini iasanya menggunakan mobil pick-up juga. “Jadi biasanya dia juga jualan disini dan pedagang lain beli dari dia. Jadi dianggap sebagai grosir nya gitu,” kata Pak Tantra.

Untuk kulakan tadi, rata-rata dalam seminggu Pak Tantra menghabiskan dana antara Rp 7,5-Rp 10 juta. Jumlahnya tergantung pada stok dan harga. Menurut Pak Tantra, karena harga sayuran itu tidak menentu, jumlah uang yang dibelanjakan juga beragam. 

Misalnya, lima hari lalu Pak Tantra bisa menjual tomat dengan harga Rp 5.000/Kg, sekarang (saat wawancara dilakukan, 5 November 2016) harga beli dari pedagang di Pasar Induk Rp 12.000/Kg. Jadi uang yang dibelanjakan juga berbeda dari minggu sebelumnya.

Demikian pula, bila pada tiga hari sebelumnya harga cabe dar ipedagang grosir Rp 28.000/kg, tiga hari berikutnya menjadi Rp 55.000/kg. Jadi modal kerja bervariasi antara Rp 7,5 juta hingga Rp 10 juta, tergantung harga barang. “Karena biasanya nyetok seperti bawang untuk 2 hari. 

Namun ya itu biasanya emang sengaja beli barang yang biar 2 hari habis, karena kan liat ketahanan barang juga ya, biasanya emang mau nya yang habis dalam jangka pendek, biar gausah mikir apa-apa lagi. Dan kalau harga nya lagi mahal gini, walaupun jualnya kuantatifnya lebih sedikit, tapi omsetnya lebih besar karena harganya lebih mahal.”

Jadi apa yang ingin dicapai Pak Tantra? “Jangan sampai pelanggan saya kecewa karena barang yang mereka butuhkan tidak tersedia. Mereka datang ke tempat saya dari rumahnya dengan harapan barang yang mereka butuhkan ada di tempat saya. Alangkah kecewanya bila mereka mendapati barang yang mereka butuhkan itu tidak ada. Mereka kecewa dan berusaha lagi yang mungkin tidak bisa didapatkan saat mereka berjalan dua atau lima meter dari tempat saya.”

“Kalau mereka kecewa saya berdosa. Karenanya saya berusaha mencarikan baran yang dibutuhkannya, meski keuntungan yang saya dapatkan tipis atau tidak ada sekali karna saya mendapatkannya dari orang lain yang juga ingin mengambil untung. Biarlah keuntungan didapat dari pembeli lainnya. Toh, rezeki sudah digariskan oleh yang diatas.”

Dalam lingungan pasar tadisional, persaingan yang terjadi bukan antara penjual dengan penjual sebagaimana dalam perekonomian firma, melainkan antara pembeli dan penjual. Menurut Geertz (1992:33) di pasar tradisional berlaku sistem harga luncur (sliding price system) untuk membedakan antara ekonomi pasar dan ekonomi firma.

Konsep firma dalam Geertz ditandai dengan tempat permanen, hari kerja yang penuh, harga yang agak lebih pasti sehingga jarang terjadi tawar menawar, penyesuaian barang dengan selera kekotaan, pegawai toko yang tetap, perencanaan berdasarkan tata buku yang sistematis dan semuanya ditujukan untuk mencapai tujuan jangka panjang, agresif mencari pelanggan, dan sebagainya.

Dengan sistem harga luncur, persaingan bukan antara pedagang dengan pedagang melainkan antara pedagang yang ingin mendapat keuntungan yang besar dengan pembeli yang ingin mendapatkan harga murah. Tak ada upaya pedagang pasar untuk “menarik” pengunjung pasar untuk mampir ke tokonya. Di sisi lain tak ada upaya menata barang sedemikian sehingga membuat pengunjung pasar menghampiri kios atau lapaknya.

Dalam berbisnis ada dua prinsip yang dipegang pedagang. Pertama, pedagang berkeyakinan bahwa rezeki sudah ada yang mengatur, berserah saja sama yang di atas. Kedua, pedagang tidak terlalu memikirkan soal bersaing dengan sesame pedagang. Yang berjualan sayur misalnya, jumlahnya banyak. Tetapi, dalam pandangan pedagang, semua pedagang di pasar tersebut adalah kawan dan teman dekat.

Yang pedagang pasar lakukan untuk menarik pengunjung hanya menyebut barang yang dia jual. Atau sekadar menanyakan kebutuhan mereka. Pedagang tidak terlalu berfokus dalam menarik pelanggan. Ketika ada pelanggan yang datang menghampiri lapak atau kiosnya, pedagang bersikap ramah dalam memperlakukan pelanggannya. Apabila pembeli datang mencari sayuran misalnya, pedagang langsung melayani.

Agar pembeli senang, pedagang sesekali menurunkan harga sedikit dan memberi bonus sayuran yg dibeli. Dalam aanggapan pedagang, tak ada persaingan harga. Yang ada adalah persaingan dalam melakukan layanan. “Sebenarnnya harga itu rata – rata di pasar ini sama aja, mungkin tergantung dari pembeli melihat dari kebersihan atau keramahan si penjualnya,” kata Andi, 21 tahun, pedagang sayuran di Pasar Kranggan Mas Kota, Bekasi.

Sistem ini tidak memungkinkan salah satu pihak mendapat keuntungan yang luar biasa sehingga terjadi eksploitasi keuntungan yang terlalu besar, karena perdagangan dalam pasar tradisonal tidak memungkinkan terjadinya monopoli.

Di pasar tradisional, tempatnya pedagang saling berdekatan dan menjual produk yang sama. Namun demikian antara satu sama lain terdapat tenggang rasa untuk tidak saling berebut pelanggan. Ada kebijaksanaan dan perasaan malu bila di antara mereka terjadi persaingan berebut konsumen atau pembeli. Mereka tidak ingin merebut pelanggan dari pedagang lainnya.

Tidak adanya persaingan diantara sesama penjual ini juga nampak bahwa sebelum sampai ke pasar barang tersebut bisa jadi sudah berputar di tangan beberapa bakul. Bahkan jika ada pembeli menanyakan barang yang sebenarnya tidak dia miliki, dapat saja dia “meminjam” barang dagangan pada sesama pedagang.

Proses “barter” ini tidak diawali dengan pertanyaan soal harga. Tak ada tawar menawar diantara sesama pedagang. Bila laku baru diberi sejumlah harga tertentu dengan menambahkan dengan sedikit keuntungan yang diperolehnya. Pernah ribut? Tidak, kata Andi. Karena biasanya, harga jual pedagang ke pedagang lain lebih rendah dari pedagang ke pembeli. “Harganya memang berbeda dengan pembeli. Biasanya yang ditawarkan lebih murah.”

Selain itu, ada mekanisme lain yang secara tak nampak mengatur bagaimana pedagang pasar bersang,  yakni rendahnya entry barrier dalam pasar tradisional. Sebab bagaimana pun, sebagai lembaga ekonomi kerakyatan, tak ada yang bisa membatasi keluar masuknya pedagang untuk melakukan aktivitas bisnisnya di pasar.

Kemudahan masuk ke dalam bidang perdagangan ini sekaligus dapat menjamin yang bersangkutan, bahwa tidak ada yang mengambil keuntungan yang luar biasa (Dewey, 1992:96) karena dalam pasar tidak bisa diciptakan monopoli atas jenis barang tertentu.

Seperti yang dikatakan Geertz (1992) kegiatan ekonomi yang berlangsung di pasar tradisional diwarnai oleh nuansa kultural yang menekankan pentingnya tatap muka dalam kaitan dengan hubungan personal antara penjual dan pembeli. Hal ini ditunjukkan oleh adanya pelanggan yang loyal pada pedagang tertentu. Deden, pedagang di Pasar Blok B Bogor misalnya memiliki pelanggan tetap dari luar kota yang membeli produk dalam jumlah besar hampir setiap bulan.

Adanya pelanggan di satu sisi merupakan sesuatu yang positif karena mereka memiliki pembeli tetap sehingga merupakan satu bagian dari jaminan kelangsungan usaha, tapi di sisi lain hal ini berdampak negatif karena pedagang enggan untuk menambah jumlah pembelinya. Deden, misalnya, enggan untuk membujuk pengunjung yang lewat di depan kiosnya untuk mampir atau melihat-melihat barang dagangannya. “Saya sih paling ya di sini aja nawarin ke pelanggan yang lewat,” katanya.

Pasar sebagai komunikasi antar budaya bisa diartikan sebagai tempat terjadinya interaksi orang dari beragam etnis. Mereka berkumpul, bertatap muka secara langsung, dan berinterkasi antar orang-orang yang berbeda latar belakang etnis dan budaya. Seperti pasar di Bogor, pedagang bukan hanya dari etnis Sunda, ada juga Jawa, Batak, Minang, Tionghoa dan sebagainya.

Keakraban mereka terjaga sehingga diantara mereka tidak terjadi persaingan yang tidak wajar. Di pasar tradisional terdapat aturan tidak tertulis yang menabukan pedagang satu menjelek-jelekan pedagang lainnya. Ada keyakinan bahwa rejeki pedagang sudah ada jatahnya sehingga mereka tidak merebut pelanggan kios lainnya. “….. misalnya meskipun toko lain lebih ramai yang penting percaya rejeki sudah ada yang mengatur, alhamdulillah tidak pernah ada yang berantem,” kata De.

“Bersaing, bersaing sehat tergantung hubungan kita dengan orang daerah, tidak ada oh.. disitu barangnya bagus, gak boleh orang berdagang berkata seperti itu. Saya berani jual 120.000/kodi sana murah pak barang kali disitu kamu bisa beli coba, jadi kita gak boleh menjelek - jelekan yang namanya dagang,senang silahkan gak senang diam, jangan di banding - bandingkan begitu,” kata Bus, 42 tahun, pedagang sepatu di kios Blok B.

 

Minggu, 06 September 2020

CASSANDRA


Saya tidak suka orang yang iya-iya saja. Saya malah tidak merasa safe. Saya membutuhkan rekan kerja yang tak takut mengkritik. – Adriani Noeh Abubakar (Founder & CEO of content company: KVB | Kennedy, Voice & Berliner – sebuah public relation agency)

Itu saya kutip dari buku Lead to the Top (SWA Media Bisnis, 2020), sebuah buku yang menceritakan tentang kisah perjalanan perempuan-perempuan hebat di Indonesia. Mereka hebat karena telah menjadi perempuan pemimpin yang impactful, minimal bagi perusahaan, karyawan dan stafnya.

"Saya ingin tim saya menjadi orang-orang berinisiatif dan inovatif, bukan tim yang terus dibimbing yang akan membuat organisasi lemah, karena semangat kerja tim merupakan jembatan jurang target keberhasilan," kata Jane Fransisca, Chief Financial Office (CFO) PT Great Giant Pineapple.  

Filosofi mereka tentang kerja, memimpin dan gender sangat keren. “Kunci keberhasilan bukanlah diukur dari banyaknya klien dan penghasilan, tetapi lebih kepada dampak apa yang dihasilkan dari pekerjaan kita untuk mereka,” kata Shirley D. Santoso, CEO Kerney Indonesia.

Ada 14 orang yang ditulis di buku itu. Ada Meryati Bandjarnahor (Chief Financial Officer PT Asuransi Adira), Siti Choiriana (Direktur Consumer Service PT Telkom Indonesia dan petempuan hebat lainnya. Mereka mempunyai latar belakang dan liku-liku perjuangan untuk menjadi sukses yang yang berbeda-beda. 

Namun diantara keberagaman itu terdapat kesamaan. Mereka antara lain mempunyai tipikal yang relatif sama; stay hungry, stay foolish. Mereka tak pernah berhenti merasa lapar untuk menyerap pengetahuan baru, dan berupaya untuk tidak merasa kenyang dengan pencapaian yang ada. Karenanya mereka merasa harus terus belajar.

Banyak cara yang mereka lakukan untuk mendapat pengetahuan baru itu. Elin Waty, Presiden Direktu PT Sun Life Financial Indonesia yang memimpin lebh dari 500 karyawan dan hampir 8.000 tenaga pemasar, misalnya, mengajak sejumlah karyawannya untuk sarapan pagi. Dalam acara itu mereka bebas bertanya tentang apa saja tanpa ada sekat-sekat yang membuat mereka “takut”

Dulu ada seorang perempuan bernama Cassandra. Menurut mitologi Yunani, dia dikaruniai kecantikan yang membuat kaum pria terpesona dan piwai dalam ramal-meramal. Ramalannya selalu tepat. Sayangnya orang-orang tak percaya dengan omongannya.

Orang-orang meremehkan omongan Cassandra. Bukan karena dia suka berbohong, kurang cerdas atau karena ramalannya tidak tepat, melainkan karena kutukan. Konon Cassandra adalah putri Raja Priam dan Ratu Hecuba dari Troya. Kakaknya adalah Hector, pahlawan perang Yunani-Troya.

Suatu hari dewa perang, Apollo, terpikat kepada Cassandra. Untuk memikat Cassandra, dia  memberikan sebuah hadiah berupa kemampuan meramal masa depan. Cassandra menerima pemberian itu, dan ramalannya selalu terjadi. Namun, setiap kali ramalannya terbukti, Cassandra mengingkari kalau kemampuan itu adalah pemberian tulus Apollo. Cassandra melihat pemberian itu sebagai bujukan atau rayuan.

Apollo kecewa. Namun pemberian itu tak dapat ditarik kembali. Cassandra dihukum karena kemampuan meramalnya. Cassandra tetap memiliki kemampuan meramal masa yang akan datang, namun orang-orang tidak mempercayainya. Dia dihukum dengan ketidakmampuannya meyakinkan setiap orang terhadap prediksi dan ramalannya. Akibatnya, orang tidak mempedulikan omongannya dan menganggapnya sebagai bualan belaka.

Cassandra yang meramalkan dan mengingatkan bahwa pemberian kuda kayu raksasa yang telah ditinggalkan oleh orang-orang Yunani di luar tembok Troy akan menjadi bencana bagi warga Troya. Namun, orang tak mempercayainya. Mereka menarik kuda kayu itu masuk kota. Pada malam hari, saat warga Troya yang selama itu tak terkalahkan tiba-tiba diserang prajurit keluar dari kuda kayu itu. Hanya dalam semalam mereka mengalahkan Troya yang selama 10 takut mampu bertahan dari gempuran pasukan luar.

Sekarang, tidak ada seorang pun di dunia saat ini yang diberkahi dengan pandangan ke depan yang sempurna. Namun, banyak peristiwa dan bencana yang terjadi sepanjang waktu. Mereka memiliki Cassandra yang mengingatkan kemungkinan bencana sehingga mereka dapat mengambil tindakan untuk menghibdari atau mengurangi risiko bencana.

Dalam kajian psikologi, mitologi Cassandra disebut sebagai Cassandra Complex. Di lingkungan kita, Cassandra Complex bisa muncul karena budaya diam sebagai konsekuensinya dari rasa keamanan psikologis yang rendah. Ketika orang merasa tidak aman, sampai pada titik tertentu akan diam, takut bersuara, berinisiatif dan sebagainya. 

Penyebabnya bisa bermacam-macam, bisa karena takut disalahkan, dan sebagainya termasuk iklimnya memang tidak konsusif bagi orang-orang untuk bersuara berbeda.  

Tingkat keamanan psikologis yang rendah, kata  Amy C. Edmondson dari Harvard Business School dalam bukunya The fearless organization - Creating Psychological Safety in the Workplace for Learning, Innovation, and Growth (

 dapat menciptakan budaya diam. Mereka juga dapat menciptakan budaya Cassandra - lingkungan di mana berbicara diremehkan dan peringatan tidak diindahkan. Terutama ketika berbicara membutuhkan perhatian pada hasil yang tidak menyenangkan, seperti kasus Cassandra dalam prediksi perangnya, mudah bagi orang lain untuk tidak mendengarkan atau percaya. 

Oleh karena itu, budaya diam bukan hanya budaya yang menghambat berbicara tetapi budaya di mana orang gagal mendengarkan dengan penuh pertimbangan kepada mereka yang berbicara - terutama ketika mereka membawa berita yang tidak menyenangkan.

Cassandra adalah seorang wanita Trojan yang diberi karunia penglihatan ke depan oleh para dewa. Dewa-dewa Yunani, menjadi iblis yang licik (bagaimanapun juga, "ironi," adalah kata Yunani), ditambah dengan pemberian ramalan mereka kepada Cassandra dengan kelemahan bahwa meskipun dia dapat meramalkan masa depan dengan benar, dia tidak akan dipercaya.

Cassandra meramalkan bahwa pemberian kuda kayu raksasa yang telah ditinggalkan oleh orang-orang Yunani di luar tembok Troy akan menjadi bencana bagi Trojan. Bisa ditebak (tidak ada permainan kata-kata), mereka tidak mempercayainya. Mereka menyeret kudanya ke kota, dan prajurit Yunani muncul dari sana pada malam hari untuk menjarah kota setelah sepuluh tahun perlawanan pendukung Trojan yang kuat.

Sekarang, tidak ada seorang pun di dunia saat ini yang diberkahi dengan pandangan ke depan yang sempurna. Namun, banyak bencana yang dapat dicegah terjadi sepanjang waktu, dan masing-masing memiliki Cassandras, mengingatkan mereka yang mungkin telah mencegah mereka dari tindakan yang mungkin telah mereka lakukan yang akan menyelamatkan hari itu.

Jumat, 21 Agustus 2020

MAKNA WAKTU

 

 

Dalam kajian tentang waktu seringkali hal itu dikaitkan dengan nilai ekonomi. Dalam teori ekonominya yang terkenal tentang waktu, Becker (1965) menyamakan nilai waktu dengan biaya peluangnya (opportunity cost).

Dalam kajian perilaku konsumen, Graham (1981) mengatakan bahwa orang-orang dengan budaya Barat memiliki pandangan terhadap waktu yang “dapat dipisahkan secara linier”: “Waktu divisualisasikan sebagai garis lurus yang membentang dari masa lalu ke masa depan dan dapat dipisahkan. menjadi unit-unit terpisah ”(Graham 1981: 336). Di dalam unit-unit terpisah tersebut, tergantung peluang mendapatkan imbalan yang lebih baik atau lebih buruk.

Pandangan bahwa properti diskrit dikaitkan dengan waktu menyiratkan bahwa pilihan dibuat dalam hal mengalokasikan unit waktu di antara persaingan aktivitas-aktivitas pada diri seseorang. Seperti diketahui bahwa dalam waktu tertentu –katakanlah pukul 14,00 -- orang mempunyai banyak pilihan aktivitas apakah ingin makan, tidur, minum kopi, belajar dan sebagainya. Ini menunjukkan bahwa pada titik tertentu dari suaru waktu, seseorang banyak mendapatkan tawaran kegiatan.

Dalam konteks ini, ketika seseorang memutuskan untuk melakukan aktivitas tertentu, misalnya, tidur, dia mengorbankan pilihan lainnya, dan pilihan lainnya itu bisa jadi memberikan imbalan yang lebih baik atau lebih buruk. Ini berarti pada setiap pilihan, seseorang harus menanggung konsekuensi kehilangan peluang.

Dengan kata lain, waktu dianggap memiliki nilai yang bisa dibeli dan dihabiskan serta disimpan (secara utuhtak bisa disimpan, melainkan bisa dihemat), ditunda,  atau disia-siakan. Seseorang misalnya, dapat mengulur waktu ketika berinvestasi pada produk baru yang dirancang untuk menghemat waktu. Atau merevitalisasi untuk memperpanjang daur hidup. 

Seseoang bisa menghabiskan waktu untuk mendapatkan barang, misalnya, saat kita mengantri di loket tiket. Waktu dapat terbuang percuma karena dalam situasi di mana kita menghabiskan lebih banyak waktu untuk menunggu atau melakukan sesuatu daripada yang menurut anggapan seharusnya diperlukan

Becker, G.S. (1965) “A Theory of the Allocation of Time,” Economic Journal 75, (September): 493–517.

Graham, R.J. (1981) “The Role of Perception of Time in Consumer Research,” Journal of Consumer Research 7, (March): 335–42

Rabu, 19 Agustus 2020

Perubahan Kecil, Hasil Luar Biasa


2003 merupakan tahun menentukan bagi perkumpulan pesepeda, British Cycling yang sebelumnya bernama British Cycling Federation. Suatu hari pada tahun itu, nasib organisasi pesepeda di Inggris itu berubah. Organisasi, yang merupakan badan pengelola sepeda profesional di Inggris Raya, mempekerjakan Dave Brailsford sebagai direktur kinerja barunya.

Saat Brailsford masuk, selama 100 tahun terkahir, kinerja pesepeda profesional di Inggris Raya biasa-biasa saja. Sejak 1908, pebalap Inggris hanya memenangkan satu medali emas di Olimpiade, dan nasibnya lebih buruk dalam ajang balapan sepeda terbesar, Tour de France. Dalam 110 tahun, tidak ada pengendara sepeda Inggris yang pernah memenangkan perlombaan tersebut.

Fakta bahwa performa pebalap Inggris begitu mengecewakan membuat salah satu pabrikan sepeda top di Eropa menolak menjual sepeda ke tim itu. Mereka takut akan merugikan penjualannya jika profesional lain melihat orang Inggris menggunakan perlengkapan mereka.

Brailsford mengubahnya. Dia bekerja untuk membawa British Cycling pada lintasan baru. Apa yang membuatnya berbeda dari pelatih sebelumnya adalah komitmennya yang tiada henti terhadap strategi yang dia sebut sebagai "the aggregation of marginal gains."

Itu adalah filosofi mencari sedikit peningkatan dalam segala hal yang Anda lakukan. Menurut Brailsford,  "Pada prinsipnya, semuanya berasal dari gagasan bahwa jika Anda mampu memecah semua -- apa saja yang dapat Anda pikirkan ke hal-hal yang berkaitan dengan mengendarai sepeda, dan kemudian memperbaikinya sebesar 1 persen, Anda akan mendapatkan peningkatan yang signifikan bila Anda mampu menggabungkan semuanya."

Brailsford dan para pelatihnya memulai dengan membuat penyesuaian kecil. Mereka mendesain ulang jok sepeda agar lebih nyaman dan mengoleskan alkohol pada ban agar mampu mencengkeram lebih baik. Mereka meminta pengendara untuk mengenakan overshort yang dipanaskan dengan listrik untuk menjaga suhu otot ideal saat bersepeda.

Dia juga meminta pesepeda menggunakan sensor biofeedback untuk memantau bagaimana setiap atlet menanggapi latihan tertentu. Tim menguji berbagai jenis kain untuk mempelajari angin di terowongan.  Dia meminta pengendara luar ruangan beralih ke pakaian balap dalam ruangan, yang terbukti lebih ringan dan lebih aerodinamis.

Mereka tidak berhenti di situ. Brailsford dan timnya terus menemukan upaya peningkatan 1 persen di area yang selama itu diabaikan dan tidak terduga. Mereka menguji berbagai jenis gel pijat untuk melihat gel yang mampu menghasilkan pemulihan otot tercepat. Mereka menyewa seorang ahli bedah untuk mengajari setiap pengendara cara terbaik untuk mencuci tangan guna mengurangi kemungkinan terkena flu.

Mereka menentukan jenis bantal dan kasur yang mampu menghasilkan kualitas tidur malam terbaik bagi  setiap pengendara. Mereka bahkan mengecat bagian dalam truk tim dengan warna putih, sehingga  membantu mereka menemukan sedikit debu yang biasanya terlepas tanpa disadari tetapi dapat menurunkan performa sepeda yang disetel dengan baik.

Dari perubahan remeh temeh itu, terkumpulah ratusan perubahan yang menghasilkan peningkatan-perubahan kecil yang muncul secara lebih cepat dari yang bisa dibayangkan siapa pun.

Hanya lima tahun setelah Brailsford mengambil alih, tim pesepeda British Cycling  mendominasi acara balap sepeda jalan raya dan lintasan balap di Olimpiade 2008 di Beijing. Mereka memenangkan 60 persen medali emas yang luar biasa. Empat tahun kemudian, dalam Olimpiade London, kinerja Tim pesepeda Inggris meningkat saat mereka mencetak sembilan rekor Olimpiade dan tujuh rekor dunia.

Pada tahun yang sama, Bradley Wiggins menjadi pengendara sepeda Inggris pertama yang memenangkan Tour de France. Tahun berikutnya, rekan setimnya Chris Froome memenangkan perlombaan prestisius itu, dan dia akan menang lagi pada 2015, 2016, dan 2017. Ini berarti mereka memberi tim Inggris lima kemenangan Tour de France dalam enam tahun.

Selama rentang sepuluh tahun dari 2007 hingga 2017, pengendara sepeda Inggris memenangkan 178 kejuaraan dunia dan enam puluh enam medali emas Olimpiade atau Paralimpiade dan meraih lima kemenangan Tour de France dalam apa yang secara luas dianggap sebagai lari paling sukses dalam sejarah bersepeda. *

Bagaimana ini bisa terjadi? Bagaimana tim yang sebelumnya terdiri dari atlet biasa berubah menjadi juara dunia dengan perubahan kecil yang, pada pandangan pertama, akan tampak membuat perbedaan kecil? Mengapa perbaikan kecil terakumulasi menjadi hasil yang luar biasa, dan bagaimana Anda dapat meniru pendekatan ini dalam hidup Anda sendiri?


Cerita tentang Brailsford dan prestasi tim pesepeda Inggris itu ditulis James Clear di bukunya Atomic Habits: Tiny Changes, Remarkable Results (Avery, 2018) . Di buku itu, Clear menulis bahwa alih-alih membuat perbaikan kecil setiap hari, orang sering melebih-lebihkan satu momen tetapi meremehkan nilai-nilai di dalam momen tersebut.

Orang juga sering diyakinkan bahwa sukses besar membutuhkan tindakan besar-besaran. Ketika seseorang berpikir tentang  menurunkan berat badan, membangun bisnis, menulis buku, memenangkan kejuaraan, atau mencapai tujuan lain, dalam pikirannya seringkali muncul anggapan bahwa untuk mengubah itu, orang harus melakukan perubahan besar.

Mungkin anggapan itu ada benarnya. Namun, yang tidak kalah pentingnya adalah untuk mendapatkan perubahan yang besar, orang harus mempreteli dulu gambaran perubahan besar yang ingin dicapainya itu. Di pretelan-pretelan itu selanjutnya diperbaiki dengan melakukan perubahan kecil.

Yang dilakukan Brailsfor tadi misalnya, untuk membuat perubahan besar, dia mempreteli yang besar itu menjadi factor-faktor misalnya yang membuat pesepeda nyaman sehingga mampu memberikan kinerja yang maksimal.  Misalnya, memperbaiki sadel hingga sekadar mengoleskan alkohol ke ban.  Bila masing-masing dikuantitatifnya, perubahan yang dilakukan paling sebesar 1 persen.

Orang mungkin beranggapan bahwa peningkatan sebesar 1 persen tidak terlalu penting — bahkan terkadang tidak terlihat. Akan tetapi, perubahan kecil  bisa jauh lebih berarti, terutama dalam jangka panjang. Hasilnya, berupa perbedaan yang dibuat dengan sedikit perbaikan dari waktu ke waktu sangatlah mencengangkan.

Begini cara perhitungannya: jika Anda bisa menjadi 1 persen lebih baik setiap hari selama satu tahun, pada akhir tahun Anda akan menjadi tiga puluh tujuh kali lebih baik.  Sebaliknya, jika Anda menjadi 1 persen lebih buruk setiap hari selama satu tahun, Anda akan menurun hampir sampai nol. Intinya adalah, apa yang dimulai sebagai kemenangan kecil atau kemunduran kecil bila terakumulasi akan menjadi sesuatu yang lebih banyak dan lebih besar.

Jumat, 14 Agustus 2020

Pekerjaan PR Paling Penting itu Mempersuasi

 


Dalam diskusi buku Public Relations In The Era of Artificial Intelligence di Kampus STIKOM LSPR Jakarta beberapa waktu lalu, Head of Corporate Communications Bio Farma DR N Nurlaela Arief sempat menyinggung soal menurunnya tingkat rekrutmen public relations oleh perusahaan. Perusahaan sekarang membutuhkan lebih banyak content creator.  

 

Ini berarti ke depan praktisi PR akan bersaing dengan jurnalis, games developer, animator dan sebagainya. Kenapa? Lansekap media memang terus berubah. Siklus berita online 24 jam kini juga berlaku dan dijalankan majalah, surat kabar, TV, dan outlet lainnya. Bersama dengan media sosial, mereka menawarkan tantangan berita - dan peluang - untuk memberi informasi dan membujuk.

 

Audiense sekarang dibombardir dengan banyak informasi. Audiense dihadapakan pada semakin banyaknya pilihan dan ini membuat bingung. Secara perspektif teori perhatian selektif, seseorang tidak memperhatikan semua pesan kecuali yang mencolok diantara lautan pesan yang ada di sekitarnya

Tantangannya bagi perusahaan yang ingin menyampaikan informasi tentang perusahaannya, syarat utama pesan yang disampaikan harus menarik perhatian. Disini kekuatan animasi, video dan gambar-gambar lainnya. 

 

Lalu apa konsekuensinya bagi praktisi public relations? Buku Straight Talk About Public Relations menyajikan wawasan yang realistis dan kuat tentang bagaimana cara menyampaikan cerita, membuat agar kegiataannya berdampak, dan meningkatkan pengaruh. Itu berarti buku ini menjelaskan tentang bagaimana permainan komunikasi yang bisa dimainkan hari ini.

 

Membuat konten yang hebat, dan menyajikan cerita, kata-kata, dan gambar Anda ke media dan influencer, sangat penting untuk melakukan hubungan masyarakat. Dua tren terbesar dalam hubungan masyarakat adalah media sosial dan pemasaran konten.

 

Rilis berita butuh pengantar yang menjelaskan maksud pengiriman rilis berita tersebut dan tentu saja pengantarnya harus menarik.  Pengantar yang jenaka, tanpa batas ini adalah seni PR. Seni dan kreativitas karena bagaimana nya caranya pengantar itu membuat peneria rilis merasa sangat cocok.

Ini berarti pekerjaan PR selalu ditantang untuk menemukan dan menarik audiens, melemparkan ke media sampai berhasil, menulis editorial yang memukau, membuat kampanye media sosial persuasif, berurusan dengan berita palsu, dan mengukur keberhasilan PR.

 

Dilihat dari permukaan, bisnis PR itu sering berurusan dengan acara (event), manajemen krisis, dan spin selebriti. Benar. Tapi itu adalah bagian dari bisnis PR. Mungkin itu baru sebagian kecil dari apa yang dilakukan kebanyakan profesional setiap hari. Jadi?

 

Hubungan masyarakat adalah bisnis persuasi. Ini tidak mudah. Ini tidak instan. Jarang glamor. Membujuk orang untuk membeli produk atau layanan, mengubah pendapat mereka, atau mencari dukung untuk kegiatan sosial yang mereka lakukan bukanlah pekerjaan mudah. Sulit.

 

Namun, persuasi adalah fitur utama dari setiap bidang komunikasi manusia. Hal yang sama berlaku untuk pengaruh sosial (social influence). Orang tidak bisa menghindarinya. Orang tidak bisa membuat mereka pergi. Seperti peniru Elvis di Las Vegas, bujukan tetap ada di sini. Berbagai perkiraan menunjukkan bahwa rata-rata orang terpapar oleh 300 hingga 5.000 pesan per hari.

 

Ada lebih banyak cara untuk dibujuk daripada sebelumnya. Memang, persuasi tradisional dalam bentuk pidato politik, iklan televisi, iklan cetak, papan iklan, dan penempatan produk dalam film dan televisi masih hidup dan sehat. Demikian juga pawai protes, demonstrasi, aksi duduk, dan bentuk aksi simbolis lainnya.

 

Namun, dalam dua dekade terakhir, media sosial telah menambah keriuhan mereka. Orang kini dapat mengirimkan ulasan online produk dan layanan, memposting video YouTube yang menganjurkan pesan, terlibat dalam aktivisme hashtag, mengadvokasi caused melalui Facebook, Twitter, atau Instagram, mengumpulkan dana melalui platform crowdfunding seperti Kickstarter atau GoFundMe, atau mempromosikan perubahan melalui situs web seperti www.change.org atau www.dosomething.org.

 

Bagi sebagian besar dunia, pekerjaan PR adalah meyakinkan pelanggan untuk mengunjungi situs web atau toko, membeli produk, mendukung kandidat lokal, menyetujui posisi di pabrik atau taman baru. Dalam istilah sederhana, PR adalah persuasi yang diciptakan untuk memobilisasi audiens untuk mengambil tindakan tertentu.

Kebanyakan orang bekerja untuk diri mereka sendiri atau untuk perusahaan atau usaha kecil, menyediakan layanan atau menjual asuransi, kopi, perangkat lunak, suku cadang mobil, atau jutaan produk sehari-hari lainnya. Padahal, seharusnya mereka itu adalah Tim, bukan pekerja sendiri-sendiri.

 

Orang-orang PR di perusahaan-perusahaan tidak merencanakan pesta trendi, bergaul dengan bintang rock, atau melenggang ke kantor pemerintahan. Mungkin benar begitu. Tapi semua itu butuh strategi dan butuh kreativitas, butuh perencanaan yang kreatif juga.

 

Ada lima bab dalam buku ini: (1) Hubungan Masyarakat. Di bab ini pembaca diberikan gambaran tentang  tentang bagaimana seseorang melakukan fungsi spesifik sebagai public relations, yakni membantu mempromosikan produk dan aktivitas sosial, anekdot tentang kampanye PR yang sukses, dan pengetahuan tentang bagaimana berita dibuat dan dipengaruhi; (2) Media Sosial, menampilkan praktik, definisi, dan strategi untuk memahami keterbatasan dan manfaat berbagai platform.

 

Ada juga (3) Pemasaran Konten. Disini diberikan gambaran tentang konten sehingga para profesional dapat mempelajari praktik terbaik dari posting, artikel, video, dan bentuk komunikasi lain yang diterbitkan sendiri dan cara terbaik untuk mempromosikannya; (4) Pengukuran, dengan standar dan teknik untuk mengukur dampak upaya PR; dan (5) Lima Kampanye PR paling top yang menampilkan contoh-contoh kampanye PR yang luar biasa dan sukses.

 

Jadi buku ini sangat cocok untuk pengusaha, pemilik usaha kecil, mahasiswa, mereka yang bekerja di bisnis PR yang ingin memperbarui keterampilan mereka, dan setiap konsumen media yang ingin memahami rahasia-rahasia di balik persuasi tertsebut.

Rabu, 12 Agustus 2020

Everything Is Figureoutable

 


Skor ujian dan ukuran pencapaian memberi tahu Anda di mana seorang siswa saat itu berada (kemampuan belajar), tetapi tidak memberi tahu Anda di mana nantinya seorang siswa akan berakhir. (Carol Dweck - Mindset: The New Psychology of Success)

Marva Collins adalah seorang legenda pendidikan Chicago, bahkan Amerika Serikat. Beberapa orang menganggapnya sebagai salah satu guru yang terhebat. Kenapa? Itu karena dia berhasil mengubah paradigma tentang belajar dan prestasi belajar.

Cerita tetang kehebatan Marva ini didokumentasikan dalam film TV Hall of Fame Hallmark Amerika tahun 1981 dengan judul _The Marva Collins Story_. Film TV tentang karya sepak terjangnya di dunia pendidikan nya yang menginspirasi itu dibintangi Cicely Tyson dan Morgan Freeman. Pada tahun 1994, Prince menampilkan Marva dalam video musiknya untuk albumnya berjudul "The Most Beautiful Girl in the World".

Bahkan ketika menyusun kabinetnya, Presiden terpilih saat itu Ronald Ragan yang terkesan dengan kemampuan, memintanya untuk menjadi Menteri Pendidikan. Namun, Marva menolak. Bukan karena dia tidak menyukai Reagan, melainkan karena dia ingin dapat terus mengubah stigmatisasi tentang kegagalan, ketidakmampuan, keterbatasan yang dimiliki siswa.  

Marva Collins adalah guru di Chicago Public School System. Dia mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap sistem pendidikan dasar yang dijalankan saat itu. Dia kecewa karena banyak siswa yang ditolak masuk sekolah negeri karena nilainya kurang, displin rendah, dan label-label lainnya. Dalam pemikiran Marva, sistem tersebut mencegah anak-anak mencapai potensi penuh mereka.

Dari kekecewaan itu, dia bertekad aakan mendirikan sekolah sendiri. Keingian itu disampaikannya ke sang suami. Dia meyakinkan sang suami, Clarence, untuk membantunya memulai sekolahnya sendiri dengan mengubah apartemen lantai atas rumah mereka menjadi rumah sekolah satu kamar.

Ketika menanyakan tentang izin untuk mengadakan sekolah, dia terkejut mengetahui dan menyadari betapa ribetnya peraturan untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan. Saat itu, setiap orang memang dapat mendirikan sekolah, tetapi untuk diakui oleh negara, dia harus mengajukan aplikasi.

Dia memutuskan bahwa dia tidak membutuhkan bantuan negara, dengan menyatakan bahwa dia tidak ingin siapa pun memberitahunya tentang cara mengajar. Dia diperingatkan bahwa banyak orang tua tidak ingin mendaftarkan anak-anak mereka di sekolah yang tidak dikenal.

Namun tekad Marva telah bulat. Dia menggunakan dana pensiunnya sebesar $ 5.000 dan membuka Westside Preparatory School di Chicago, Illinois, pada tahun 1975. Untuk membiayai sekolah, siswa hanya iharapkan untuk membayar sesuai kemampuan mereka.

Tujuan Marva membuka sekolah itu adalah untuk menampung atau menerima siswa-siswa yang ditolak oleh sekolah lain. Biasanya, mereka yang ditolak itu diberi label mengganggu, tidak bisa belajar dan tidak bisa diubah menjadi lebih baik. Karena itu, misi Marva mendirikan sekolah itu adalah untuk membuktikan bahwa semua anak dapat belajar jika diberi perhatian, dukungan, dan instruksi yang tepat.

Suatu saat, seorang calon siswa bernama Erica, dengan diantar orang tuanya datang ke Marva. Ketika itu, usia Erica enam tahun dan dianggap sebagai kasus tanpa harapan. Erica berbagi, “Saya diberitahu bahwa saya terbelakang; saya dianggap tidak akan pernah bisa membaca."

Namun Marva tidak terpengaruh. Erica memulai studinya di Westside Prep, dan Marva memberinya keyakinan yang tidak perlu dipertanyakan lagi bahwa dia sebenarnya bisa belajar membaca dan menulis. Ini bukanlah harapan atau keinginan dari Marva; itu adalah fakta yang tak terbantahkan. Marva juga menanamkan pada Erica tentang disiplin, martabat, dan kerja keras tanpa henti.

Ketika acara 60 Minutes CBS memprofilkan Marva dan murid-muridnya sekitar enam belas tahun kemudian, Erica memang belajar membaca dan menulis, dan bisa. Dalam tayangan itu dipertontonkan Erica yang baru diwisuda dari Universitas Negeri Norfolk.

Anda mungkin percaya bahwa yang apa yang kita yakini tentang dunia bisa merusak dan bisa membangun. Ingat cerita bagaimana Thomas Edison? Suatu ketika seorang guru Thomas Edison mengatakan, Edison "terlalu bodoh untuk mempelajari apa pun." Namun apa yang terjadi beberapa tahun kemudian? Albert Einstein juga tidak bisa berbicara sampai dia berusia empat tahun. Bahkan dia  tidak dapat membaca sampai dia berusia tujuh tahun.

Bila kita percaya pada penilaian itu, bisa jadi membuat orang menyerah dan tidak akan perah berupaya mengubahnya.  Akan tetapi, ceritanya menjadi lain bila orang percaya bahwa hal itu bukan tidak bisa diubah. Nyatanya, Edison, Einstein, Erica atau Rica-erica lainnya bisa berubah menjadi pribadi yang tidak dibayangkan oleh sebagian orang.

“Everything Is Figureoutable!” kata Marie Forleo.  Sesuatu yang mungkin tampak sulit dilakukan untuk pertama kalinya, tetapi masih dapat dipecahkan dengan sedikit kesabaran dan penelitian. Dalam buku Everything is figureoutable itu, Forleo menulis, keyakinan kita mendorong atau menghalangi sesorang  untuk hidup dengan potensi maksimalnya.

Keyakinan juga menentukan apakah kita gagal atau berhasil, dan bagaimana sesorang mendefinisikan kesuksesan sejak awal. Bayangkan saja puluhan tahun keyakinan tanpa henti, tindakan, dan tekad yang dibutuhkan untuk memberi hak memilih bagi perempuan di AS.

Atau bayangkan yang terjadi bila keyakinan Presiden John F. Kennedy dan tim di NASA goyah. Bisa jadi sampai saat itu, bahkan sampai beberapa tahun atau saat ini, AS tidak memiliki kemampuan untuk mengirim manusia ke luar angkasa dan berjalan di bulan, sesuatu yang seratus tahun lalu tampak tidak masuk akal.

“Keyakinan adalah tempat semuanya dimulai. Itu adalah asal mula dari setiap penemuan luar biasa dan lompatan maju yang pernah dilakukan manusia dari sains ke olahraga hingga bisnis hingga teknologi dan seni,” kata Forleo.

Senin, 10 Agustus 2020

Bicara Cepat dan Perintah Cepat

 

Seringkah Anda mendengarkan orang membicarakan atau menjelaskan sesuatu dengan cepat? Apa yang muncul dalam pikiran Anda ketika mendengarkan sesesorang menjelaskan sesuatu dengan cepat? Orang itu menguasai masalah? Ataukah orang itu sebenarnya tidak mengerti masalah, termasuk apa yang disampaikannya.  

Dalam disiplin komunikasi, ketika seseorang tidak mengerti apa yang dikatakan orang lain karena dia  berbicara cepat, orang cenderung menuruti atau mengiyakan apa yang disampaikan pembicara tadi.

Secara teori, ada dua alasan yang bisa menjelsakannya. Pertama, mereka mungkin tidak dapat memproses apa yang Anda katakan dan tidak ingin terlihat bodoh sehingga mereka enggan meminta klarifikasi.

Kedua, mereka mungkin tidak ingin memproses apa yang Anda katakan karena mereka merasa energi Anda sangat banyak. Mereka enggan atau takut menghadapinya, karena enetrgi Anda luar biasa. Bisa-bisa diskusinya atau perdebatannya semakin panjang. Dalam kondisi seperti itu, terutama orang yang merasa energinya lebih rendah dari si pembicara, orang bisa kehabisan argument karena kelelahan berpikir.

Fenomena lain adalah suatu ketika seseorang membutuhkan sesuatu. Orang itu katakanlah meminta tong Anda untuk melakukan sesuatu untuk Anda. Diakui atau tidak, ketika seseorang hendak meminta tolong ke Anda, dalam hati Anda muncul pertanyaan, apakah saya bisa atau mampu menolongnya.

Dalam situasi seperti itu, orang sering menggunakan trik bicara cepat. Mereka tidak menolak permintaan untuk menolong. Mereka akan mendekati orang yang meminta tolong. Biasanya, bukan bantuan langsung yang mereka berikan, melainkan – katakanlah sebah instruksi ketimbang tips.

Mereka akan memberi instruksi ke orang yang minta tolong untuk melakukan sesuatu. Hanya saja, biasanya instruksi itu diberikan dengan gaya bicara yang cepat. Dia memberikan instruksi tentang apa yang harus dilakukan dan kemudian pergi.

Pesan yang ingin disampaikan dari tips tadi adalah jangan terlalu banyak memberi waktu kepada orang yang diberikan saran atau instruksi itu. Sebab bila mereka diberi waktu lebih banyak, mereka mempunyai kesempatan untuk berpikir. Bila mereka berpikir, akan muncul banyak pertimbngan termasuk pertimbangan untuk menolak instruksi yang diberikan.

Itu sebabnya, trik ini juga banyak dilakukan oleh atasan ketika memberikan instruksi kepada bawahannya. Ketika seseorang berada dalam posisi yang mempunyai otoritas dan memberikan instruksi kepada junior, orang tersebut merasa dirinya sebagai orang penting.

Mungkin bukan hanya dia yang merasa itu, bawahannya juga demikian. Karena itu, mereka pun maklum ketika atasan tadi memberikan instruksi singkat dan pergi. “Dia tak punya banyak waktu,” pikir sang bawahan.

Sang bawahannya juga sudah tentu berpikir positif sang atasan ingin segera bawahannya bertindak. Mereka bertindak cepat untuk menanggapi permintaan Anda Bawahannya tadi bertindak cepat bisa bermakna dua hal. Pertama, untuk menyenangkan sang atasan. Atau kedua, sang bawahannya memang ingin segera menyelesaikan permasalahannya.

Apakah benar adanya? Belum tentu, karena bisa jadi yang dia lakukan itu sebenarnya untuk menutupi kekurangan dia karena tidak menguasai pemasalahan bahkan apa yang mereka instruksikan.

Biacara cepat juga biasa digunakan sebagai taktik para penjual, terutama penjual mobil. Dengan berbicara cepat kepada pelanggan dan mengoceh semua detail mobil ini dan itu, pelanggan dengan mudah menjadi kewalahan dan berikutnya memutuskan pilihannya atas mobil yang ditawarkan. Ini memang bukan untuk kepentingan terbaik pelanggan, tetapi pasti demi kepentingan terbaik penjual.

 

Rabu, 10 Juni 2020

MENGAPA KOTA KREATIF?


Pada tahun 1900an, Buffalo merupakan kota terbesar ke delapan di Amerika Serikat. Letaknya yang berada di salah satu bagian tersibuk di Erie Canal, ujung dari kanal di Great Lakes, menjadikan kota tersebut pusat kegiatan penggilingan gandum besar dan salah satu pabrik baja terbesar di negara AS. 

Seperti kebanyakan kota-kota lain di kawasan utara, Buffalo merupakan kota yang makmur selama Perang Dunia II. Setelah Perang Dunia II, industri manufaktur bergairah memproduksi mobil dan barang-barang industri. Populasinya meningkat menjadi lebih dari 500.000 jiwa pada pertengahan 1950-an. 

Sekarang populasi Buffalo tinggal setengahnya. Buffalo menjadi kota merana yang sulit untuk diperbaiki karena de-industrialisasi yang terjadi di kawasan itu.

Kota adalah pendorong ekonomi negara. Kota juga merupakan wadah budaya, peradaban, dan pusat penciptaan kekayaan suatu negara. Asumsi ini mengimplikasikan bahwa kota pada dasarnya juga merupakan pusat perubahan sekaligus sebagai sesuatu yang selalu berubah.  

Ditambah dengan masalah infrastruktur, ekonomi dan sosial, perubahan dramatis selalu terjadi sehingga bila sebuah kota ingin bertahan dan berkembang dituntut kemampuannya untuk beradaptasi dan menafaatkan perubahan tersebut. 

Diakui atau tidak, globalisasi menimbulkan dampak yang beragam dari satu kota ke lainnya, bahkan di dalam kota itu sendiri. Mereka kini semakin saling berhubungan dan bersaing langsung satu sama lain. 

Globalisasi membuat kota harus bersaing dengan kota-kota lain dari seluruh dunia untuk menarik sumber daya: manusia, keuangan, dan infrastruktur. Untuk menarik sumber daya itu, image dan reputasi kota merupakan dua hal yang sangat penting.

Sebuah kota harusnya terus tumbuh dan membuat sejahtera warganya. Kota yang tumbuh secara ekonomi berarti semakin memberikan peluang bagi warganya agar tidak kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan atau mendapatkan rejeki lainnya melalui usaha mereka. Dengan demikian warganya diharapkan bisa sejahtera.

Tapi kota juga tidak diam. Kota selalu bergerak ke depan, berkembang atau beberapa diantaranya meredup dan kehilangan nilai pentingnya dalam hirarki perkotaan. Banyak kota di dunia mengalami masa transisi yang sulit. Industri lama yang sempat menjadi kekuatan ekonomi sebuah kota kini menghilang, karena nilai tambah yang diciptakannya berkurang.

Agar tidak mati, sebuah kota harus memenuhi kebutuhan warganya. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara fungsi kota dan kemampuannya dalam memenuhi tanggung jawabnya dalam  menciptakan kesejahteraan bersama.

Kota, tulis Charles Landry dalam The Creative City: A Toolkit for Urban Innovators, memiliki satu sumber daya penting - orang-orang di dalamnya. Kepintaran, keinginan, motivasi, imajinasi, dan kreativitas manusia menggantikan lokasi, sumber daya alam, dan akses pasar sebagai sumber daya perkotaan. Kreativitas orang-orang yang tinggal di kota dan yang menjalankan kota akan menentukan keberhasilan sebuah kota di masa depan.

Dalam kota yang sejahtera, masyarakat berdiri tangguh menghadapi bencana dan benturan nilai antar warga dan kebutuhan mereka. Masayarakat berusaha keras agar kotanya menjadi tempat yang baik untuk hidup dan bekerja dan orangpun ingin pindah ke sana.

Karena itu, sebuah kota perlu mengembangkan tidak hanya kehidupan sosial yang menarik tetapi juga kehidupan ekonomi yang kuat dan memberikan masa depan yang menjanjikan. Bila tidak, kota itu akan ditinggalkan warga dan industri dan menjadi kota mati.

Akan tetapi, kesejahteraan tidak akan bisa ada bila perusahaan-perusahaan di dalamnya tidak tumbuh juga. Perusahaan juga perlu untuk tumbuh dan sejahtera. Dengan demikian diantara keduanya harus ada saling ketergantungan dan satu sama lain berhubungan dengan erat. 

Karena itu, hidup matinya sebuah kota sangat tergantung pada kemampuannya untuk menarik dan menghidupkan usaha kecil, menegngah, domestik dan asing seperti perusahaan multinasional dan sebagainya.

Dalam buku Winning Global Markets, Philip dan Milton Kotler mencontohkan beberapa kota yang gagal tumbuh seperti  Detroit dan Flint di Michigan; Cleveland, Dayton, dan Youngstown di Ohio; dan Stockton dan Riverside di California karena kota-kota itu tidak lagi mampu menjadikan dirinya menarik bagi para pengusaha untuk  berbisnis.

Sebuah kota menjadi “mati” tidak hanya karena penduduknya bergerak menjauhi kota tersebut.  Kematian sebuah kota bisa terjadi karena kota kehilangan industri dan populasi penting yang dulunya membuat mereka menjadi kota-kota penting. 

Di sisi lainnya, sebuah kota tidak akan bisa menarik dan menumbuhkan perusahaan bila kondisi warganya tidak mendukung. Disini berarti semua stakeholder dalam kota tersebut harus terjadi saling interaksi. 

Perkembangan kota menuntut perubahan paradigma dalam cara pengelolaan kota dalam  memanfaatkan bakat dan kreativitas penghuninya, bisnis, pemerintah kota, dan warganya sendiri. 

Tahun 2008, ketika dunia didera krisis keuangan yang menyebabkan turunnya permintaan global, banyak negara mengalami resesi. Yang menarik, pada saat resesi, ekonomi kreatif tumbuh secara signifikan. Pada 2010, ekspor barang dan jasa kreatif dunia mencapai $ 650 miliar atau hampir dua setengah kali ekspor pada 2002.

Beberapa penelitian menunjukkan industri budaya dan kreatif yang mewakili perusahaan yang sangat inovatif memiliki potensi yang besar. Industri budaya dan kreatif yang menjadi salah satu sektor paling dinamis di Eropa memberikan kontribusi sekitar 2,6% terhadap product domestic bruto (PDB) Negara-negara Uni Eropa, sehingga berpotensi untuk terus berkembang. Industri ini memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi, dan menyediakan lapangan kerja berkualitas untuk 5 juta orang di Uni Eropa.

Fenomena tersebut menunjukkan makin pentingnya kota kreatif. Konsep 'kota kreatif' muncul pada 1980-an ketika orang mulai melirik budaya sebagai cara berpikir baru untuk mengatasi masalah dan membangkitkan kembali kota yang image dan “kekuatannya” mengalami penurunan (Landry, 2003). Sejak itu, kota kreatif digunakan oleh perencana dan pembuat kebijakan perkotaan sebagai paradigma baru dalam pembangunan perkotaan.

Selasa, 10 Maret 2020

Jatuh Bangun Netflix




Netflix memang spektakular. Bayangkan selama 8 tahun terakhir, jumlah pelanggan Netflix naik secara konsisten. Pertumbuhannya tidak pernah turun dan tidak pernah mendatar. Saya juga mengamati, selama 5 tahun terkahir tidak kurang dari sepuluh buku yang ditulis tentang Netflix.

Tahun 2019 ada buku yang berjudul *Netflix Nations - The Geography of Digital Distribution* karya Ramon Lobato (New York University Press, 2019) untuk menggambarkan betapa besar dan powerful-nya Netflix. Televisi, yang dulunya merupakan media penyiaran, sekarang berubah menjadi bergerak melalui saluran telepon, kabel serat optik, dan jaringan nirkabel.

Ini dikirim ke pemirsa melalui aplikasi, layar besar dan kecil, dan pemutar media dari semua jenis. Dalam lingkungan yang tidak dikenal ini, raksasa global baru distributor televisi muncul memberikan layanan video-on-demand berlangganan terbesar di dunia.

Namun, sejatinya perjalanan Netflix tidak selalu mulus. Sebagaimana yang dihadapi banyak perusahaan, Netflix juga ernah jatuh, karena munculnya persaingan. Namun dengan memanfaatkan kekuatannya, Netflix keluar dari krisis dan kembali tegak.  



Setiap saat atau kapanpun kita bisa mendapati krisis, sesuatu yang tidak terduga, negatif dan serius atau proses yang mengancam nilai fisik dan atau immaterial baik perorangan maupun suatu organisasi. Dalam krisis, seseorang atau perusahaan yang dianggap bertanggung jawab atas krisis, reputasinya mungkin rusak. Pandangan atau sikap pelanggan terhadap mereka dapat berubah secara radikal dari menyukai menjadi membenci.

Komunikasi krisis yang efisien dapat mengimbangi perasaan negatif tersebut sehingga setidaknya bisa mengurangi jumlah suara-suara atau pesan yang tidak diinginkan yang muncul di berbagai saluran, termasuk media sosial (Coombs et al., 2010, hal. 338).




Literatur tentang komunikasi krisis menawarkan banyak sudut pandang, seperti strategi restorasi citra (misalnya Benoit, 1995), dan teori komunikasi krisis situasional yang mendefinisikan berbagai jenis krisis berdasarkan tanggung jawab krisis terkait dengan tanggapan yang sesuai (misalnya Coombs, 2007).

Dari keragaman sudurt pandang tersebut, ada satu kesamaan bahwa komunikasi krisis -- dalam hubungannya dengan stakeholder strategis seperti pelanggan – yakni perlunya keterbukaan dan bukan mencari-cari alasan atau menyalahkan orang lain, keaktifan, dan kemauan untuk menemukan solusi. 

Alih-alih mengakui kesalahan, banyak juga perusahaan atau organisasi yang cenderung ngeles dengan – seringkali – argumentasi yang tidak logis dan tidak tertata rapih sehingga alih-alih konsisten malah belepotan.

Selain transparansi dalam kegiatannya, keterbukaan mengacu pada pernyatan mengakui masalah dan berkomunikasi secara terbuka. Pengalaman beberapa perusahaan, strategi seperti itu membuat pelanggan menyadari bagaimana hal-hal terjadi dan menyadari bahea perusahaan sudah melakukan sesuatu untuk memperbaiki situasi.

Keaktifan tidak hanya tentang upaya dan tindakan untuk memecahkan krisis, dan mendengarkan kekhawatiran pelanggan, tetapi juga tentang kejujuran, strategi komunikasi yang sesuai, dan respons yang cepat serta mempertahankan kehadiran secara aktif bukan menghindarinya. Tujuannya adalah menciptakan persepsi bahwa perusahaan meletakkan kepentingan pelanggan pada posisi teratas dan pelanggan merasa dipentingkan.

Netflix adalah perusahaan inovatif yang telah mengubah cara orang menyewa film dan menonton acara TV. Model bisnisnya didasarkan pada layanan berlangganan yang menyediakan pengiriman DVD sewaan ke rumah, streaming film dan acara TV. Netflix mendapatkan keuntungan dari pesatnya pertumbuhan pasar penyewaan DVD, internet dan e-commerce dengan menyediakan layanan yang sulit disaingi oleh pengecer tradisional, seperti Blockbuster.

Namun, pada 2011, kenaikan harga, keputusan manajemen yang buruk, perubahan teknologi, dan meningkatnya persaingan mengancam Netflix. Akibatnya, pada Januari 2011, harga sahamnya merosot tajam. Namun, pada Juli 2011, harga sahamnya melonjak dari sekitar $ 180 per saham menjadi lebih dari $ 300 per saham. Hanya saja  kondisi itu tifdak berlangsung lama karena pada akhir tahun 2011 harga per sahamnya turun lagi menjadi $ 69 dan Netflix kehilangan 800.000 pelanggan domestiknya.

Peristiwa ini seakan sebuah anomali. Bagaimana tidak, Netflix merupakan perusahaan yang tertata rapih dan dikelola dengan manajemen modern. Filosofi perusahaan yang tersimpul dalam frasa "freedom and responsibility" membuat perusahaan merasa wajib mendorong setiap manajernya menjadi pemimpin, tidak pernah puas dengan gaji yang biasa-biasa saja, membayar gaji yang tinggi, dan memberikan manajer praturan yang ketat untuk diikuti. Untuk mewujudkan filosofi ini, proses perencanaan dan penyelarasan tujuan tersebut, setiap tiga bulan dilakukan evaluasi.

Evaluasi dilakukan dalam rapat. Dalam setiap rapat, selalu ada harapan bahwa setelah rapat, ketika peserta meninggalkan ruangan, mereka mempunyai pemahaman yang jelas. 

Pemahaman tentang apa? Tentang masalah utama yang mereka hadapi dan harus segera diselesaikan: apa yang penting, apa yang sedang dan tidak berhasil, langkah yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah itu, dan bagaimana cara perusahaan bisa meningkatkan kinerja setiap produk yang dipasarkannya. 

Informasi itu tersedia dan bisa diakses siapa saja di dalam organisasi. Dalam hal ini, Netflix tidak membedakan apakah dia seorang pemimpin perusahaan atau manajer.  

Merencanakan, memimpin, dan mempertahankan orang yang bertanggung jawab di Netflix adalah bagian dari kapasitas organisasi untuk mendapatkan hal yang benar untuk dilakukan. Ini telah menjadi  sebuah sistem. 

Memimpin orang bukan merupakan fungsi dari posisi seseorang dalam hierarki atau sifat individu yang diajarkan kepada mereka yang masuk dalam kategori "karyawan berpotensi besar." 

Ada harapan bahwa setiap orang di dalam Netflix mengambil inisiatif, membuat keputusan, dan mempengaruhi orang lain agar bekerja sesuai dengan strategi perusahaan. .Setiap orang memberi dan mendapat masukan - dari anggota tim, supervisor, manajer, dan pelanggan.

Ada keyakinan yang sama di Netflix bahwa hasil yang baik bergantung pada masing-masing orang sesuai  perspektif mereka. Ini adalah bagian dari sistem secara keseluruhan yang menekankan transparansi. Mendapatkan keberpihakan pada arah dan mendapatkan hasil dengan cara yang benar sangat penting. Orang-orang yang gagal mencapai ini diminta untuk meninggalkan perusahaan.

Pada tahun 2011, Netflix mulai merasakan agresivitas pesaingnya. Perusahaan seperti Hulu.com, Google TV, Apple TV, berbagai perusahaan TV kabel, dan lainnya masuk dalam persaingan dengan menawarkan streaming. 

Comcast misalnya, menawarkan Streampix kepada pelanggan Xfmity dengan harga $ 4,99 per bulan (Gorman, 2012). Jaringan Dish dan Blockbuster bergabung -- seperti Verizon dan Redbox --  menawarkan film dan acara TV di internet. 

Hulu Plus hanya mengenakan tariff langganan $ 7,99 per bulan, sama dengan Netflix, tetapi mereka memiliki kelebihan karena menawarkan pilihan terbatas dari acara TV yang sebelumnya gratis (Gadget Review, 2012).

Netflix karena memiliki beberapa kelemahan. Adanya sistem dua tariff (harga) menjadi lubang bagi pesaingnya untuk menghancurkannya. Saat itu, Netflix menenapkan tarif antara konten yang dibagikan melalui streaming dan segmen DVD.

Untuk mendapatkan konten untuk streaming, Netflix mengandalkannya dari studio film yang melisensikannya dengan basis biaya tetap. Dengan demikian, studio film mendapatkan lebih banyak keuntungan dari semakin banyaknya pesaing karena mereka bisa melisensikan kontennya ke banyak pemain sehingga mereka dapat menagih lebih banyak untuk hak untuk streaming film dan acaranha. Di sisi lain, biaya tetap yang dibayar Netflix untuk mendapatkan konten streaming kemungkinan meningkat karena hukum permintaan dan penawaran.

Netflix juga harus berurusan dengan perusahaan pesaing begitu kontrak kontennya harus diperbarui dan untuk memperluas koleksi filmnya yang terbatas. Biaya konten Netflix melonjak dari $ 2,4 miliar menjadi $ 3,5 miliar (Lang, 2011). Peningkatan biaya konten itu berpotensi besar melemahkan kemampuan Netflix untuk menghasilkan laba di masa depan.

Untuk segmen DVD, Netflix memiliki banyak pengaturan bagi hasil sehingga menghasilkan model biaya variabel yang lebih ringan. Karena keadaan bisnis yang mature, Netflix mengharapkan bisnis DVD ini memberikan margin yang sehat namun pertumbuhannya tidak besar bahkan cenderung turun. Itu sebabnya, perusahaan mengharapkan pertumbuhan pendapatannya yang besar dari steaming.

Pelanggan makin kecewa ketika Juli 2011 Netflix mengubah model berlangganan dan tarifnya. Netflix melakukan itu untuk lebih mencocokkannya dengan segmen bisnis perusahaan: streaming dan penyewaan DVD. Sebelumnya, Netflix menyediakan paket berlangganan, pertama, dengan tariff $ 7,99 per bulan untuk streaming tanpa batas. Kedua, tariff  $ 9,99 per bulan untuk streaming tanpa batas plus  DVD tanpa batas. 

Namun mulai Juli 2011, Netflix menawarkan paket berlangganan secara terpisah untuk streaming saja atau paket DVD, masing-masing dengan biaya untuk $ 7,99. Jika pelanggan ingin berlangganan keduanya, streaming dan DVD, harga berlangganannya menjadi $ 15,98 per bulan. Tawaran itu berlaku untuk pelanggan baru dan pada bulan September untuk pelanggan lama. 

Perubahan ini menyiratkan kenaikan harga 60 persen dan membuat banyak pelanggannya kesal. Banyak pelanggan lama dan calon pelanggan merasa bahwa koleksi online Netflix tidak sebanding karena tidak memiliki beragam konten baru. Karena itu, pelanggan yang lebih suka melakukan streaming cenderung memesan DVD ketika mereka tidak bisa mendapatkan film atau acara tertentu dari online.

Selain itu, muncul persepsi pada pelanggan bahwa Netflix seakan berubah menjadi tamak meskipun mereka menyadari bahwa kenaikan harga adalah cara untuk meningkatkan uang tunai agar konten dan  online untuk streaming meningkat.

Selain itu, Netflix menghadapi masalah dalam mengamankan konten untuk layanan streaming-nya. Pada September 2011, negosiasi dengan Starz gagal (Hollister, 2011). Ini berarti kesepakatan Netflix dan Starz harus berakhir pada 28 Februari 2012. Ini membuat citra Netflix sebagai penyedia film bermutu jatuh karena Starz selalu memiliki film klasik dan baru.

Film milik Starz termasuk film dari Walt Disney Studios dan Sony Pictures Entertainment. Namun Netflix berhasil membuat kesepakatan dengan Dreamworks untuk film-film dan televisi spesial yang dimulai pada 2013. Ini terjadi menjelang kontrak Dreamworks dengan HBO berakhir.

Pada tanggal 18 September 2011 Reed Hastings, CEO dan Pendiri Netflix, melalui blog pribadinya meminta maaf karena tidak mengkomunikasikan alasan di balik kenaikan harga. Dia juga mengumumkan pemisahan Netflix menjadi dua perusahaan, pertama, penyewaan DVD berganti nama menjadi Qwickster. Kedua, Netflix yang menawarkan video game dengan biaya tambahan dan komponen streaming perusahaan.

Kedua perusahaan akan memiliki situs web terpisah dan tidak akan terintegrasi. Reed menyatakan, "Beberapa member mungkin akan merasa bahwa kita tidak boleh membagi bisnis, dan bahwa kita tidak boleh mengganti nama DVD oleh layanan email. Pandangan kami adalah dengan pemisahan bisnis ini, kami akan lebih baik dalam streaming, dan kami akan lebih baik di DVD. Mungkin kita bergerak terlalu cepat sehingga sulit untuk mengatakan itu."

Pada 10 Oktober, setelah reaksi keras, termasuk hilangnya 800.000 pelanggan pada kuartal ketiga, Hasting mengubah keputusannya yang membagi perusahaan menjadi dua. "Rencana untuk menjauhkan merek Netflix dari bisnis penyewaan DVD dibatalkan oleh pendiri dan kepala eksekutif Netflix. Pemisahan itu menjadi salah satu blunder bisnis terbesar tahun ini" (Wingfield dan Stelter, 2011).

Desember 2011, penyedia layanan Pos Amerika Serikat mengumumkan, mereka berencana menghapus paket pengiriman yang sampai pada hari berikutnya untuk surat kelas satu. Ini memunculkan masalah bagi Netflix karena dapat memperlambat pengiriman DVD-nya.

Karena itu, manajemen harus memikirkan cara untuk mengatasi masalah potensial ini, karena pelanggan mungkin memutuskan untuk beralih ke penyedia layanan lain jika layanan DVD menjadi kurang nyaman. Konsumen sudah kesal tentang kenaikan harga dan tampaknya fokus Netflix untuk masa depan adalah pada streaming dengan biaya berapapun (Wingfield, 2011).

Pada 15 Juli, laporan kuartal kedua Netflix menunjukkan pertumbuhan pendapatan 40% dari tahun sebelumnya, dan pendapatan yang meroket. Pada saat yang sama, Netflix global mendapatkan 5,1 juta pelanggan baru.

Netflix merupakan saah satu contoh perusahaan yang berhasil memanfaatkan teknologi digital untuk mencapai keunggulan kompetitif melalui proses, kepemimpinan produk, hubungan pelanggan, dan inovasi yang lebih baik.

Dalam buku Digital Disciplines - Attaining Market Leadership Via The Cloud, Big Data, Social, Mobile, And The Internet Of Things, Joe Weinman (John Wiley & Sons, Inc, 2015) menulis disiplin digital meliputi  empat strategi bersaing yang memanfaatkan teknologi digital saat ini. Tujuannya adalah untuk menciptakan nilai pelanggan yang tak ditandingi pesaing.

Dengan menggunakan bahasa non-teknis, buku ini menjelaskan cetak biru yang dapat digunakan oleh perusahaan mana pun, baik besar maupun kecil untuk mendapatkan atau mempertahankan kepemimpinan pasar, berdasarkan wawasan yang diperoleh dari memeriksa raksasa digital modern seperti Amazon dan Netflix serta perusahaan mapan seperti GE , Nike, dan UPS.

Perusahaan dapat mengembangkan keunggulan kompetitif melalui empat disiplin digital – yakni keunggulan informasi, kepemimpinan solusi, keintiman bersama, dan inovasi yang dipercepat - yang memanfaatkan komputasi cloud, big data dan analitik, jaringan seluler dan jaringan kabel, media sosial, dan Internet.

Keempat disiplin ini mewakili perluasan dan evolusi disiplin nilai keunggulan operasional, kepemimpinan produk, dan keintiman pelanggan yang awalnya didefinisikan oleh Michael Treacy dan Fred Wiersema dalam bisnis bestselling klasik The Discipline of Market Leaders.

Keunggulan operasional sekarang harus mencakup keunggulan informasi - memanfaatkan otomatisasi, informasi, analitik, dan algoritma canggih untuk membuat proses lebih cepat, lebih baik, dan lebih hemat biaya, serta menghasilkan pendapatan baru.

Kepemimpinan produk harus diperluas ke kepemimpinan solusi - produk digital cerdas mulai dari turbin angin hingga perangkat yang dapat dikenakan yang terhubung satu sama lain, layanan cloud, jejaring sosial, dan ekosistem mitra.

Keintiman pelanggan berkembang ke keintiman bersama - karena hubungan tatap muka tidak hanya online, tetapi secara kolektif dianalisis untuk memberikan rekomendasi yang ditargetkan secara individu mulai dari buku dan film hingga terapi khusus pasien. Inovasi tradisional tidak lagi cukup - percepatan inovasi melampaui inovasi terbuka untuk mengeksploitasi crowdsourcing, pasar ide, tantangan, dan kontes ekonomi untuk secara dramatis meningkatkan proses, produk, dan hubungan.

Naumn yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa memiliki dasar-dasar yang benar - memiliki proses manajemen yang dirancang dengan baik dan dijalankan dengan baik - hanyalah prasyarat untuk kelincahan. Mempertahankan kinerja tinggi adalah fungsi apakah proses tertentu fleksibel dan cepat.