Senin, 26 Desember 2022

HAE RA DAN TUMINEZ




Kemarin saya bersama anak perempuan saya nonton drama Korea di Netflix. Judulnya, Black Knight: The Man Who Guards Me. Drakor yang dirilis pada 2017 ini dibintangi oleh Kim Rae Won, Shin Se Kyung, Seo Ji Hye, dan Jang Mi Hee.

Selain bintangnya yang ganteng dan cantik, settingnya – sebagaimana drakor-drakor lainnya – juga menawan. Ada daerah di Pegunungan Alpen dan sebuah desa di Slovenia, tempat tinggal Moon Soo Ho (Kim Rae Won), seorang pengusaha sukses yang memang tinggal di luar negeri. Bangunan rumah berbatuan di atas bukit khas putih dengan pemandangan pantai yang eksotika dan menarik.  

Seperti film-film lainnya, cerita dalam film itu penuh keajaiban dan khayalan. Setelah kematian orang tuanya, Soo Ho dibesarkan oleh sahabat ayahnya. Dia tumbuh dewasa bersama putri sahabat ayahnya tadi, Jung Hae Ra (Shin Se Kyung). Sejak orang tuanya mendadak bangkrut dan meninggal, hidup Hae Ra menjadi sengsara. Hae Ra hidup sederhana dan bekerja di sebuah agen perjalanan.

Cerita itu kemudian beralih dengan berbagai keajaiban. Orang mungkin membayangkan cerita itu tidak mungkin terjadi dalam dunianyata. Toh bagi saya ceritanya menarik. Selain didukug pemain yang ganteng dan cantik serta setting panorama kota ang menawan, seperti Drako yang lain, ceritanya selalu menampilkan kerja keras, intrik, bisnis kolutif yang sering bersinggungan dengan pemerintah (bandingkan dengan sinetron Indonesia), dan konflik yang seringkali berakhir dengan dua-dua memang tak ada yang kalah total.

Dimana khayalannya? Soo Hoo yang merasa dikhianati oleh sahabat ayahnya itu pergi sehingga bertemu dengan seorang perempuan misterius. Soo Ho yang hancur dan putus asa dinasehati perepuan itu, bahwa  keberuntungan besar sedang menantinya. Soo Hoo lalu bekerja keras sehingga apa yang dikatakan perempuan tadi menjadi nyata. Soo Ho berhasil menjadi pengusaha sukses.

Akan halnya Hae Ra, di tengah-tengah keputusasannya sebagai pekera di agen perjalanannya, dia bermimpi mendapatkan jubah merah yang dulu ayahnya pesan dari sebuah butik, Sharon Boutique. Jubah itulah yang mengubah nasibnya. Diawali tiba-tiba dia dipertemukan dengan Soo Ho, keberuntungan-keberutungan terus mengikutinya.

Masih di Asia, berbeda dengan cerita tentang Soo Ho dan Haera yang penuh khayalan. Di dunia nyata, seperti yang ditulis Whitney Johnson dalam buku Smart Growth: How to Grow Your People to Grow Your Company (Harvard Business School Publishing, 2022), ada Astrid Tuminez yang tampaknya dilahirkan dalam keadaan tak ada jalan seperti yang dialami Soo Ho atau Hae Ra. Kodisi kehidupan Astrid, sepertinya tidak mempunyai peluang untuk berubah.

Sebagai anak keenam dari tujuh bersaudara, keluarganya pindah ketika dia berusia dua tahun dari desa pertanian terpencil di Filipina ke daerah kumuh yang penuh kekerasan di ibu kota provinsi, Kota Iloilo. Ayahnya berpenghasilan $ 50 per bulan, nilai yang orang tak bisa bayangkan bagaimana sebuah keluarga dengan jumlah keluarga sembilan harus hidup di daerah kota.

Ketika Tuminez berusia lima tahun, ibunya pergi, meninggalkan saudara perempuannya yang berusia lima belas tahun, Marley. Sebagai anak tertua, Marley, yang bertanggung jawab megurus adik-adiknya. Mereka tinggal di gubuk berlantai bambu di atas laut. Tidak ada air mengalir, sanitasi, atau listrik. Marley mencuci pakaian mereka dengan tangan. Mereka memasak makanan mereka — terutama nasi — di atas tungku tanah dengan kayu.

Ketika Johnson mewawancarai Tuminez untuk podcast Disrupt Yourself, dia mengatakan kepada Johnson, "Saya ingat harus memasak nasi pada usia lima hingga enam tahun, dan saya takut akan membakar gubuk kami." Pada kesempatan langka ketika mereka bisa membeli ayam, Marley menyembelihnya sendiri dan memasaknya di atas api terbuka. Dia membuat karamel susu kental manis untuk membuat permen bernama yema yang dijual saudara-saudaranya di sekolah—sekali-kali sumber uang tambahan yang bagus.

Perubahan terjadi ketika para suster dari ordo Katolik Daughters of Charity mengundang Tuminez dan saudari-saudarinya untuk bersekolah di sekolah khusus bagi anak-anak kurang mampu. Awalnya di kelas paling bawah, jauh di belakang siswa lain secara akademis, Tuminez ditempatkan di kursi terakhir, di baris terakhir kelas. "Di situlah anak paling bodoh duduk," katanya.

Tumirez bekerja keras untuk menyelesaikan tahun ajaran pertamanya di atas kelasnya, "duduk tepat di depan." Dia berkata, “Saya belajar membaca. Saya belajar mengerjakan angka. Saya terpapar ke seluruh dunia pembelajaran ini.… Itu adalah dongeng.” Di perpustakaan sekolahnya, dia mempelajari buku-buku tentang tempat-tempat yang jauh dan eksotis seperti New York. Tuminez berani bermimpi bahwa suatu saat nanti, dia akan tinggal di sana.

Sedikit sekali orang, jika ada (kecuali mungkin Tuminez), akan membayangkan bahwa suatu hari dia akan lulus dari Harvard (MA dalam studi tentang Soviet) dan MIT (PhD dalam ilmu politik), berbicara bahasa Rusia tanpa cela, menjadi seorang eksekutif di Microsoft, dan memimpin seorang Amerika universitas dengan lebih dari empat puluh ribu mahasiswa—di antara prestasi luar biasa lainnya.

Johnson pertama kali bertemu Tuminez ketika dia tinggal dan bekerja di kota yang dia impikan—New York. Dia baru saja menyelesaikan beasiswa Sekolah Kennedy di Moskow, bekerja dengan para reformis senior yang telah membantu meruntuhkan Tembok Berlin—orang-orang seperti Eduard Shevardnadze dan Mikhail Gorbachev. Inilah individu yang tak kenal lelah, tak tergoyahkan dalam tekadnya.

Johnson sempat kagum. Namun keheranannya kemudian cepat berlalu. Meski demikian, ketika pada saru kesempatan kebetulan Johnson bertemu dengan Tuminez di Bandara Boston beberapa tahun lalu, Johnson bertanya pada diri sendiri, "Apa yang menghidupkan Astrid Tuminez?"

Setelah mewawancarainya secara mendalam, sekarang saya tahu dia terdorong untuk mencapai potensinya. Ada kerinduan, dalam Nurani yang dalam, untuk belajar dan tumbuh. Seperti Tuminez, tulis Johnson, orang lahir ke dunia dengan praprogram untuk maju. Orang memiliki keadaan dan keingintahuan yang berbeda, tetapi dorongan yang sama. Keinginan kuat untuk berkembang adalah manusiawi.

Persoalannya, tulis Johnson, sisi lain kehidupan memiliki cara meredam keinginan bawaan orang untuk belajar. Sebagian bisa dipungkiri, orang sering mendapati dirinya mandek atau bosan di tempat kerja dan dalam kehidupan pribadi kita. Disinilah kendalanya. Agar seseorang menjadi berkembang dan maju, orang – seperti Hae Ra dan Tuminez -- termotivasi untuk berubah dan membuat kemajuan. 

Minggu, 18 Desember 2022

Bagaimana Cara Chesky Menyelamatkan Airbnb dari Kehancuran?


Memasuki tahun 2020, Airbnb tumbuh sangat cepat. Dengan agresif, Airbnb masuk ke beberapa kategori bisnis baru. Namun, beberapa bulan kemudian, ketika pandemi Covid-19 merebak dan nyaris menghancurkan industri perjalanan dan wisata, Airbnb menghadapi krisis hebat.

Dalam artikelnya di ww.forbes.com, 10 November 2020, Denise Lee Yohn menyebut bahwa kondisi Airbnb saat itu benar-benar payah. April 2020, pesanan tempat bermalam turun 72% dibandingkan periode sebelumnya. Dari Maret hingga April pembatalan pemesanan jumlah jauh lebih besar dari pemesanan sendiri.

Menghadapi situasi yang mengerikan itu, Tim manajemen Airbnb tidak membuang-buang waktu untuk melakukan restrukturisasi besar-besaran. Perusahaan mengambil langkah pemulihan dramatis. Mereka melakukan segmentasi pelanggan kembali untuk menemukan peluang yang bisa mereka ambil. Misalnya, Airbnb fokus membidik wisatawan yang ingin menjauh dari hotel yang lebih besar dan pekerja jarak jauh yang mencari persewaan jangka panjang.

Hasilnya, bisnis mulai membaik. Juni 2020 pemesaan kamar naik 1%. Namun bukan berarti Airbnb bebas dari tekanan. Faktanya, pendapatannya masih jauh dari level tahun 2019. Tapi sekali lagi, Airbnb telah melewati pandemi dengan relatif lebih baik dibandingkan dengan operator perjalanan besar lainnya, baik jaringan hotel atau pasar online.

Airbnb telah kembali dari tepi jurang. Bagaimana Airbnb bertahan dari pandemi bisa menjadi pedoman untuk membalikkan bisnis Anda.

Langkah pertama adalah pemangkasan biaya. Tak bisa dipungkiri bahwa suntikan dana senilai $ 1 miliar yang diterimanya dari perusahaan ekuitas swasta Silver Lake pada April 2020 sangat membantu. Namun hal itu tidak akan berarti bila manajemen tidak memangkas biaya.

Seperti diketahui, mantra pemain bisnis Silicon Valley adalah pertumbuhan yang tinggi. Tetapi filosofi ini menjadi tidak masuk akal ketika pasar sedang mengalami masalah besar. Airbnb juga melakukan itu dengan memangkas hampir $ 1 miliar biaya pemasaran dan memotong setengah gaji para eksekutifnya. Manajemen juga terpaksa memberhentikan 25% karyawannya dan penangguhan semua pembangunan fasilitas.

CEO dan pendiri Airbnb, Brian Chesky, menguraikan rencana ini dalam sebuah surat yang dikirimkan kepada karyawan dan dipublikasikan di blog perusahaan. Dia tidak berbasa-basi, mengatakan "Saya harus membagikan beberapa berita yang sangat menyedihkan." Dia akan menjadi bijaksana, transparan dan jelas tentang "kebenaran yang sulit."

Ketika mengumumkan kebijakan itu, Chesky juga mengemukakan berbagai prinsip tentang bagaimana restrukturisasi akan ditangani: Pertama, manajemen mempublikasikan – melaui blog mereka – pemetaan dan strategi bisnis masa ke depan dan kemampuan sumberdaya yang dibutuhkan. Kedua, manajemen Airbnb akan melakukan apa saja sebanyak yang bisa bagi karyawan yang terkena dampak.

Ketiga, manajemen meminta mereka tetap teguh pada komitmen terhadap keberagaman dan mengoptimalkan komunikasi 1: 1 bagi mereka yang terkena dampak. Terakhir, manajemen meminta semua jajarannya mengkomunikasikan keputusan dengan semua detailnya. Sebab bagaimanapun informasi yang sepototong-potong bakal memperburuk situasi.

Langkah kedua adalah kembali ke bisnis inti. CEO Brian Chesky dan eksekutif lainnya selama krisis memilih  fokus pada bisnis inti, mengatasi emosi pelanggan, dan memenuhi kebutuhan karyawan. Itulah kunci sebenarnya dari strategi pemulihan yang berhasil mengubah haluan perusahaan sehingga mampu tumbuh kembali dengan begitu cepat.

Sejarah menunjukkan bahwa perubahan haluan yang berhasil biasanya dipandu oleh beberapa prioritas utama. Saat awal krisis, Chesky dan tim eksekutif menyadari bahwa perusahaan memerlukan perubahan yang substantif pada bisnisnya. Ketika banyak negara menerapkan lockdown, bisnis perjalanan sudah berakhir.  

Karena itu, mereka dengan cepat memfokuskan kembali pada bisnis inti Airbnb, yakni persewaan rumah  dan menawarkan tambahan yang efisien termasuk "pengalaman" dan daftar hotel tradisional dan properti mewah. Saat pandemi semakin dalam, orang-orang lebih banyak mencari penginapan lokal — dan ini menguntungkan Airbnb. Itulah yang menjadi salah satu faktor terbesar dalam perputaran bisnis Airbnb saat pandemi.

Langkah ketiga adalah membangun kepedulian kepada pelanggan. Eksekutif Airbnb juga memahami ketakutan pelanggan tentang kesehatan dan keselamatan, jadi mereka memperkenalkan prosedur "Peningkatan Kebersihan" dan tuan rumah direkomendasikan untuk menambah waktu antara tamu menginap. Perubahan tersebut tidak wajib, tetapi tuan rumah yang mengadopsinya diberi lencana untuk ditampilkan di daftar mereka, sehingga menyampaikan transparansi dan meyakinkan pelanggan yang bersangkutan.

Langkah keempat adalah membangun pengalaman baru. Dalam setiap usaha, ketika seseorang menghadapi kendala dan keterbatasan yang parah, ini dapat mengarah pada lebih banyak inspirasi. Inilah yang terjadi dengan tim Airbnb. Misalnya, ketika segmen pengalaman secara langsung ditangguhkan, yang dilakukan Airbnb adalah pembuatan pengalaman online. Ternyata langkah berhasil.

Langkah kelima adalah membangun trust. Ini adalah inti dari setiap bisnis yang sukses. Dakui atau tidak, dalam situasi krisis, keputusan keuangan jangka pendek – misalnya pengurangan biaya tadi – bisa merusak kepercayaan karena hal itu akan berdampak pada service level yang ada.

Airbnb memahami apa yang dirasakan pelanggan dan berusaha keras untuk mengatasi emosi mereka. Chesky dan para eksekutifnya memahami bahwa pelanggan akan enggan membuat reservasi baru mengingat ketidakpastian pembatasan perjalanan dan potensi lonjakan pandemi.

Untuk menghindari kerusakan itu, saat manajemen menghadapi situasi lonjakan pembatalan yang berarti banyak yang tidak dapat dikembalikan, Airbnb mengambil kebijakan menawarkan pembatalan di menit-menit terakhir dan pengembalian uang penuh bila dilakukan pembatalan.

Awalnya, perubahan tidak diluncurkan dengan jelas dan menyebabkan kebingungan dan kemarahan di antara beberapa pelanggan serta tuan rumah, tetapi perusahaan bekerja keras untuk memperbaiki masalah dan meyakinkan orang bahwa mereka mendukung mereka. Dengan melakukan hal itu, ini memberikan kelegaan bagi kekhawatiran pelanggan dan meyakinkan orang yang ragu untuk melanjutkan pemesanan.

Untuk memberikan jaminan pengembalian itu, Airbnb menggunakan lebih dari $ 1 miliar dari pendanaannya. Airbnb juga berkomitmen untuk tidak terlalu merugikan “tuan rumah” dengan menyediakan dana hingga $ 250 juta untuk tuan rumah yang terkena dampak pembatalan tersebut.

Langkah keenam adalah membangun optimisme jangka panjang. Selama hari-hari awal pandemi, sangatlah mudah bagi Airbnb kehilangan kepercayaan terhadap visinya. Namun para pendiri tidak membiarkan hal ini terjadi. Mereka tahu bahwa prospek jangka panjang tampak cerah.

Menurut para pendiri: “Krisis memberi Anda kejelasan tentang apa yang benar-benar penting. Anda menjadi bersyukur tidak hanya untuk apa yang Anda miliki dalam hidup Anda, tetapi untuk siapa yang Anda miliki dalam hidup Anda. Kami berterima kasih untuk semua orang yang tetap bersama kami selama jam-jam tergelap kami. "

Terakhir adalah kepedulian terhadap karyawan terdampak. Ketika Airbnb memberhentikan hampir 2.000 karyawan, 25% dari tenaga kerjanya, pada bulan Mei lalu, Chesky dipuji atas sikap rendah hati dan ketulusan yang dia tujukan kepada karyawan. Perusahaan memberikan bantuan nyata bagi karyawan yang di-PHK. Mereka diizinkan untuk menyimpan laptop yang dikeluarkan perusahaan dan karyawan AS menerima asuransi kesehatan selama satu tahun.

Airbnb juga memposting direktori bakat karyawan yang meninggalkan Airbnb sehingga pemberi kerja lain dapat memanfaatkan mereka sebagai calon karyawan. Belakangan, perusahaan mengaktifkan kembali program bonus karyawannya dan mulai mempekerjakan kembali karyawan yang diberhentikan.

Ini juga disediakan untuk tuan rumah, yang dianggap sebagai bagian dari tim Airbnb, sama seperti karyawannya. Mereka menjanjikan $ 250 juta untuk membantu mengganti tuan rumah untuk masa inap yang dibatalkan dan meluncurkan dana $ 10 juta untuk membantu mereka membayar hipotek mereka. Mereka baru saja mengumumkan pembentukan dana abadi untuk memberikan hibah kepada tuan rumah yang mencakup dukungan pendidikan, alat keselamatan, atau bantuan dalam bencana alam.

Karyawan memiliki kebutuhan unik di masa-masa yang belum pernah terjadi sebelumnya ini. Kebutuhan mereka harus dipenuhi sebelum Anda dapat mengharapkan mereka untuk melakukan pekerjaan mereka, apalagi melakukan upaya bijaksana yang diperlukan untuk beradaptasi dengan semua perubahan dalam operasi Anda. Tahukah Anda apa yang diinginkan dan dibutuhkan karyawan Anda sekarang? Apakah Anda benar-benar memberikan bantuan untuk masalah nyata yang mereka hadapi?

Prioritaskan Untuk Bertahan dari Pandemi

Chesky dan para pemimpin di Airbnb mengarahkan upaya mereka pada bisnis inti, emosi pelanggan, dan kebutuhan karyawan. Hasilnya, mereka telah menghidupkan kembali inventaris persewaan dan pemesanan di masa mendatang dan hampir menggandakan nilai perusahaan; dan Airbnb kini diharapkan menjadi perusahaan perhotelan paling berharga di dunia dan salah satu dari 10 merek terkuat di dunia. Terapkan strategi bertahan hidup ini dan itu akan menjadi formula kesuksesan Anda.

Sabtu, 03 Desember 2022

BAGAIMANA CARA L’ORÉAL MENJADI MEREK GLOBAL


 

Dalam hal kecantikan yang mengglobal, tidak ada yang melakukannya lebih baik dari L'Oréal. Perusahaan ini didirikan di Paris lebih dari 100 tahun yang lalu oleh seorang ahli kimia muda, Eugene Schueller, yang menjual pewarna rambutnya yang telah dipatenkan ke penata rambut dan salon lokal.

Pada tahun 1930-an, Schueller telah menemukan produk kecantikan seperti suntan oil (minyak khusus penggelap kulit) dan sampo pertama yang dipasarkan secara massal. Saat ini, perusahaan telah berkembang menjadi perusahaan kecantikan dan kosmetik terbesar di dunia, dengan distribusi di 130 negara, 27 merek global, dan penjualan lebih dari $30,8 miliar.

Sebagian besar ekspansi internasional awal perusahaan tak lepas dari peran Sir Lindsay Owen-Jones, yang mengubah L'Oréal dari bisnis kecil Prancis menjadi fenomena kosmetik internasional dengan visi strategis dan manajemen merek yang tepat. 

Selama hampir 20 tahun sebagai CEO dan Chairman, Owen-Jones mendivestasi merek yang lemah, berinvestasi besar-besaran dalam inovasi produk, memperoleh merek yang beragam secara etnis, dan memperluas ke pasar yang tidak pernah diimpikan oleh siapa pun, termasuk China, Amerika Selatan, dan bekas Uni Soviet. 

Pencariannya adalah untuk mencapai keragaman dan "memenuhi kebutuhan pria dan wanita di seluruh dunia, dan membuat produk kecantikan tersedia untuk sebanyak mungkin orang."

Saat ini, L'Oréal berfokus pada lima bidang keahlian kecantikan: perawatan kulit, perawatan rambut, rias wajah, pewarnaan rambut, dan parfum. Merek-mereknya terbagi dalam empat kelompok berbeda: (1) Produk Konsumen (52 persen penjualan, termasuk merek yang dipasarkan secara massal seperti Maybelline dan produk teknologi tinggi yang dijual dengan harga bersaing melalui rantai ritel pasar massal), (2) L'Oreal Luxe (27 persen penjualan, termasuk merek bergengsi seperti parfum Ralph Lauren yang hanya tersedia di toko premium, department store, atau toko khusus), (3) Produk Profesional (14 persen penjualan, termasuk merek seperti Redken yang dirancang khusus untuk rambut profesional salon), dan (4) Kosmetik Aktif (7 persen dari penjualan, termasuk produk kosmetik dermo yang dijual di apotek, toko obat, dan medi-spa).

L'Oréal percaya target pemasaran yang tepat—memukul audiens yang tepat dengan produk dan pesan yang tepat di tempat yang tepat—sangat penting untuk kesuksesan globalnya. Owen-Jones menjelaskan, “Setiap merek diposisikan pada segmen [pasar] yang sangat tepat, yang sesedikit mungkin tumpang tindih dengan yang lain.”

Perusahaan telah membangun portofolionya terutama dengan membeli perusahaan kecantikan lokal di seluruh dunia, membenahi mereka dengan arah strategis, dan memperluas merek ke area baru melalui lengan pemasarannya yang kuat. Misalnya, L'Oréal langsung menjadi pemain (dengan 20 persen pangsa pasar) dalam industri perawatan rambut etnik yang sedang berkembang ketika membeli dan menggabungkan perusahaan AS Soft Sheen Products pada tahun 1998 dan Carson Products pada tahun 2000. L'Oréal yakin persaingan telah diabaikan kategori ini karena terfragmentasi dan disalahpahami. Didukung oleh portofolio merek dan produk yang mendalam, SoftSheen-Carson kini menjadi pemimpin pasar dalam industri perawatan rambut etnik.

L'Oréal juga menginvestasikan banyak uang dan waktu di 22 pusat penelitian lokalnya di seluruh dunia. Perusahaan membelanjakan 3,5 persen dari penjualan tahunan untuk R&D, lebih dari satu poin persentase di atas rata-rata industri, meneliti dan berinovasi produk yang memenuhi kebutuhan lokal di setiap wilayah.

Memahami rutinitas kecantikan yang unik dan kebutuhan dari berbagai budaya, iklim, tradisi, dan fisiologi sangat penting untuk kesuksesan global L'Oréal. Rambut dan kulit sangat berbeda dari satu bagian dunia ke bagian lain, jadi L'Oreal mendengarkan dan mengamati konsumen di seluruh dunia untuk mengumpulkan pemahaman mendalam tentang kebutuhan kecantikan mereka. Ilmuwan L'Oréal mempelajari konsumen di kamar mandi laboratorium dan di rumah mereka sendiri, terkadang mencapai tonggak kecantikan ilmiah.

Di Jepang, misalnya, L'Oréal mengembangkan maskara Wondercurl yang diformulasikan khusus untuk melentikkan bulu mata wanita Asia yang biasanya pendek dan lurus. Dalam waktu tiga bulan, maskara Wondercurl telah menjadi maskara penjualan nomor satu di Jepang, dan wanita muda berbaris di luar toko untuk membelinya. L'Oréal terus meneliti pasar dan mengembangkan cat kuku, perona pipi, dan kosmetik lainnya yang ditujukan untuk generasi baru Asia ini.

L'Oréal yakin masa depannya terletak di area berkembang seperti Asia, Afrika, dan Amerika Latin, di mana L'Oréal berharap dapat menemukan jutaan pelanggan baru selama beberapa tahun ke depan. Marc Menesguen, direktur pelaksana pemasaran strategis L'Oréal, menjelaskan, "Proyeksi kami untuk tahun 2020 adalah 50% hingga 60% penjualan akan berasal dari pasar [berkembang]." Akibatnya, pusat penelitian baru bermunculan di negara-negara ini, dan perusahaan bekerja secara agresif untuk memahami kebutuhan konsumen ini dan mengembangkan produk kecantikan untuk memuaskan mereka.

Terkenal dengan tagline iklan tahun 1973— “Because I’m Worth It”— L’Oréal adalah pemimpin dalam produk kecantikan di seluruh dunia. Perusahaan menghabiskan sekitar $5 miliar untuk iklan setiap tahun, menjadikannya pengiklan terbesar ketiga. Seperti yang dijelaskan oleh Gilles Weil, kepala produk mewahnya, “Anda harus menjadi lokal dan sekuat penduduk lokal terbaik, tetapi didukung oleh citra dan strategi internasional.”

Sources: Andrew Roberts, “L’Oréal Quarterly Sales Rise Most since 2007 on Luxury Perfume,” Bloomberg BusinessWeek, April 22, 2010; Richard Tomlinson, “L’Oréal’s Global Makeover,” Fortune, September 30, 2002; Doreen Carvajal, “International Business; Primping for the Cameras in the Name of Research,” New York Times, February 7, 2006; Richard C. Morais, “The Color of Beauty,” Forbes, November 27, 2000; Jack Neff, “How L’Oreal Zen Master Menesguen Shares Best Practices around the Globe,” Advertising Age, June 11, 2012; L’Oréal, www.loreal.com.

Jumat, 02 Desember 2022

WHY AND HOW PR RISES AGAIN


 



Merek-merek besar dibangun dengan PR - Al Ries (2002). Era pandemic, publikasi konten berita dan konsumsi media berita melonjak. Peran PR kain kuat. Yang menarik, komunikasi dengan karyawan levelnya juga menguat.

 

Edhy Aruman

 

Tahun 2002, Al Ries dan Laura Ries meluncurkan buku laris, The Fall of Advertising &The Rise of PR.  Di bukunya itu mereka memaparkan perubahan dramatis yang terjadi dalam 10 tahun terakhir (hingga 2002). Perubahan yang paling signifikan di bidang komunikasi pemasaran (marketing communications) adalah pergeseran dari fokus iklan ke public relations.

 

Pergeseran itu merupakan bagian dari revolusi dalam komunikasi pemasaran (marketing communications) yang terjadi sejak tahun 1950an. Jauh sebelum Al Ries dan Laura Ries menulis buku kebangkitan PR itu, Al dan sejawatnya, Jack Trout menulis serangkaian artikel untuk Advertising Age dengan judul The Positioning Era Cometh. Mereka menyebut tahun 1950an sebagai era produk, tahun 1960-ansebagai era pencitraan, dan 1970an sebagai era positioning. Selama itu, strategi adalah rajanya. Yang menarik, dalam setiap dekade selalu terjadi pergeseran. Menurut Al, paska positioning terjadi lompatan untuk publisitas sehingga dia menyebutnya sebagai The Public Relations Era Cometh.

 

Menurut mereka, merek-merek besar berhasil memikat konsumen bukan karena gencarnya beriklan, melainkan berkat kejelian dan kelihaian public relations (PR) mereka. Bahkan, kata mereka, beberapa merek seperti Starbucks, Google, Amazon.com berhasil tanpa iklan sama sekali. Merek-merek itu kokoh karena kredibilitas. Mereka sadar bahwa iklan tidak dapat diandalkan karena kredibilitasnya yang mulai surut. Sebagai altrenatifnya, mereka membangun dengan publisitas atau PR.

 

Dengan PR, mereka bisa menyampaikan kisah mereka secara tidak langsung melalui pihak ke tiga, terutama media. Ada beberapa alasan kenapa merek lebih memilih PR ketimbang iklan. Pertama, karena orang lain yang menceritakan (jadi modelnya, orang lain bercerita tentang saya, red) maka mereka lebih bisa dipercaya ketimbang mereka menggunakan iklan yang lebih banyak “saya bicara tentang saya.” Ketika orang lain berbicara tentang kita misalnya, ceritanya akan lebih bisa dipercaya ketimbang kita atau saya bicara tentang kita atau saya sendiri. Dengan kata lain, PR lebih mempunyai kredibilitas ketimbang iklan.

 

Kedua, dengan semkain banyak organisasi, perusahaan atau merek yang beriklan di media massa, bahkan di sepanjang jalan, iklan telah kehilangan dayanya karena konsumen sudah jenuh dengan segala yang disodorkan di hadapan mata mereka. Konsumen measa bahwa informasi yang disajikan dalam iklan-iklan itu sepihak, tidak semua hal diceritakan, tidak semua alternative disodorkan. Hampir semua mengklaim sebagai “yang paling” atau “lebih” atau “pertama’ namun tidak menjelaskan konteksnya. Dengan kata lain, iklan telah menjadi tidak otentik.

 

Sekarang, Pandemi 2020 menciptakan VUCA; Volatile (bergejolak), Uncertain (tidak pasti), Complex (kompleks), dan Ambigue (tidak jelas). Selama periode ketidakpastian itu, bisnis dan konsumen bereaksi, dan reaksi tersebut memiliki efek riak yang mendobrak. Strategi pemasaran berubah dan saat awal-awal pandemic, terjadi pemotongan anggaran periklanan besar-besaran. 


Sejak pandemi, konsumen bereaksi dengan mengalihkan fokus mereka lebih ke hal-hal informasioanal daripada komersialisme. Mereka asyik dengan berita dan informasi terkini, yang dapat memengaruhi kesejahteraan mereka. Volume konten berita yang dipublikasikan, serta konsumsi media berita, melonjak tajam.

 

Berdasarkan data Nielsen dari krisis besar yang sebelumnya pernah tercatat sejarah AS, baru-baru ini terjadi peningkatan dalam total penggunaan TV sebesar 60 persen. Ruang keluarga di seluruh negeri sekarang memiliki aliran berita yang terus-menerus masuk, sementara sofa ditempati dengan sinar matahari, dengan orang-orang yang menelusuri umpan media sosial. Perilaku konsumsi media ini secara alami mengubah tren media sosial dan pemasaran influencer.

 

Influencer semakin bergairah dan piawai dalam menyesuaikan dengan memproduksi lebih banyak konten dengan harga lebih murah dan meluncurkan inisiatif sosial yang baik. TikTok misalnya melompat ke aplikasi yang paling banyak diunduh untuk Q1 2020. Tren yang menyenangkan dan menggembirakan ini membuktikan bahwa, pada akhirnya, orang masih membutuhkan alasan untuk tersenyum.

 

Dalam situasi seperti itu, peran PR adalah sangat penting karena mereka yang sejatinya mampu dan kredibel untuk menempatkan merek secara positif ke dalam berita. Itulah mengapa PR adalah salah satu fungsi dalam organisasi pemasaran yang diposisikan untuk lebih ditonjolkan dan dikedepankan, mengambil posisi kepemimpinan dan memiliki dampak terbesar pada reputasi perusahaan selama periode ini.

 

Di bagian lain, earned media  yang paling hemat biaya kini justru menjadi bentuk pemasaran paling tepercaya. Agak paradoks, namun realtiasnya – dalam situasi pandemic - tidak ada instrumen yang lebih baik selain komunikasi. Dalam situasi pandemi - orang membutuhkan banyak hal yang  lebih banyak. Mereka perlu dididik, dihibur, dan dicerahkan. Orang membutuhkan cerita yang bagus. Public relations bergerak di dunia ekonomi naratif, dan inilah inti dari fungsi komunikasi: mengidentifikasi ide yang menarik, menyusun narasi, dan menemukan mitra yang tepat untuk menceritakan kisah tersebut.

 

Dalam dekade terakhir, dunia media telah berubah secara dramatis. Bagi penggiat PR, mengelola reputasi perusahaan hingga sampai melewati krisis global sangatlah berbeda dan lebih sulit daripada saat krisis-krisis sebelumnya. Namun situasi itu justru memunculkan peluang. Kini, di dunia komunikasi telah terdapat lebih banyak penulis, blogger, dan pemberi pengaruh yang berkontribusi ke lebih banyak outlet media daripada sebelumnya.

 

Dalam konteks ini, public relations dapat memanfaatkan influencer dan pencipta konten di seluruh langkah dalam proses komunikasi pemasaran - dari penelitian dan wawasan hingga ide kampanye hingga media dan distribusi cerita - serta sepanjang perjalanan pelanggan agar lebih berhasil membangun kepercayaan dan transparansi di antara konsumen.

 

Public relations juga dapat menciptakan bukti sosial berupa testimonium dan ulasan  untuk memengaruhi dan membangun reputasi di banyak titik kontak dan membangun kepercayaan di sepanjang bentangan titik kontak itu.  Memantau topik, istilah, dan tema di media yang sedang tren telah menjadi latihan ilmiah sebanyak latihan pemasaran. Pergeseran di pasar keuangan, sistem perawatan kesehatan, dan industri energi dan regulasi dapat berdampak dramatis pada siklus berita.


Istilah-istilah dan diksi baru masuk ke media dan dengan cepat mendominasi percakapan. Kemudian mereka tiba-tiba menghilang, hanya untuk digantikan oleh sound bite du jour. Sound bite adalah terminologi yang digunakan oleh jurnalis televisi atau reporter radio yang menyebutnya sebagai klip atau pemenggalan potongan pernyataan yang penting (Kaid & Haltz-Bach, 2008). Menurut Lilleker (2005), sound bite merupakan satu garis kalimat yang diambil dari pidato atau pernyataan yang panjang atau dari seperangkat teks yang dapat digunakan sebagai indikasi dari pesan yang lebih besar.

 

Tim komunikasi pemasaran saat ini diharapkan tidak hanya melacak perubahan ini, tetapi juga secara dinamis mensintesis dan mengontekstualisasikannya sedemikian rupa sehingga perusahaan mereka dapat mengambil tindakan yang sesuai. Di sisi lain, komunikator modern bukan hanya pendongeng yang hebat. Mereka perlu memahami data: bagaimana mengaturnya, bagaimana membacanya, bagaimana menafsirkannya. Dan karena segala sesuatunya berubah hari demi hari, jam demi jam, menit demi menit, informasi perlu tersedia dengan cepat dan berkelanjutan.

 

Kini, profesional komunikasi internal memainkan peran penting dalam organisasi mereka karena merekalah yang, di antara tim lain, memastikan bahwa bisnis berjalan semulus mungkin. Mereka memungkinkan kolaborasi lintas departemen yang efektif, memastikan komunikasi yang sempurna, memberdayakan karyawan dan terlibat dengan mereka, dan mereka juga bertanggung jawab untuk memberikan pengalaman karyawan yang positif.


Sederhananya, fungsi IC adalah detak jantung organisasi mana pun, dan peran profesional IC bahkan lebih penting dalam masa-masa yang tidak pasti dan sulit ini. Di masa seperti sekarang ini, karyawan harus mengatasi cara-cara baru untuk bekerja dan berkolaborasi, yang dapat menyebabkan kebingungan dan ketakutan di tempat kerja. Sementara beberapa karyawan terbiasa bekerja jarak jauh sebelum wabah virus corona dimulai beberapa bulan yang lalu, ini adalah perubahan dan tantangan besar bagi yang lain.

Di bagian lain, tidak semua karyawan memiliki koneksi Internet yang baik atau ruang kerja yang tepat di rumah. Sementara orang tua bekerja di rumah sambil mengawasi anak-anak mereka, karyawan jarak jauh lainnya mungkin merasa kesepian selama wabah. Disnilah pentingnya seorang pemimpin. Dalam situasi sekarang, pemimpin tim sekarang dituntut untuk mengelola tim jarak jauh yang tersebar di seluruh dunia dan memastikan kolaborasi yang lancar dengan departemen lain.

Para pemimpin bisnis harus menemukan cara baru untuk membangun kepercayaan di tempat kerja dan melindungi karyawan dari pandemi. Situasi ini belum pernah terjadi sebelumnya (dan kacau) ini. Karena tulah, para ahli internal communications dituntut untuk menggandakan upaya mereka guna menjaga bisnis agar tetap berjalan, bahkan semakin ke depan, semulus mungkin.

Mereka membangun strategi baru dalam waktu singkat untuk memastikan kolaborasi lintas fungsi, terhubung dan terlibat dengan karyawan, menjaga produktivitas tempat kerja, dan yang terpenting - melindungi keselamatan dan kesejahteraan karyawan selama krisis.

Keberhasilan strategi yang mereka luncurkan selama pandemi akan berdampak langsung pada seberapa baik bisnis akan pulih dari krisis. Para ahli setuju bahwa masa depan pekerjaan sedang terjadi sekarang. Lantas, bagaimana pandemi COVID-19 mengubah komunikasi internal? Bagaimana strategi komunikasi internal baru membantu bisnis membangun ketahanan selama masa-masa sulit ini? Perubahan apa yang akan tetap ada saat penguncian berakhir?

Dalam bukunya, Post-Capitalist Society, Drucker berpendapat bahwa sumber utama dari masyarakat pasca-kapitalis adalah pengetahuan, bukan modal. Revolusi produktivitas manufaktur telah berakhir. Sekarang produktivitas pekerja non-manual yang penting. Berbagai kelas masyarakat kapitalis lama sedang digantikan oleh hanya dua pekerja berpengetahuan dan pekerja layanan.

Dalam organisasi semacam itu, aliran ide, informasi, dan pengetahuan di sekitar organisasi akan sangat penting bagi kesuksesan, terutama bagi kesuksesan perusahaan untuk keluar dari krisis. Peran komunikasi sebagai proses pencapaian aliran ini adalah inti dari manajemen organisasi.

Penelitian menunjukkan bahwa di tingkat global,  jutaan dolar dihabiskan untuk komunikasi internal selama 10 tahun terakhir, namn hasilnya kepuasan karyawan hampir tidak meningkat. Di Indoesia – tak ada data kongkret soal ini. Namun indikasi dari beberapa program PR yang selama ini dilakukan sangat jarang menyentuh aspek komunikasi internal.

Sebuah bisnis hanya dapat mencapai yang terbaik ketika energi setiap orang di dalam bisnis atau perusahaan itu bisa diarahkan ke arah yang sama dan tidak bertentangan. Karyawan perlu memiliki gambaran yang jelas tentang keseluruhan arah dan ambisi perusahaan. Setiap karyawan harus memiliki perasaan yang jelas tentang di mana dia cocok dan bagaimana dia berkontribusi pada tujuan perusahaan.

Ketika owned dan earned media menjadi semakin penting, pemberdayaan karyawan sebagai company ambassador and endorser menjadi semkian penting untuk menciptakan sesuatu yang otentik.  Itu mempunyai makna bahwa komunikasi eksternal dan interaksi klien tidak akan  autentik jika karyawan Anda tidak diberi cukup informasi untuk melakukannya. Karena itulah komunikasi internal menjadi kebutuhan bagi perusahaan, terutama untuk mendukung perubahan yang cepat di tempat kerja.

Dalam situasi pandemic, karyawan adalah aset penting sehingga mereka harus mendapat perhatian lebih tinggi dari sebelumn-sebelumnya. Disinilah, mengingat tekanan untuk mengubah sifat dan keefektifan komunikasi internal, sangatlah bijaksana untuk melihat seberapa jauh organisasi harus mengejar ketinggalan. Penting juga untuk melakukan kaji ulang atas komunikasi internal yang dilakukan selama ini. Kekurangan yang terjadi di asa lalu harus diperbaiki dan kalau perlu komunikasi internal dalam skala besar perlu direvitalisasi.

Objective dari revitalisasi intenal communications adalah improving employee engagemenet. Catatan The Human Resources Communication Study 2015 menunjukkan bahwa hampir 100 persen responden membaca atau membaca sepintas semua yang mereka terima, tetapi hanya 30 persen yang senang dengan komunikasi, dan 50 persen merasa acuh tak acuh.

Tapi inilah kesimpulan yang benar-benar mengkhawatirkan: Sebagian besar karyawan mengatakan komunikasi SDM tidak mempersiapkan mereka untuk membuat keputusan yang cerdas. Hanya 25 persen karyawan yang merasa mendapat informasi lengkap tentang kompensasi, 15 persen merasa nyaman dengan informasi tunjangan, dan hanya 11,5 persen yang memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengambil tindakan terkait manajemen kinerja. (Majalah MIX-Marketing Communication edisi 01/2020)