Rabu, 06 Februari 2019

Perlukah Komentar Nyinyir Dibalas Dengan Nyinyir Pula?




McDonald's adalah merek kontroversial. Ia dikagumi kalangan periklanan yang mungkin sama tingkatannya dengan kebencian di kalangan penggiat kesehatan. Tahun lalu, belanja iklannya mencapai US$ 532,9 juta (https://www.statista.com/statistics/286541/mcdonald-s-advertising-spending-worldwide/.)

Oktober 2014 lalu, McDonald's melakukan kampanye besar “Our Food, Your Questions” sebagai upaya untuk menunjukkan transparansi dan keterbukaan. Menurut time.co, McDonald's menghadapi masalah image yang serius karena dianggap memproduksi makanan yang tidak sehat. Untuk mengatasi masalah tersebut, McDonald's membuka pintu bagi publik yang ingin menanyakan segala hal tentang produk  McDonald's, semisal bagaimana sosis dibuat sehingga dapat memenangkan hati konsumen.

McDonald's menyadari bahwa di sekitarnya orang memiliki pertanyaan besar tentang kualitas dan asal-usul makanan mereka. Jadi perusahaan yang melayani 28 juta orang setiap hari di AS itu sekarang menjanjikan jawaban yang lugas atas pertanyaan yang diajukan warga. McDonald's juga merilis apa yang terjadi di balik dapurnya dengan mempublikasikan sketsa dan infografik di web yang menggambarkan  proses produksi di balik produk-produknya seperti McNugger dan McRib.

McDonald's juga mempublikasikan proses daging yang digunakannya mulai dari peternakan ke restoran. Yang mungkin penting bagi McDonald's adalah komitmennya untuk mendengarkan uneg-uneg pelanggan, yang mengajukan pertanyaan secara online dan McDonald's menjawabnya dengan jujur ​​secara real time.

Tidak cukup itu saja, McDonald's juga memasukkan profesional yang skeptis dan mantan  "MythBusters" Grant Imahara, dan testimoninya ditampilkan dalam serangkaian video yang membahas keraguan dan pertanyaan bertubi-tubi dari konsumen.

“Kami tahu beberapa orang - baik penggemar dan yang skeptis terhadap McDonald - terus bertanya-tanya tentang makanan kami dari sudut pandang bahan-bahan atau bagaimana makanan disiapkan di restoran. Ini adalah langkah kami untuk memastikan kami melibatkan orang-orang dalam dialog dua-arah tentang makanan kami dan menjawab pertanyaan dan menanggapi komentar mereka, ” kata Kevin Newell, kepala-merek dan strategi EVP McDonald's USA seperti dikutip BurgerBusiness.com.

Hingga saat itu, publik belum faham benar proses yang terjadi di balik dapur McDonald. Rantai pasokan perusahaan yang begitu panjang, dan sumber bahan baku yang berasal dari beragam lokasi dan fasilitas, bisa jadi membuat  tidak mungkin tur, sketsa, atau infografis menunjukkan lebih banyak informasi tentang yang terjadi di peternakan, pabrik, dan pengolahannya.

Seperti yang diduga semula, tidak semua pertanyaannya bernada sopan. Akan tetapi McDonald tetap dengan cara mereka menjawab pertanyaan tersebut dengan cara yang baik dan lucu. Misalnya, ada pertanyaan "Apakah daging Anda terbuat dari karton?" Alih-alih menyensor pertanyaan itu, McDonald menjawabnya: "Sama sekali tidak. Kami tidak berpikir kardus akan terasa sangat enak di burger kami.”

Langkah yang dilakukan itu berarti memberi banyak orang kesempatan untuk berinteraksi dengan merek McDonald's. Dengan memposting pertanyaan dan mendapatkan tanggapan, McDonald segera merasa kurang seperti perusahaan yang memiliki image dan lebih sebagai sekelompok orang kebanyakan. Ini yang membuat orang cenderung menyukainya. 

Setelah McDonald menjawab pertanyaan itu secara online, setiap orang lain yang memiliki pertanyaan yang sama, bisa jadi menguji jawaban itu di Googles. Mereka yang sepaham dengan McDonald meneruskan pesannya ke yang lain dan seterusnya.

Kemajuan teknologi social media dan komunikasi dua arah lainnya yang disediakan oleh internet dan jejaring sosial telah mendorong terjadinya pertukaran konten yang luar biasanya, tidak hanya antara konsumen dan merek tetapi juga di antara konsumen. Konsumen kini memiliki pengaruh yang lebih besar teradap manajemen merek.

Perilaku sosial mereka di internet memungkinkan peningkatan keterlibatan dengan merek karena terjadinya interaksi dan hubungan. Kemudahan dalam berbagi pesan dalam jaringan itu sendiri dan di antara jaringan yang berbeda melipatgandakan visibilitas objek bahwa audiens juga menghasilkan konten sensitive.

Pertanyaannya adalah apakah kemunculan konten yang dibuat pengguna telah mengurangi kedigjayaan merek? Diakui atau tidak, pengungkapan masalah atau suara negative yang lebih besar tentang merek akan meningkatkan tingkat krisis citra. Itu sebabnya, melindungi merek melalui manajemen krisis telah menjadi semakin menarik bagi organisasi.

Disini pengelola tertantang untuk memantau isu-isu tentang perusahaan? Positifnya, informasi internal dan eksternal dapat membantu dalam tindakan ini. Yang jadi persoalannya, terkadang informasi dari internal juga tak terarah. Disini manajer kontemporer harus siap untuk membuat keputusan dalam pengendalian-pengurangan informasi dan peningkatan kecepatan, variasi dan volume skenario informasi.

Yang juga bermasalah jika, di satu sisi, merek tidak pernah begitu sensitif, di sisi lain, para manajer tidak pernah memiliki begitu banyak informasi yang tersedia untuk mencegah dan mengidentifikasi masalah yang dapat menyebabkan krisis.

Emosi memengaruhi keputusan yang dibuat oleh individu. Krisis dalam sebuah organisasi sering menyebabkan kemarahan di ruang publik; terutama media social. Dalam konteks ini, strategi respon krisis yang diarahkan pada khalayak media sosial harus bertujuan untuk memberikan informasi yang membantu untuk mengatasi situasi krisis kepada publik yang terkena dampak.

Teoritis, pemahaman tentang respons emosional publik dan strategi penanggulangan selama krisis akan membantu manajer krisis organisasi mengembangkan strategi manajemen krisis yang efektif untuk membangun kembali kepercayaan dan memulihkan kepercayaan dalam organisasi.

Mendengarkan umpan balik, termasuk yang negatif atau komentar nynyir, adalah langkah penting agar interaksi tetap berjalan.  Seringkali, ketika orang marah, mereka hanya ingin merasa didengar. Karena itu kemampuan menahan untuk membalas umpan balik negatif adalah keterampilan yang penting. "Ketika saya mendapatkan umpan balik negatif saya mencoba untuk mengikuti proses dua langkah refleks dan flush," kata David Hoffeld, seorang choach di bidang penjualan.

Ketika mendapat komentar negative, lebih bijak bila bertanya pada diri sendiri, apa yang dapat saya pelajari dari umpan balik tersebut? Apa pelajarannya? Haruskah saya membuat perubahan? Setelah memutuskan apa yang akan dilakukan, ini pada dasarnya secara mental menyiratkan umpan balik.

“Saya tidak ingin untuk memikirkan sesuatu yang negatif. Jadi, begitu saya memiliki rencana tindakan, saya selesai dengan memikirkan umpan balik dan saya akan memfokuskan kembali pikiran saya pada hal lain dan melanjutkan," kata Hoffeld sebagaimana dikutip www.inc.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar