Jumat, 02 Desember 2022

WHY AND HOW PR RISES AGAIN


 



Merek-merek besar dibangun dengan PR - Al Ries (2002). Era pandemic, publikasi konten berita dan konsumsi media berita melonjak. Peran PR kain kuat. Yang menarik, komunikasi dengan karyawan levelnya juga menguat.

 

Edhy Aruman

 

Tahun 2002, Al Ries dan Laura Ries meluncurkan buku laris, The Fall of Advertising &The Rise of PR.  Di bukunya itu mereka memaparkan perubahan dramatis yang terjadi dalam 10 tahun terakhir (hingga 2002). Perubahan yang paling signifikan di bidang komunikasi pemasaran (marketing communications) adalah pergeseran dari fokus iklan ke public relations.

 

Pergeseran itu merupakan bagian dari revolusi dalam komunikasi pemasaran (marketing communications) yang terjadi sejak tahun 1950an. Jauh sebelum Al Ries dan Laura Ries menulis buku kebangkitan PR itu, Al dan sejawatnya, Jack Trout menulis serangkaian artikel untuk Advertising Age dengan judul The Positioning Era Cometh. Mereka menyebut tahun 1950an sebagai era produk, tahun 1960-ansebagai era pencitraan, dan 1970an sebagai era positioning. Selama itu, strategi adalah rajanya. Yang menarik, dalam setiap dekade selalu terjadi pergeseran. Menurut Al, paska positioning terjadi lompatan untuk publisitas sehingga dia menyebutnya sebagai The Public Relations Era Cometh.

 

Menurut mereka, merek-merek besar berhasil memikat konsumen bukan karena gencarnya beriklan, melainkan berkat kejelian dan kelihaian public relations (PR) mereka. Bahkan, kata mereka, beberapa merek seperti Starbucks, Google, Amazon.com berhasil tanpa iklan sama sekali. Merek-merek itu kokoh karena kredibilitas. Mereka sadar bahwa iklan tidak dapat diandalkan karena kredibilitasnya yang mulai surut. Sebagai altrenatifnya, mereka membangun dengan publisitas atau PR.

 

Dengan PR, mereka bisa menyampaikan kisah mereka secara tidak langsung melalui pihak ke tiga, terutama media. Ada beberapa alasan kenapa merek lebih memilih PR ketimbang iklan. Pertama, karena orang lain yang menceritakan (jadi modelnya, orang lain bercerita tentang saya, red) maka mereka lebih bisa dipercaya ketimbang mereka menggunakan iklan yang lebih banyak “saya bicara tentang saya.” Ketika orang lain berbicara tentang kita misalnya, ceritanya akan lebih bisa dipercaya ketimbang kita atau saya bicara tentang kita atau saya sendiri. Dengan kata lain, PR lebih mempunyai kredibilitas ketimbang iklan.

 

Kedua, dengan semkain banyak organisasi, perusahaan atau merek yang beriklan di media massa, bahkan di sepanjang jalan, iklan telah kehilangan dayanya karena konsumen sudah jenuh dengan segala yang disodorkan di hadapan mata mereka. Konsumen measa bahwa informasi yang disajikan dalam iklan-iklan itu sepihak, tidak semua hal diceritakan, tidak semua alternative disodorkan. Hampir semua mengklaim sebagai “yang paling” atau “lebih” atau “pertama’ namun tidak menjelaskan konteksnya. Dengan kata lain, iklan telah menjadi tidak otentik.

 

Sekarang, Pandemi 2020 menciptakan VUCA; Volatile (bergejolak), Uncertain (tidak pasti), Complex (kompleks), dan Ambigue (tidak jelas). Selama periode ketidakpastian itu, bisnis dan konsumen bereaksi, dan reaksi tersebut memiliki efek riak yang mendobrak. Strategi pemasaran berubah dan saat awal-awal pandemic, terjadi pemotongan anggaran periklanan besar-besaran. 


Sejak pandemi, konsumen bereaksi dengan mengalihkan fokus mereka lebih ke hal-hal informasioanal daripada komersialisme. Mereka asyik dengan berita dan informasi terkini, yang dapat memengaruhi kesejahteraan mereka. Volume konten berita yang dipublikasikan, serta konsumsi media berita, melonjak tajam.

 

Berdasarkan data Nielsen dari krisis besar yang sebelumnya pernah tercatat sejarah AS, baru-baru ini terjadi peningkatan dalam total penggunaan TV sebesar 60 persen. Ruang keluarga di seluruh negeri sekarang memiliki aliran berita yang terus-menerus masuk, sementara sofa ditempati dengan sinar matahari, dengan orang-orang yang menelusuri umpan media sosial. Perilaku konsumsi media ini secara alami mengubah tren media sosial dan pemasaran influencer.

 

Influencer semakin bergairah dan piawai dalam menyesuaikan dengan memproduksi lebih banyak konten dengan harga lebih murah dan meluncurkan inisiatif sosial yang baik. TikTok misalnya melompat ke aplikasi yang paling banyak diunduh untuk Q1 2020. Tren yang menyenangkan dan menggembirakan ini membuktikan bahwa, pada akhirnya, orang masih membutuhkan alasan untuk tersenyum.

 

Dalam situasi seperti itu, peran PR adalah sangat penting karena mereka yang sejatinya mampu dan kredibel untuk menempatkan merek secara positif ke dalam berita. Itulah mengapa PR adalah salah satu fungsi dalam organisasi pemasaran yang diposisikan untuk lebih ditonjolkan dan dikedepankan, mengambil posisi kepemimpinan dan memiliki dampak terbesar pada reputasi perusahaan selama periode ini.

 

Di bagian lain, earned media  yang paling hemat biaya kini justru menjadi bentuk pemasaran paling tepercaya. Agak paradoks, namun realtiasnya – dalam situasi pandemic - tidak ada instrumen yang lebih baik selain komunikasi. Dalam situasi pandemi - orang membutuhkan banyak hal yang  lebih banyak. Mereka perlu dididik, dihibur, dan dicerahkan. Orang membutuhkan cerita yang bagus. Public relations bergerak di dunia ekonomi naratif, dan inilah inti dari fungsi komunikasi: mengidentifikasi ide yang menarik, menyusun narasi, dan menemukan mitra yang tepat untuk menceritakan kisah tersebut.

 

Dalam dekade terakhir, dunia media telah berubah secara dramatis. Bagi penggiat PR, mengelola reputasi perusahaan hingga sampai melewati krisis global sangatlah berbeda dan lebih sulit daripada saat krisis-krisis sebelumnya. Namun situasi itu justru memunculkan peluang. Kini, di dunia komunikasi telah terdapat lebih banyak penulis, blogger, dan pemberi pengaruh yang berkontribusi ke lebih banyak outlet media daripada sebelumnya.

 

Dalam konteks ini, public relations dapat memanfaatkan influencer dan pencipta konten di seluruh langkah dalam proses komunikasi pemasaran - dari penelitian dan wawasan hingga ide kampanye hingga media dan distribusi cerita - serta sepanjang perjalanan pelanggan agar lebih berhasil membangun kepercayaan dan transparansi di antara konsumen.

 

Public relations juga dapat menciptakan bukti sosial berupa testimonium dan ulasan  untuk memengaruhi dan membangun reputasi di banyak titik kontak dan membangun kepercayaan di sepanjang bentangan titik kontak itu.  Memantau topik, istilah, dan tema di media yang sedang tren telah menjadi latihan ilmiah sebanyak latihan pemasaran. Pergeseran di pasar keuangan, sistem perawatan kesehatan, dan industri energi dan regulasi dapat berdampak dramatis pada siklus berita.


Istilah-istilah dan diksi baru masuk ke media dan dengan cepat mendominasi percakapan. Kemudian mereka tiba-tiba menghilang, hanya untuk digantikan oleh sound bite du jour. Sound bite adalah terminologi yang digunakan oleh jurnalis televisi atau reporter radio yang menyebutnya sebagai klip atau pemenggalan potongan pernyataan yang penting (Kaid & Haltz-Bach, 2008). Menurut Lilleker (2005), sound bite merupakan satu garis kalimat yang diambil dari pidato atau pernyataan yang panjang atau dari seperangkat teks yang dapat digunakan sebagai indikasi dari pesan yang lebih besar.

 

Tim komunikasi pemasaran saat ini diharapkan tidak hanya melacak perubahan ini, tetapi juga secara dinamis mensintesis dan mengontekstualisasikannya sedemikian rupa sehingga perusahaan mereka dapat mengambil tindakan yang sesuai. Di sisi lain, komunikator modern bukan hanya pendongeng yang hebat. Mereka perlu memahami data: bagaimana mengaturnya, bagaimana membacanya, bagaimana menafsirkannya. Dan karena segala sesuatunya berubah hari demi hari, jam demi jam, menit demi menit, informasi perlu tersedia dengan cepat dan berkelanjutan.

 

Kini, profesional komunikasi internal memainkan peran penting dalam organisasi mereka karena merekalah yang, di antara tim lain, memastikan bahwa bisnis berjalan semulus mungkin. Mereka memungkinkan kolaborasi lintas departemen yang efektif, memastikan komunikasi yang sempurna, memberdayakan karyawan dan terlibat dengan mereka, dan mereka juga bertanggung jawab untuk memberikan pengalaman karyawan yang positif.


Sederhananya, fungsi IC adalah detak jantung organisasi mana pun, dan peran profesional IC bahkan lebih penting dalam masa-masa yang tidak pasti dan sulit ini. Di masa seperti sekarang ini, karyawan harus mengatasi cara-cara baru untuk bekerja dan berkolaborasi, yang dapat menyebabkan kebingungan dan ketakutan di tempat kerja. Sementara beberapa karyawan terbiasa bekerja jarak jauh sebelum wabah virus corona dimulai beberapa bulan yang lalu, ini adalah perubahan dan tantangan besar bagi yang lain.

Di bagian lain, tidak semua karyawan memiliki koneksi Internet yang baik atau ruang kerja yang tepat di rumah. Sementara orang tua bekerja di rumah sambil mengawasi anak-anak mereka, karyawan jarak jauh lainnya mungkin merasa kesepian selama wabah. Disnilah pentingnya seorang pemimpin. Dalam situasi sekarang, pemimpin tim sekarang dituntut untuk mengelola tim jarak jauh yang tersebar di seluruh dunia dan memastikan kolaborasi yang lancar dengan departemen lain.

Para pemimpin bisnis harus menemukan cara baru untuk membangun kepercayaan di tempat kerja dan melindungi karyawan dari pandemi. Situasi ini belum pernah terjadi sebelumnya (dan kacau) ini. Karena tulah, para ahli internal communications dituntut untuk menggandakan upaya mereka guna menjaga bisnis agar tetap berjalan, bahkan semakin ke depan, semulus mungkin.

Mereka membangun strategi baru dalam waktu singkat untuk memastikan kolaborasi lintas fungsi, terhubung dan terlibat dengan karyawan, menjaga produktivitas tempat kerja, dan yang terpenting - melindungi keselamatan dan kesejahteraan karyawan selama krisis.

Keberhasilan strategi yang mereka luncurkan selama pandemi akan berdampak langsung pada seberapa baik bisnis akan pulih dari krisis. Para ahli setuju bahwa masa depan pekerjaan sedang terjadi sekarang. Lantas, bagaimana pandemi COVID-19 mengubah komunikasi internal? Bagaimana strategi komunikasi internal baru membantu bisnis membangun ketahanan selama masa-masa sulit ini? Perubahan apa yang akan tetap ada saat penguncian berakhir?

Dalam bukunya, Post-Capitalist Society, Drucker berpendapat bahwa sumber utama dari masyarakat pasca-kapitalis adalah pengetahuan, bukan modal. Revolusi produktivitas manufaktur telah berakhir. Sekarang produktivitas pekerja non-manual yang penting. Berbagai kelas masyarakat kapitalis lama sedang digantikan oleh hanya dua pekerja berpengetahuan dan pekerja layanan.

Dalam organisasi semacam itu, aliran ide, informasi, dan pengetahuan di sekitar organisasi akan sangat penting bagi kesuksesan, terutama bagi kesuksesan perusahaan untuk keluar dari krisis. Peran komunikasi sebagai proses pencapaian aliran ini adalah inti dari manajemen organisasi.

Penelitian menunjukkan bahwa di tingkat global,  jutaan dolar dihabiskan untuk komunikasi internal selama 10 tahun terakhir, namn hasilnya kepuasan karyawan hampir tidak meningkat. Di Indoesia – tak ada data kongkret soal ini. Namun indikasi dari beberapa program PR yang selama ini dilakukan sangat jarang menyentuh aspek komunikasi internal.

Sebuah bisnis hanya dapat mencapai yang terbaik ketika energi setiap orang di dalam bisnis atau perusahaan itu bisa diarahkan ke arah yang sama dan tidak bertentangan. Karyawan perlu memiliki gambaran yang jelas tentang keseluruhan arah dan ambisi perusahaan. Setiap karyawan harus memiliki perasaan yang jelas tentang di mana dia cocok dan bagaimana dia berkontribusi pada tujuan perusahaan.

Ketika owned dan earned media menjadi semakin penting, pemberdayaan karyawan sebagai company ambassador and endorser menjadi semkian penting untuk menciptakan sesuatu yang otentik.  Itu mempunyai makna bahwa komunikasi eksternal dan interaksi klien tidak akan  autentik jika karyawan Anda tidak diberi cukup informasi untuk melakukannya. Karena itulah komunikasi internal menjadi kebutuhan bagi perusahaan, terutama untuk mendukung perubahan yang cepat di tempat kerja.

Dalam situasi pandemic, karyawan adalah aset penting sehingga mereka harus mendapat perhatian lebih tinggi dari sebelumn-sebelumnya. Disinilah, mengingat tekanan untuk mengubah sifat dan keefektifan komunikasi internal, sangatlah bijaksana untuk melihat seberapa jauh organisasi harus mengejar ketinggalan. Penting juga untuk melakukan kaji ulang atas komunikasi internal yang dilakukan selama ini. Kekurangan yang terjadi di asa lalu harus diperbaiki dan kalau perlu komunikasi internal dalam skala besar perlu direvitalisasi.

Objective dari revitalisasi intenal communications adalah improving employee engagemenet. Catatan The Human Resources Communication Study 2015 menunjukkan bahwa hampir 100 persen responden membaca atau membaca sepintas semua yang mereka terima, tetapi hanya 30 persen yang senang dengan komunikasi, dan 50 persen merasa acuh tak acuh.

Tapi inilah kesimpulan yang benar-benar mengkhawatirkan: Sebagian besar karyawan mengatakan komunikasi SDM tidak mempersiapkan mereka untuk membuat keputusan yang cerdas. Hanya 25 persen karyawan yang merasa mendapat informasi lengkap tentang kompensasi, 15 persen merasa nyaman dengan informasi tunjangan, dan hanya 11,5 persen yang memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengambil tindakan terkait manajemen kinerja. (Majalah MIX-Marketing Communication edisi 01/2020)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar