Rabu, 10 Juni 2020

MENGAPA KOTA KREATIF?


Pada tahun 1900an, Buffalo merupakan kota terbesar ke delapan di Amerika Serikat. Letaknya yang berada di salah satu bagian tersibuk di Erie Canal, ujung dari kanal di Great Lakes, menjadikan kota tersebut pusat kegiatan penggilingan gandum besar dan salah satu pabrik baja terbesar di negara AS. 

Seperti kebanyakan kota-kota lain di kawasan utara, Buffalo merupakan kota yang makmur selama Perang Dunia II. Setelah Perang Dunia II, industri manufaktur bergairah memproduksi mobil dan barang-barang industri. Populasinya meningkat menjadi lebih dari 500.000 jiwa pada pertengahan 1950-an. 

Sekarang populasi Buffalo tinggal setengahnya. Buffalo menjadi kota merana yang sulit untuk diperbaiki karena de-industrialisasi yang terjadi di kawasan itu.

Kota adalah pendorong ekonomi negara. Kota juga merupakan wadah budaya, peradaban, dan pusat penciptaan kekayaan suatu negara. Asumsi ini mengimplikasikan bahwa kota pada dasarnya juga merupakan pusat perubahan sekaligus sebagai sesuatu yang selalu berubah.  

Ditambah dengan masalah infrastruktur, ekonomi dan sosial, perubahan dramatis selalu terjadi sehingga bila sebuah kota ingin bertahan dan berkembang dituntut kemampuannya untuk beradaptasi dan menafaatkan perubahan tersebut. 

Diakui atau tidak, globalisasi menimbulkan dampak yang beragam dari satu kota ke lainnya, bahkan di dalam kota itu sendiri. Mereka kini semakin saling berhubungan dan bersaing langsung satu sama lain. 

Globalisasi membuat kota harus bersaing dengan kota-kota lain dari seluruh dunia untuk menarik sumber daya: manusia, keuangan, dan infrastruktur. Untuk menarik sumber daya itu, image dan reputasi kota merupakan dua hal yang sangat penting.

Sebuah kota harusnya terus tumbuh dan membuat sejahtera warganya. Kota yang tumbuh secara ekonomi berarti semakin memberikan peluang bagi warganya agar tidak kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan atau mendapatkan rejeki lainnya melalui usaha mereka. Dengan demikian warganya diharapkan bisa sejahtera.

Tapi kota juga tidak diam. Kota selalu bergerak ke depan, berkembang atau beberapa diantaranya meredup dan kehilangan nilai pentingnya dalam hirarki perkotaan. Banyak kota di dunia mengalami masa transisi yang sulit. Industri lama yang sempat menjadi kekuatan ekonomi sebuah kota kini menghilang, karena nilai tambah yang diciptakannya berkurang.

Agar tidak mati, sebuah kota harus memenuhi kebutuhan warganya. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara fungsi kota dan kemampuannya dalam memenuhi tanggung jawabnya dalam  menciptakan kesejahteraan bersama.

Kota, tulis Charles Landry dalam The Creative City: A Toolkit for Urban Innovators, memiliki satu sumber daya penting - orang-orang di dalamnya. Kepintaran, keinginan, motivasi, imajinasi, dan kreativitas manusia menggantikan lokasi, sumber daya alam, dan akses pasar sebagai sumber daya perkotaan. Kreativitas orang-orang yang tinggal di kota dan yang menjalankan kota akan menentukan keberhasilan sebuah kota di masa depan.

Dalam kota yang sejahtera, masyarakat berdiri tangguh menghadapi bencana dan benturan nilai antar warga dan kebutuhan mereka. Masayarakat berusaha keras agar kotanya menjadi tempat yang baik untuk hidup dan bekerja dan orangpun ingin pindah ke sana.

Karena itu, sebuah kota perlu mengembangkan tidak hanya kehidupan sosial yang menarik tetapi juga kehidupan ekonomi yang kuat dan memberikan masa depan yang menjanjikan. Bila tidak, kota itu akan ditinggalkan warga dan industri dan menjadi kota mati.

Akan tetapi, kesejahteraan tidak akan bisa ada bila perusahaan-perusahaan di dalamnya tidak tumbuh juga. Perusahaan juga perlu untuk tumbuh dan sejahtera. Dengan demikian diantara keduanya harus ada saling ketergantungan dan satu sama lain berhubungan dengan erat. 

Karena itu, hidup matinya sebuah kota sangat tergantung pada kemampuannya untuk menarik dan menghidupkan usaha kecil, menegngah, domestik dan asing seperti perusahaan multinasional dan sebagainya.

Dalam buku Winning Global Markets, Philip dan Milton Kotler mencontohkan beberapa kota yang gagal tumbuh seperti  Detroit dan Flint di Michigan; Cleveland, Dayton, dan Youngstown di Ohio; dan Stockton dan Riverside di California karena kota-kota itu tidak lagi mampu menjadikan dirinya menarik bagi para pengusaha untuk  berbisnis.

Sebuah kota menjadi “mati” tidak hanya karena penduduknya bergerak menjauhi kota tersebut.  Kematian sebuah kota bisa terjadi karena kota kehilangan industri dan populasi penting yang dulunya membuat mereka menjadi kota-kota penting. 

Di sisi lainnya, sebuah kota tidak akan bisa menarik dan menumbuhkan perusahaan bila kondisi warganya tidak mendukung. Disini berarti semua stakeholder dalam kota tersebut harus terjadi saling interaksi. 

Perkembangan kota menuntut perubahan paradigma dalam cara pengelolaan kota dalam  memanfaatkan bakat dan kreativitas penghuninya, bisnis, pemerintah kota, dan warganya sendiri. 

Tahun 2008, ketika dunia didera krisis keuangan yang menyebabkan turunnya permintaan global, banyak negara mengalami resesi. Yang menarik, pada saat resesi, ekonomi kreatif tumbuh secara signifikan. Pada 2010, ekspor barang dan jasa kreatif dunia mencapai $ 650 miliar atau hampir dua setengah kali ekspor pada 2002.

Beberapa penelitian menunjukkan industri budaya dan kreatif yang mewakili perusahaan yang sangat inovatif memiliki potensi yang besar. Industri budaya dan kreatif yang menjadi salah satu sektor paling dinamis di Eropa memberikan kontribusi sekitar 2,6% terhadap product domestic bruto (PDB) Negara-negara Uni Eropa, sehingga berpotensi untuk terus berkembang. Industri ini memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi, dan menyediakan lapangan kerja berkualitas untuk 5 juta orang di Uni Eropa.

Fenomena tersebut menunjukkan makin pentingnya kota kreatif. Konsep 'kota kreatif' muncul pada 1980-an ketika orang mulai melirik budaya sebagai cara berpikir baru untuk mengatasi masalah dan membangkitkan kembali kota yang image dan “kekuatannya” mengalami penurunan (Landry, 2003). Sejak itu, kota kreatif digunakan oleh perencana dan pembuat kebijakan perkotaan sebagai paradigma baru dalam pembangunan perkotaan.