Sabtu, 25 Oktober 2014

Membidik Segmen Ritual Consumers Kopi

Anda pehobi minum kopi? Ataukah penyuka kopi? Dalam pandangan Jacobs Suchard – peneliti konsumen kopi asal Italia – pehobi dan penyuka itu berbeda. Pehobi kopi adalah konsumen yang mementingkan ritual.
Mereka menampilkansuatu sikap yang menekankan pentingnya nilai energik kopi dan sinergi dengan ritual mengkonsumsi kopi. Bagi mereka cangkir kopi adalah simbol dari terulangnya ritme sehari-hari. Selain itu, mereka melihat bagi kenikmatan dan rasa kopi terletak padaritualnya itu. Mereka ini berusia 35-44 tahun. Segmen ini mencapai 22 persen dari pasar.
Kalau penyuka kopi? Mereka adalah konsumen yang benar-benar kopi-oriented. Mereka sangat mementingkan efek stimulasi dari kopi (mereka melihat dan memiliki pengalaman mengkonsumsi kopi sebagai tonik untuk fisik dan psikis).
Nilai itu sebanding dengan nilai bersosialisasi yang melekat ketika seseorang mengkonsumsi kopi. Segmen ini paling besar atau sekitar 47 persen dari populasi konsumen kopi sehingga merek sering disebut sebagai target pasar inti. Kisaran usianya 45-54 dan lebih.
Selain dua segmen tadi, adasegmen lain, yakni segmen konsumen yang sadar tentang kesehatan. Konsumen ini besarnya sama dengankonsumen yang menganggap bahwa ritual penting atau sebesar 22 persen dari konsumen kopi.
Mereka ini ditandai dengan kecenderungan untuk mengkonsumsi kopi tanpa kafein. Sikap mereka, bagaimanapun, masih menunjukkan godaan terhadap normal, kopi non-kafein. Ini adalah target pasar yang terdiri dari baik orang muda dan orang dewasa setengah baya yang tinggal di kota-kota lebih besar.
Kelompok keempat adalah konsumen kopi bermasalah. Kelompok konsumen ini memang tidak besar, yakni hanya 9 persen. Mereka menunjukkan sikap yang sangat negatif terhadap konsumsi kopi normal; mereka tidak sepakat pada pendapat bahwa bahwa mengonsumsi menyetujui merangsang dan meningkatkan kualitas energik. Jadi kalapun mengonsumsi kopi, mereka memilih kopi instan. Kelompok sasaran ini berusia antara 18 dan 34.
Bagi pedagang warung kopi, membidik konsumen memang memerlukan usaha tersendiri. Mereka mencoba menemukan ritual yang membuat konsumen baik agar menjadi lebih berkualitasatau menikmati ritualnya itu sendiri.
Gaya meracik kopi misalnya, menjadi pembeda antara kopi di masyarakat Belitung dengan masyarakat lainnya. Masyarakat Belitung percaya bahwa meracik kopi secara tradisional dapat membuat aroma wangi kopi di Belitung kuat dan hangatnya hasil seduhan kopi bertahan lebih lama.
Air panas untuk menyeduh kopi masih direbus di atas kompor tradisional yang berbahan bakar arang. Hal ini salah satunya ditemukan di warung kopi Kong Djie yang terletak di Jalan Siburik Barat, Kota Tanjung Pandan, Provisi Bangka Belitung (Babel).
Aida (41), salah seorang karyawan warung kopi Kong Djie mengungkapkan, kopi hasil racikannya dapat tetap hangat hingga lebih dari setengah jam. “Kalau pakai kompor gas pasti lain rasanya. Kalau pakai arang, aromanya lebih wangi sama panasnya tahan lama,” ujar perempuan yang telah bekerja di warung kopi itu selama hampir 12 tahun kepada ANTARA News.
Aida mengatakan, biasanya setelah air yang digunakan untuk menyeduh kopi mendidih, dia akan menyiapkan racikan kopi bubuk Badau dan arabika. “Satu setengah kilo kopi bubuk Badau dicampur lima sendok makan kopi arabika,” kata perempuan yang tinggal di Jalan Baru, Tanjung Pandan itu.
“Setelah air mendidih, masukkan racikan kopi, terus diaduk. Setelah itu diamkan sebentar dan disaring,” tambah Aida. Terakhir, lanjut Aida, baru campurkan racikan kopi tadi dengan bubuk cokelat secukupnya.
Dengan ritual seperti itu, pelanggan warung Aida berdatangan setiap pagi di warung kopi sampai sekarang.Padahal, warung kopinya itu telah berdiri selama lebih dari 50 tahun itu. Terutama di hari Jumat, Sabtu dan Minggu. Mereka, kata Aida, umumnya memesan kopi susu, benar-benar hanya paduan antara kopi dan susu, tanpa tambahan gula.
Harga segelas kopi susu di warung yang buka sejak pukul 5.30 hingga 19.00 itu ialah Rp8.000, sementara untuk kopi hitam, Rp7.000. “Kalau yang gelas kecil Rp5.000,” kata Aida.
Cerita di atas menunjukkan kesuksesan suatu merek dengan mendompleng ritual atau kebiasaan kelompok masyarakat. Dalam bukunya, Consumer Behavior and Marketing Strategy, J. Paul Peter dan Jerry C Olson mendefinisikan ritual sebagai kegiatan simbolis yang dilakukan konsumen untuk menciptakan, menegaskan, menumbuhkan, atau memperbaiki makna hidup tertentu. Disini terkandung artifak (benda untuk ritual), script, peran, dan audience. Misalnya ritual konsumsi coklat yang dilakukan suku Aztec di Amerika. Disini, coklat—yang diyakini bisa menambah stamina — disajikan hanya untuk para pejuang (warrior) dan kaum ningrat.
Dalam kehidupan sehari-hari, produk atau merek bisa mengekpresikan makna budaya atau simbolis. Misalnya colkat tadi. Bagi kebanyakan suku Aztec, coklat hanya cocok untuk kaum ningrat, sehingga bila mereka mengkonsumsinya dapat mengekspresikan kebanggaan. Dalam istilah Peter dan Olson, terjadi product nurturing rituals. Disini terjadi pemindahan makna personal ke produk yang selanjutnya dipindahkan lagi ke konsumen.
Namun makna budaya itu beragam menurut masyarakatnya. Di kalangan tertentu misalnya, coklat dianggap sebagai simbol romantisme. Awal Februari lalu, presenter NewsChannel5 — Linda Passariello – menanyai beberapa warga Ohio seputar hadiah pada Hari Valentine lalu. Sebagian besar menjawab coklat atau parfum. Kenapa? Mereka percaya bahwa memakan coklat lengkap dengan hiasan strawberry menambah romantisme hubungan mereka.
Bagaimana pemasar memanfaatkan fenomena ini? Salah satu tugas dasar pemasaran adalah mengelola makna budaya yang ada pada merek atau produk. Pengelolaan makna merek menuntut para pemasar untuk mengidentifikasi makna-makna merek atau produk yang secara bersama dianut konsumen. Pemasar juga harus terus memantau perubahan yang terjadi. Dan dengan memahami peran ritual pada perilaku konsumen, pemasar dapat menggunakan bantuan ritual dalam memindahkan makna budaya yang paling penting dari suatu produk atau merek ke konsumen.
Seperti dimaklumi, konsumen mendapatkan makna itu dengan membeli. Makna tersebut kemudian digunakan untuk menunjukkan identitas mereka. Meski disadari bahwa makna tak banyak dipengaruhi oleh kegiatan perusahaan, namun sebenarnya strategi pemasaran dapat mempengaruhi lingkungan budaya secara keseluruhan. Misalnya keberhasilan pengelola mal mengubah ritual akhir pekan masyarakat kota dari misalnya liburan ke luar kota menjadi hanya jalan-jalan di mal. Juga pengelola merek sampo berhasil mengubah ritual membersihkan rambut dari – misalnya – tiga hari sekali menjadi setiap hari.
Dengan kata lain, strategi pemasaran dapat diarahkan untuk memelihara makna merek yang positif atau menciptakan makna atau ritual baru. Menciptakan makna atau ritual baru tidak harus dengan meluncurkan produk baru. Dengan komunikasi yang jitu, strategi itu bisa dicapai. Ingat iklan Oreo di TV beberapa waktu lalu. Disitu sang anak memperagakan ritual mengkonsumsi Oreo dengan “diputar, dijilar, dicelup ke dalam susu, baru dimakan.” Kabarnya, sejak iklan itu muncul, penjualan Oreo melonjak lima enam kali lipat.
Juga bagaimana Hallmark menciptakan ritual pertukaran (exchange rituals) sehingga remaja Amerika merasa belum sreg atau ada perasaan bersalah bila tak mengirim atau menerima kartu ucapan dengan Hallmark. Toh, tidak semua ritual diciptakan secara sengaja (by design). Ada perusahaan yang secara tak sengaja dan menyadari bahwa ia menciptakan ritual baru sehingga tak berhasil mengekploitasinya utnuk strategi pemasaran lanjutan. Sebaliknya, banyak pula strategi menciptakan ritual mengkonsumsi yang tak berhasil
Masih ada contoh lainnya. Sampai 1995, Procter & Gamble (P&G) tak menjual sabun pencuci piring ke Jepang sama sekali. Pasar sabun pencuci piring dikuasai merek lokal. Pada 1970-an, P&G pernah mencoba masuk dengan merek Orange Joy, tapi gagal. Namun kini Joy – merek keluaran P&G– menguasai pasar sabun pencuci piring (dish-soap) Jepang. Apa rahasianya?
Ceritanya pada 1992, P&G berhasil memasarkan produk lain seperti Pampers. Merek ini berhasil masuk karena memang gaung merek itu mendunia. Mulai saat itulah P&G melakukan riset konsumen. Guna menembus pasar sabun pencuci piring, P&G mengirim beberapa periset untuk meneliti ritual masyarakat Jepang dalam penggunaan mesin pencuci piring (dish-washer). Mereka menemukan kebiasaan aneh, konsumen rumah tangga Jepang selalu menyemprotkan sabun lebih banyak dari yang seharusnya. “Itu jelas merupakan pertanda rasa frustasi konsumen terhadap produk yang ada,” kata Robert A McDonald, kepala operasi P&G di Jepang.
Ketika itu, banyak eksekutif P&G yang ragu bisa masuk ke pasar Jepang. Namun, laboratorium P&G di Kobe menyodorkan produk sabun pencuci berformula konsentrasi tinggi. Dengan mengusung kampanye “A little bit of Joy cleans better”, Joy diuji pasar di Hiroshima, 400 mil dari Tokyo. Hasilnya, dalam empat minggu, Joy menguasai 30 persen pasar sabun pencuci piring di kawasan itu.

Jumat, 24 Oktober 2014

Bagaimana Merck Memanfaatkan Media Sosial untuk Kampanye Rawan Response Negatif






Kunci pertama untuk memperoleh manfaat dari kekuatan Facebook adalah menyadari bahwa ketika bergabung dalam seseorangatau lembaga harus  siap mendengarkan (dan meresponnya) apa yang dikatakan oleh orang lain tentang dirinya.

Idealnya, dari perspektif pemasaran, media yang diperoleh (earned media) berisi dukungan dari orang-orang yang memiliki pengetahuan, dihormati pelanggan yang bersedia membela merek kita, atau yang dikatakan pihak ketiga yang ahli dan berbagi pengalaman positif mereka serta mempengaruhi orang lain.

Namun satu hal yang perlu disadari adalah bahwa ketika bergabung ke media sosial berarti memberi peluang kepada orang lain mengatakan tentang kita. Yang dikatakan orang lain tentang kita itu seringkali di luar kontrol kita yang kadang-kadang tak terduga.

Ketika bergabung dengan media  sosial, seseorang juga harus menyadari bahwa media sosial adalah sarana bagi orang lain, pelanggan atau yang lain yang berkepentingan dengan kita berbagi informasi, dan mengekspresikan pendapatnya. 

Orang lain juga memiliki  kebebasan untuk  melihat atau tidak melihat media  sosial kita. Tidak ada yang dapat memaksa orang lain untuk mengunjungi halaman Facebook Anda misalnya atau membuka pesan-pesan yang Anda posting. Anda  juga tidak akan bisa membayar untuk mendapatkan tayangan yang Anda inginkan di Facebook.

Bila Anda menginginkan media sosial Anda dikunjungi, Anda harus menciptakan konten yang menarik dan berharga. Mengapa? Karena halaman Facebook bukanlah iklan yang bisa Anda gunakanuntuk mendukung Anda.  Sebaliknya,  media sosial  adalah program yang orang dapat memilih untuk tune ke media sosial dan pesan Anda atau mengabaikannya.

Penelitian-penetian menunjukkan bahwa halaman-halaman media  sosial yang paling efektif, selalu  dijalankan oleh orang-orang yang memahami bahwa mereka adalah penerbit yang berusaha menarik audiense, bukan pengiklan yang sekadar menyampaikan pesan keluar. Dalam konteks media sosial, audiense adalah orang-orang atau lembaga yang juga memiliki media sosial juga. Merekaberinteraksi dengan orang lain juga melalui media sosialnya.

Orang PR secara alami unggul dalam hal-hal semacam "penerbitan" ini. Seperti  dimaklumi media yang diperoleh (earned media) adalah urusan orang-orang PR. Media meliput dan memuat berita yang pesan-pesannya diberikan oleh orang PR untuk menciptakan sebuah cerita yang lebih besar sehingga konsumen tertarik. Merek dapat menjadi bagian fenomena ini dengan menyampaikan pesan merek yang positif, bukan menghindarinya.

Sebaliknya, Anda perlu  membuat konten yang membuat mereka datang kembali pada media sosial mereka sendiri dengan membuat mereka berharap untuk melihat postingan Anda di newsfeeds mereka. Ini bisa Anda  lakukan dengan memberi mereka sesuatu --  informasi penting -- yang menarik, lucu atau berguna sebagaimana pengiklan atau programer  membuat pemirsa ingin menonton kembali acara TV yang ditontonnya  atau membeli majalah. Anda harus mendapatkan audiense dengan menginformasikan dan menghibur audiense Anda.


Tahun lalu, PT Merck Tbk melalui divisi obat peresepannya, Merck Serono, berinisiatif untuk  mensosialisasikan program bayi tabung di Indonesia. Hal itu didasari atas data Badan Pusat Statistik, yang menunjukkan bahwa ada 200.000 pasangan potensial untuk melakukan bayi tabung. Sayangnya, mereka yang melakukan program bayi tabung, justru menyambangi klinik di luar negeri, seperti Singapura dan Malaysia. Padahal, di Indonesia sudah terdapat puluhan klinik bayi tabung yang tersebar di kota-kota besar Indonesia.

Program ini menjadi bagian dari Marketing PR, lantaran Merck Serono memiliki obat-obatan terkait fertilitas dan bayi tabung. Merck Serono menyasar target pasangan usia subur 25-40 tahun yang sudah 1 tahun menikah dan belum mempunyai anak, serta pasangan usia subur yang sudah memiliki 1 anak namun kesulitan untuk memiliki anak ke-2.

Rangkaian kegiatan digelar Merck Serono. Pertama,  dimulai sejak Februari 2012 hingga Juni 2013, dengan melakukan focused group discussion untuk meningkatkan awareness, hingga membangun key messages bahwa sudah ada 20 klinik bayi tabung yang tersebar di 8 kota besar di Indonesia.

Selain itu, bekerja sama dengan PERFITRI (Perkumpulan Fertilisasi In-VItro Indonesia), Merck juga mensosialisasikan keberadaan klinik-klinik bayi tabung lewat beragam aktivitas. Mulai dari peluncuran situs www.MauPunyaAnak.com, melakukan in-depth interview dengan 20 klinik bayi tabung di Indonesia bersama media, menyampaikan pesan melalui media massa bekerja sama dengan Majalah Femina, dan penggunan sosial media seperti akun twitter dan facebook MauPunyaAnak. Termasuk, menggelar roadshow 'Sharing Room” di mal-mal Jakarta dengan menggunakan marketing tools seperti flyer, poster, banner, demi memperluas jangkauan dan membangun engangement.

Hasilnya, website MauPunyaAnak.com terus meningkat pengunjungnya. Jika Februari 2012 jumlah visitor hanya 544, maka pada Mei 2013 telah mencapai 7.933 visitors. Program dari tiap fase juga dimuat 129 artikel di media dengan PR value sekitar Rp 11 miliar. Siklus nasional sesudah program berjalan mengalami kenaikan 21% dan siklus nasional Merck Serono setelah program berjalan mengalami kenaikan 31%.

Salah seorang teman saya, almarhum Felix Jebarus yang saat itu menjadi salah satu juri “PR Program of The Year 2013” menilai bahwa gagasan Merck tersebut mungkin belum popular di masyarakat Indonesia, bahkan  masih menjadi isu yang sensitif. “Namun, isu ini menarik dan kreativitasnya adalah sesuatu yang unik. Sementara itu, tahapannya sudah bagus dan harus tetap di-maintain terus menerus,” ujarnya.

Dari penelusuran MIX, sampai saat ini,  belum munculkomentar negatif tentang kampanye. Ini karena – salah sartunya – adalah pengelola akun media  sosial #MauPunyaAnak  aktif mempodting pesan-pesan yang membangkitkan semangat pasangan yang belum memiliki anak.

Merek-Merek Lokal yang Siap Bersaing di Arena Global

Tahun depan kawasan ASEAN menjadi pasar tunggal. Setiap produk bebas masuk ke pasar lokal. Begitu pula sebaliknya. Cek merek lokal apa saja yang siap bersaing di pasar global?

Tahun ini, untuk yang kedua kalinya, Majalah MIX-Marketing Communications bekerjasama dengan MARS yang memegang lisensi American Customer Satisfaction Index (ACSI) melakukan survey guna mengukur tingkat kepuasaan pelanggan beberapa produk dan perusahaan di Indonesia. Hasil survey itu dituangkan Gobal Customer Satisfaction Standar (GCSS) yang mengukur kepuasan pelanggan dengan menggunakan model ACSI.

Yang perlu digarisbawahi adalah hasil pemaparan kepuasan pelanggan di Indonesia GCSS ini bisa disandingkan dengan hasil di tingkat global. Ini karena baik dimensi maupun indikator pengukurannya menggunakan standar ACSI yang digunakan di lebih dari 12 negara di dunia. Dengan demikian, pengguna data pengukuran kepuasan pelanggan ACSI di Indonesia bisa membandingkan kinerja kepuasan pelanggan di level global.

Mengapa standard global? Tahun depan, ASEAN menjadi pasar dan berbasis produksi tunggal. Itu berarti  terjadi aliran barang, jasa, investasi dan tenaga terampil secara bebas diantara negara-negara ASEAN.

Secara teori, liberalisasi perdagangan internasional, bisa berdampak negatif atau
positif terhadap perusahaan-perusahaan lokal secara individu melalui empat (4) cara. Pertama, melalui peningkatan persaingan di pasar domestik. Kedua, melalui penurunan biaya produksi. Ketiga, melalui peningkatan ekspor. Keempat, melalui pengurangan ketersediaan bahan-bahan baku atau input lainnya di pasar dalam negeri.

Situasi ini bisa menjadi ancaman terutama bagi produk yang kurang mampu bersaing, peluang bagi produk yang memiliki daya saing terutama di level global. Peluang yang dimaksud adalah peluang pasar yang lebih besar dibandingkan sewaktu perdagangan dunia masih terbelah-belah arena proteksi yang diterapkan di banyak negara terhadap produk-produk impor.

Sedangkan tantangan bisa dalam berbagai aspek, misalnya, bagaimana bisa menjadi unggul di pasar dalam negeri, yakni mampu mengalahkan pesaing domestik lainnya maupun pesaing dari luar negeri (impor), bagaimana bisa unggul di pasar ekspor atau mampu menembus pasar di negara-negara lain; bagaimana usaha bisa berkembang pesat (misalnya skala usaha tambah besar, membuka cabang-cabang perusahaan), bagaimana penjualan/output bisa tumbuh semakin pesat;
dan lain-lain.

American Customer Satisfaction Index (ACSI), didirikan pada tahun 1994 melalui kemitraan antara University of Michigan Business School, American Society for Quality (ASQ), dan perusahaan konsultan internasional CFI Group. Di Amerika Serikat, ACSI telah melakukan pengukuran pengalaman konsumen yang seragam dan independen terhadap 190 dari perusahaan terkemuka. Disini ACSI melakukan tracking kepuasan pelanggan dan terbukti menjadi indikator ekonomi yang kuat bagi perusahaan, asosiasi industri perdagangan, dan lembaga pemerintah.

Model ACSI merupakan salah satu alat untuk melakukan pengukuran yang berbasis pada pelanggan (customer-based measurement system). Model ini ditujukan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan, industri, sektor-sektor ekonomi, dan ekonomi nasional yang secara aplikatif memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan model pengukuran kepuasan pelanggan yang selama ini banyak dilakukan.

Dari survei kali ini diperoleh gambaran yang menarik. Secara umum, sejatinya konsumen Indonesia memiliki standard yang tidak tinggi dan cenderung unspoken. Jadi sepertinya mudah terpuaskan, tetapi kalau tidak puas mereka tidak mengkomunikasikannya ke pemilik merek. Mereka langsung saja pindah ke merek lain. Bagi pemilik merek ini tidak mudah sehingga ketika riset CS di Indonesia, apabila digunakan sebagai dasar loyalty strategy, harus lebih detail ke riset tentang dampaknya ke loyalitas.

Temuan MARS-ACSI juga memberikan gambaran bahwa di sejumlah kategori seperti oli pelumas mobil, minyak goreng, bank, air minum dalam kemasan, dan beberapa kategori produk lainnya, indeks kepuasan pelanggannya di atas rata-rata global. Ini menunjukkan bahwa pada dasarnya merek atau produk tersebut kualitasnya yang dipersepsikan konsumen di atas rata-rata global.  

Dalam survei Global Customer Satisfaction Standard (GCSS) kali ini, dari 138 brand yang disurvei (berasal dari 50 industri), sebanyak 108 brand (72.5%) berhasil meraih bintang 5 untuk kepuasan pelanggan mereka. Ini artinya, mereka berhasil men-deliver customer satisfaction level di atas rata-rata indeks kepuasan konsumen global di masing-masing kategori produk. Sementara itu 29 brand meraih bintang 4 yang artinya tingkat kepuasan konsumennya berhasil mencapai standard global.

Di Industri perbankan dan jasa keuangan, ada empat bank nasional yang kualitas produk dan service-nya mencapai bintang lima, yaitu Bank BCA, Bank Mandiri, BRI, dan BNI. Ini artinya, kualitas layanan mereka melampaui standard kepuasan konsumen global.

Sementara di industri multifinance mobil, layanan Astra Credit Company dan Adira Finance meraih bintang lima. Di Asuransi kesehatan, ada Jamsostek dan Askes; di industri asuransi jiwa ada AIA, Prudential, dan Jiwasraya; di asuransi mobil ada Astra Buana (Garda Oto) dan Adira Insurance (Autocillin); dan terakhir di industri unit link ada Prudential dan AXA Mandiri.

Ini mengindikasikan bahwa dalam era tanpa batas saat ini, mereka atau perusahaan sejatinya mampu mengatasi dan mengubah tantangan akibat persaingan di tingkat global yang semakin ketat belakangan ini menjadi peluang. Dalam persaingan ini, berdasarkan temuan GCSS banyak  produk atau merek Indonesia yang benar-benar kuat, efisien, dan berkualitas sesuai dengan tuntutan pasar yang akan memenangkan persaingan. Tidak hanya di level lokal, nasional, tapi juga internasional.

Hasil penelitian yang dilakukan MARS-ACSI ini juga memberikan gambaran tentang kinerja kualitas dari produk-produk Indonesia. Seperti diketahui -- dan ini merupakan keunggulan kedua dari pengukuran model ACSI -- ACSI mengukur kualitas produk dan jasa yang didasarkan pada pengalaman pelanggan yang memiliki pengalaman menggunakan atau mengkonsumsi.

Pengukuran kepuasan dengan model ACSI akan berbeda dengan teknik pengukuran kepuasan melalui teknik pengukuran secara langsung atau metode plurality (misalkan top two boxes-TTB). Pengukuran kepuasan dengan model ACSI memiliki tiga anteseden: perceived quality, perceived value, dan customer expectations.

Temuan mengisyaratkan kepada para pengelola merek untuk benar-benar mengelola komunikasinya sehingga tidak membuat ekspektasi konsumen terlalu tinggi sementara merek atau produknya tidak mampu mempenuhi ekspektasi tersebut.

Seperti dimaklumi, ekspektasi konsumen dipengaruhi oleh pengalaman pembelian yang dilakukan sebelumnya, karena saran teman atau koleganya, serta janji dan infoemasi pemasar dan pesaingnya. Jika para pemasar meningkatkan harapan terlalu tinggi, para pembeli kemungkinan besar akan kecewa. Di Indonesia, terutama di telekomunikasi, semua provider jor-joran dengan harga. Masing-masing mengklaim sebagai yang paling luas, luas jangkauan, tanpa putus dan sebagainya. Tapi apa yang terjadi?

Keluaran dari penelitian ini tidak hanya nilai skor kepuasan yang akan didapat tetapi juga hal-hal sebagai kunci pendorong kepuasan. Salah satu bagian penting dari ACSI adalah kemampuannya untuk memprediksi economics return. Model ACSI menggunakan dua pewakil untuk memprediksi economic return yaitu: 1) customer retention (diestimasikan dari sebuah transformasi non-linear dari pengukuran seperti repurchase) dan 2) price tolerance.

Di Amerika Serikat, model ini menjadi salah satu barometer dari kesuksesan perekonomian yang mencerminkan tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk dan jasa yang dibeli. Dalam setiap surveinya melibatkan 200 perusahaan di lebih dari 40 industri dengan menginterview lebih dari 65.000 responden setiap tahun. 

Wawancara dilakukan dengan tetap menjaga validitas data. Karena itu responden hanya diwawancara hanya untuk paling banyak 10 produk yang berbeda / jasa kategori dan hanya yang berasal dari paling banyak 3 perusahaan pemilik produk atau jasa. Wawancara dilakukan sampai kuota 250 wawancara per perusahaan terpenuhi, terlepas dari ukuran akhir dari kolam sampel.

Karena itu, ACSI telah menjadi acuan bagi para pemain bisnis dalam mengukur kinerja perusahaan diluar balance sheet. American Customer Satisfaction Index telah memberikan sebuah acuan tentang seberapa baik tingkat kualitas produk dan layanan yang dikonsumsi dan diproduksi pada sebuah perekonomian utnuk melengkapi pengukuran output ekonomi tradisional. Karena itu, hasil ACSI sangat berguna bagi para pembuat kebijakan publik, manajer dan investor, dan pelanggan.

Kesuksesannya dalam mengungkapan kinerja perekonomian telah dibuktikan melalui berbagai macam kajian. Salah satunya adalah kajian tentang hubungan ACSI dengan harga saham di Amerika. Dalam kajian tersebut dipilih 20% perusahaan yang memiliki skor ACSI tertinggi. Berdasarkan pengamatan dari tahun 1996-2006 dapat disimpulkan bahwa ada korelasi kuat antara skor ACSI dengan harga saham.

Bagaimana bisa? Seperti diilustrasikan di bagian pertama menu utama ini, membaik atau memburuknya sikap pelanggan terhadap suatu mereka terjadi ketika mereka melihat ketidakkonsistenan kualitas. Perubahan skor kepuasan pelanggan perusahaan tidak terjadi dalam semalam. Pengaruhnya bekerja melalui rantai nilai yang kompleks yang pada akhirnya mempengaruhi keuntungan kuartal dan harga saham.

Karena itu, perusahaan dengan kepuasan pelanggan yang tinggi tidak hanya mampu menghasilkan stock return yang lebih tinggi, tetapi juga stock value dan cash flows tidak bergejolak. Keampuhan model ACSI telah membuktikan bahwa pengukuran kinerja perusahaan di luar balance sheet patut untuk dijadikan acuan bagi para pelaku bisnis. ACSI menunjukkan sebuah cara baru untuk engevaluasi dan meningkatkan kinerja perusahaan dan ekonomi modern. Pengukuran out of balance sheet mampu mengungkapkan kinerja ekonomi nasional secara empirik.

Implikasi dari kajian ACSI ini akan berbeda dari satu perusahaan atau industri dengan perusahaan atau industri lainnya. Pada perusahaan yang memiliki siklus pembelian yang lama seperti asuransi kesehatan dan durable goods, perubahan kepuasan pelanggan akan berdampak lebih buruk pada upaya peningkatan penjualan perusahaan, peningkatkan harga, dan lain sebagainya.

Di banyak sektor industri yang bergantung pada layanan, jika kepuasan pelanggan perusahaan meningkat, pelanggan akan cepat menyesuaikan perilaku mereka dan memberitahu orang lain. Kemudian, orang yang diberitahu tersebut cenderung segera mengubah perilaku pembeliannya. Data PlanetFeedback.com memperlihatkan bahwa di industri computer misalnya, tantangannya adalah bagaimana memberikan layanan prima.

Ini karena masalah yang berkaitan dengan pelayanan memiliki pengaruh yang jauh lebih besar dibandingkan dengan masalah yang berkaitan dengan produknya sendiri. Sebab sejak awal berhubungan – kontak – sudah berlangsung atau sudah melibatkan interaksi langsung antara perusahaan dan pelanggan mereka. Disini pelanggan mulai kontak, mengungkapkan keinginan yang kuat untuk memecahkan masalah mereka. Pada proses inilah pelanggan akan merekomendasi – dalam hal ini bila puas – atau mencela dan menyebarkannya bila tidak puas.

Minggu, 19 Oktober 2014

Mendefinisikan PR Masa Depan

Tidak ada definisi tunggal tentang public relations (PR) maupun public relations strategis (Strategic Public Relations). Maksudnya, ada fenomena PR didefinisikan secara berbeda oleh berbagai praktisi dan akademisi di mana kata “manajemen” adalah kata yang paling umum digunakan.
Grunig dan Hunt (1984, hal 6.) mendefisinikan PR sebagai “manajemen komunikasi antara organisasi dengan publiknya”; sementara Ledingham dan Bruning (1998) mendefinisikan PR sebagai “manajemen hubungan”.
Cutlip et al. (2006, hal. 1) berpendapat bahwa PR adalah “fungsi manajemen yang membangun dan mempertahankan hubungan saling menguntungkan antara organisasi dan publik yang mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan”. Namun demikian, Dozier dan Lauzen (2000) berpendapat bahwa mendefinisikan PR “sebagai fungsi manajemen” adalah mengaburkan fokus pada teori PR khususnya di tingkat organisasi.
Lages dan Simkin (2003) menyebut itu sebagai konseptualisasi public relations tidak berhenti pada satu definisi namun berlangsungterus menerus mengikuti perkembangan jaman. Dunia terus berkembang, begitu juga opini publik; jarum jam dunia PR seakan kutu yang melompat lebih cepat. Itu sebabnya, fungsi PR diperlukan untuk terus mengembangkan opini publik dan, jika perlu, mempengaruh dan memodifikasi mereka (Wells dan Spinks, 1999).
Mengirim pitch berita dan press kit sudah ada sejak awal abad 21. Praktek-praktek seperti ini bersama dengan fenomena terbaru berhubungan dengan melalui media sosial, telah menjadi bagian utama dari “hubungan masyarakat.”
Tapi bagaimana kita benar-benar mendefinisikan PR? Pada 2011 Humas Society of America (PRSA) menginisiasi kampanye untuk menjaring suara publik tentang definisi public relations. Hasilnya, public relations didefinisikan sebagai proses komunikasi strategis yang membangun hubungan saling menguntungkan antara organisasi dan masyarakatnya.”
Tak sampai dua tahun kemudian, Wendy Zaas, wakil presiden eksekutif di perusahaan PR Rogers & Cowan, percaya bahwa defisini tersebut sekarang menjadi begitu kuno karena tidak membahas integrasi pemasaran dan media sosial sebagai bagian dari disiplin.
PR, katanya, seharusnya tidak lagi berdiri sendiri, karena dunia komunikasi saat ini telah “bercampur” dan menuntut integrasi terbaik tiga disiplin tadi (PR, marketing dan media sosial) dengan strategi cerdas dan kreatif sehingga berdampak positif.”
Yang juga hilang dari definisi PRSA itu adalah konsep tentang return on investment. Padahal, ROI sering menjadi tuntutan klien.Intinya pengukuran dengan mempertimbangkan tujuan pemasaran dan strategi pesaing itu sekarang telah menjadi standar. Simak pengalaman Unilever saat meluncurkan es krim Magnum beberapa waktu lalu.
Barangkali ini pertama kali terjadi dalam sejarah pemasaran eskrim di Indonesia. Sebuah merek eskrim—Magnum, dicari-cari konsumen. Tapi hebohnya, eskrim tersebut seolah-olah raib dari pasar. Menurut Meila Putri Handayani, Senior Brand Manager Teens, Adults, & Moo PT Unilever Indonesia Tbk, pemilik merek Magnum, kelangkaan Magnum di pasar ini terjadi semata-mata karena permintaannya jauh lebih besar dari yang diperkirakan. “Kampanye Magnum telah membuat habit konsumen berubah,” kata Meila.
Meila mengatakan bahwa sebenarnya Magnum sudah diproduksi dengan kapasitas besar, namun ternyata hal itu tetap tidak bisa memenuhi demand yang luar biasa paska kampanye itu. Meila melihat fenomena itu sebagai sesuatu yang menggembirakan. “Bayangkan, konsumsi eskrim di Indonesia selama ini sangat rendah (terendah di dunia), hanya setara dua stick perorang per tahun,” katanya.
Kampanye Magnum padaawal 2011, menurut Meila, telah mengubah habit konsumen es krim. “Ada segmen yang tidak terbiasa makan eskrim akhirnya masuk dalam kategori konsumen.” Mereka itu, kata Meila, adalah konsumen dari segmen usia lanjut, seperti nenek-nenek, yang ikut memperlebar pasar.
Demam Magnum ini, kata Meila, adalah buah dari kampanye yang sudah direncanakan sejak dua tahun lalu. “Kami memang mematangkan konsepnya dahulu,” katanya sambil menambahkan bahwa eksekusi yang baik biasanya 90% berkat perencanaan yang matang. Perencanaan ini, katanya, termasuk riset pasar.
Riset kepada konsumen menunjukkan bahwa ada kesempatan buat Unilever untuk menggarap segmen dewasa, mengingat segmen ini belum “terjamah” produk es krim. Dan dari riset pula diketahui bahwa segmen dewasa ternyata menggemari produk premium. Temuan menarik lain, orang dewasa mengonsumsi eskrim untuk mendapatkan kepuasan. “Dan kami menginterpretasikan kepuasan itu setara dengan cita rasa cokelat,” kata Meila. Maka kemudian Magnum memulai perjalanan barunya dengan mengaitkan brand ini dengan imaji kualitas cokelat Belgia.
Langkah selanjutnya, kata Meila, adalah mengemas strategi komunikasi dengan penekanan pada perlakuan manis ala putri raja, pemanjaan, dan pemenuhan fantasi yang penuh dengan pelayanan. “Maka lahirlah TVC dengan konsep putri kerajaan itu.” Meila menambahkan bahwa target komunikasi TVC itu pada awalnya adalah perempuan, khususnya yang berusia 25-35 tahun. Namun dia tak menampik jika TVC itu bisa menarik segmen umum pada usia 18-45 tahun.
Meila menilai keberhasilan Magnum adalah karena menggunakan strategi komunikasi 360 derajat, dan memaksimalkan semua media. “Sebagai komunikasi yang terintegrasi, pesannya sama, yaitu “Magnum will indulge you like a princess,” katanya. Hal ini menjadi benang merah dari semua komunikasi yang digunakan, termasuk TVC, dan on-ground activity.
Namun, satu hal yang membedakan Magnum dengan merek lain, adalah Magnum sangat fokus pada produk karena, kata Meila, dalam mengemas produk, marketer terlalu berlebihan mengemas cerita. “Pada Magnum, product has to be the hero,” katanya. Meski tidak merinci besarnya nilai penjualan Magnum, Meila mengaku sangat puas. “Dari skala 1 sampai 10, nilai kepuasan kami 8,” katanya sambil tersenyum
Pada penghujung 2012, Unilever melalui brand es krim premium-nya, Wall’s Magnum, kembali begitu garang melakukan kampanye marketing di berbagai media mulai dari print ad, TV Commercial (TVC) yang disutradarai Bryan Singer, hingga menggunakan endorser sekelas Benicio Del Toro dan Caroline Correa. Mengusung varian terbaru, yaitu Magnum Gold, Unilever memfokuskan diri meluncurkan strategi komunikasinya secara serempak di seluruh channel pemasaran dan tidak terkecuali lewat sosial media seperti Twitter.
Oky Andries, Brand Manager Wall’s Magnum mengatakan, antusiasme terhadap varian baru ini muncul di setiap Negara. “Antusiasme pun terlihat di social media milik Magnum @MyMagnumID, dimana para penggemar Magnum menunggu kehadirannya di Indonesia, bisa dilihat di Twitter, banyak orang yang membicarakan” ungkapnya.
Mengandalkan populasi follower yang mencapai 54.894 dan ditambah rata – rata intensitas 6 – 7 tweets per hari, Magnum Gold saat itu ingin terus membangun brand awareness. Konten yang disuguhkan pun turut diperhatikan secara detil dan tidak jauh dari tips seputar es krim, gaya hidup dan kesehatan, greetings, hingga quiz. “Lewat Twitter kami ingin engaged dengan ‘pleasure seeker’ kami – sebutan penikmat es krim magnum.”
Intensitas penggunaan twitter oleh Magnum dirasakan sangat efektif dan sesuai dengan target market produk ini, segmen middle dan middle up. “komunikasi yang dilakukan waktu itu menggunakan media digital, twitter – sosial media memang menjadi salah satu pilihan karena informasi yang cepat tersebar.” cerita Oky
Klimaksnya adalah ketika Magnum Gold benar – benar hadir di Indonesia. Sebelum peluncurannya di Magnum Cafe pada 13 September 2012 lalu, promosi diawali dengan pemberitahuan di official account Twitter milik Magnum. Hasilnya follower akun Magnum itu ramai memperbincangkan kedatangan Magnum Gold.
Mereka saling merekomendasikan produk Magnum kepada teman maupun keluarganya sehingga saat itu dalam sekejap Magnum menjadi trending topic worldwide. Apalagi saat acara peluncurannya dihadiri oleh sejumlah artis dan sosialita. Dengan kata lain Magnum berhasil menciptakan viral word of mouth Magnum Gold lewat Twitter.
Gamabarn itu mengukuhkan bahwa Facebook, Twitter, blog, dan media sosial lainnya telah mengubah hubungan antara anggota masyarakat dan orang-orang yang berkomunikasi dengan mereka. Proses public relations digunakan dengan dimensi tunggal, yakni teori menyaring informasi dari bawah. Tetapi masa depan PR sekarang menjadi konglomerasi, terutama difokuskan untuk memfasilitasi percakapan yang sedang berlangsung sambil tetap di garis depan inovasi dalam arena komunikasi.
“Sekarang tidak ada lagi yang namanya ‘media tradisional,” kata Tim Tessalone, direktur informasi olahraga USC seperti dikutip Jarone Ashkenazi di fastcompany.com. “Dengan siklus berita 365/24/7 dan dengan berbagai platform media (termasuk media sosial) sekarang yang tersedia untuk wartawan dan non-wartawan, praktisi PR harus tidak hanya tetap waspada, tapi harus proaktif dan progresif.”
Dalam beberapa waktu terakhir, mncul terminologi baru dalam leksikon public relations. Istilah seperti content marketing dan earned media sering digunakan sebagai pengganti istilah public relations. Ada istilah Storytelling atau Brand Journalism yang kini sudah menjadi praktek yang lazim di banyak perusahaan. Brand journalism menceritakan kisah yang berhubungan dengan keahlian merek Anda. Metode ini sangat berharga, karena melibatkan audiense. Karena itu, mendorong mereka untuk tertarik untuk mempelajari lebih lanjut tentang merek Anda.
Ada juga istilah visual media dan marketing. Dalam kosnsep ini Kampanye PR tidak lagi hanya dinilai dari banyaknya tayangan, sehingga pemanfaatan multimedia sangat penting. Media visual seperti YouTube, Facebook, dan Vine dinilai lebih relevan dalam menentukan keberhasilan keberhasilan kampanye PR. Ini karena praktisi PR harus memposisikan klien mereka agar bisa menjadi Lady Gaga atau tren. Selain itu, agar efektif, setiap kampanye PR harus didukung oleh strategi penjualan dan pemasaran yang tepat.
Belakangan juga munculkan kosa kata baru yang disebut Niche-influencer. Ini sejalan dengan perkembangan teknologi yang membuat hilangnya konsep satu teknologi atau satu penulis bisnis atau editor dalam media. Setiap kategori telah pecah menjadi beberapa subkategori – misalnya di bawah bisnis ada subdivisi untuk kewirausahaan, usaha kecil, bisnis internasional, dll .– dan sangatlah penting bagi praktisi PR untuk menjangkau niche influencer ini agar pengenalan merek bisa tumbuh efektif.
Public relations tidak lagi hanya berbicara tentang dan memanfaatkan media tradisional. Saat ini, public relations bisa kokoh karena dibangun di atas media tradisional dan strategi PR digital, dicampur dengan keterlibatan sosial (social media, blogging, dll), merek jurnalisme, kepemimpinan gagasan, strategi SEO, dan strategi konten, dan sebagainya. PR masa depan melihat meningkatnya peluang praktisi PR untuk menyebarkan pesan klien mereka begitu PR berkembang dan menciptakan kembali dirinya sendiri bersama dengan era media sosial.
Bila PR dulu selalu dan akan selalu berbicara tentang pengembangan konten dan manajemen, dalam lanskap multi-layar seperti sekarang, terdapat teknologi inovatif yang bisa dimanfaatkan untuk menciptakan dan menyebarkan konten. Saat ini, menurut Muck Rack, 92% wartawan lebih menyulai pengiriman bahan press melalui email. Sekarang, Anda juga bisa men tweet siaran pers Anda ke influencer yang ditargetkan dan mengomentari tren pasar di forum dan blog.
“PR sekarang telah menjadi pilihan cara eksekutif memposisikan dirinya sebagai otoritas dalam industri mereka. Menggunakan pendekatan multi-platform, pimpinanperusahaan dapat mengomentari tren berita untuk menjaga diri mereka sendiri dan perusahaan mereka saat perusahaan atau bisnis mereka menjadi pembicaraan di media, terutama media sosial, “kata Ola Danilina, CEO dan pendiri PMBC Group.
Ruang lingkup peluang bagi PR kininmeningkat. Karena itu profesional PR harus terus mengadopsi ide-ide atau gagasan dan menerima inovator. Agensi mungkin saja masih menguasai fakta-fakta tetapi mereka tetap harus bekerja sama dengan pihaklain seperti influencer dan blogger, sehingga mereka tidak menghadapi serangan balasan dari influencer tadi.
Pada intinya PR-nya masih tentang cerita tengan kehebatan tetapi masa depan PR adalah tentang menciptakan pengalaman yang bisa dibagi. Hanya mengukur liputan media adalah cara masa lalu. Profesional PR sekarang harus menargetkan untuk melibatkan audiense klien mereka dan menjadikan mereka sebagai bagian dari siklus berita.

Sabtu, 11 Oktober 2014

Strategic Conversation – Pelajaran dari Bekasi Di-Bully

Pekan lalu, Bekasi di-bully di media sosial. Bagaimana Bekasi seyogyanya memanfaatkan fenomena itu?
Dibicarakan publik adalah positif. Ini adalah proses yang disengaja untuk memulai perubahan di lingkungan eksternal dan internal, menghasilkan suatu alternative, memprovokasi ide dan inovasi, membentuk strategi, menginspirasi tindakan; dan belajar dari apa yang terjadi, dan berbagi pengalaman tersebut.
Beberapa pemimpin negara memulai perubahan dengan menciptakan pembicaraan. Melalui lemparan pernyataan para pemimpin mencoba memobilisasi rakyatnya atau orang-orangnya memfokuskan ide, gagasan dan karyanya untuk melakukan perubahan.
Ketika Nelson Mandela keluar dari penjara Afrika Selatan setelah 27 tahun di balik jeruji besi, dia tidak berbicara tentang retribusi, revolusi, dan perang ras. Sebaliknya, dia malah berbicara tentang rekonsiliasi. Mandela dengan sabar menjelaskan agenda untuk perubahan di Afrika Selatan yang akan dilakukan, berkeliling mendengarkan cerita orang-orang biasa dan berbagi cita-cita dengan mereka. Dengan kata dan langkah dia menjual Afrika Selatan untuk mengajak bekerja sama membangun kembali negara mereka.
Sejumlah CEO perusahaan terkenal juga mengajak karyawan dan stafnya untuk membicarakan mewacanakan perubahan strategis mereka. Peter Brabeck, CEO Nestle, berbagi cetak biru untuk masa depan dengan semua orang di perusahaan – dan bahkan dengan orang luar.
Sir Richard Branson, CEO Virgin Group, tidak pernah membiarkan karyawan dan stafnya atau siapun melupakan pentingnya inovasi, berani, dan gairah. Mantan Ketua GE Jack Welch terus berbicara tentang kebutuhan untuk melakukan perubahan, kecepatan dan lintas batas untuk menjadi “Nomor 1 atau No 2.”
Fakta bahwa Wal-Mart telah menjadi salah satu perusahaan paling berharga di Amerika adalah karena, sebagian besar, untuk terus dibicarakan pentingnya layanan pelanggan oleh pendirinya, almarhum Sam Walton.
bekasi - crop
Pekan lalu Bekasi benar-benar beruntung. Betapa tidak, sejak Kamis (9/10) ramai di Medsos lelucon dan Meme tentang Bekasi. Bahkan di twitter, lelucon Bekasi menjadi Trending Topic Indonesia. Apakah itu berarti tidak bagus? Tidak. Anggaplah sebagai awal perubahan.
Bekasi dijadikan bulan-bulanan karena suhu udara yang panas, ditambah jalan rusak dan berdebu. Para netizen ramai-ramai membuat meme dan membincangkannya di jejaring sosial. Ramainya perbincangan soal Bekasi di media sosial, salah satunya terlihat dari masuknya Bekasi ke dalam salah satu trending topic di Twitter.
Berbagai meme bertebaran untuk menggambarkan betapa panasnya kota ini. Seperti pada salah satu meme, Bekasi digambarkan berdekatan dengan Matahari. Selain itu, salah satu penggalan film Armagedon tentang perjalanan menuju angkasa luar dipelesetkan menjadi perjalanan ke Bekasi.
Menyadari fenomena Kota Bekasi menjadi bulan-bulanan di media sosial, akun resmi Pemerintah Kota Bekasi di Twitter, @pemkotbekasi, membuat sebuah tagar untuk membalas ejekan-ejekan yang beredar. Tagarnya bernama #IniBekasiku.
“Tuips, akhir2 ini Bekasi sering di-bully. Utk support, yuk tuip twet ttng bekasi dgn hastag #IniBekasiKu” tulis akun twitter @pemkotbekasi yang diurus oleh bagian telematika Pemkot Bekasi tersebut pada Sabtu (11/10/2014).
Kicauan tersebut mendapat respons besar dari netizen asal Bekasi. Ketua Komisi A DPRD Bekasi, Ariyanto Hendrata, menjadi salah satu yang ikut berkicau dengan tagar #IniBekasiku. Ariyanto berkata, Kota Bekasi telah menjadi tempat dia dibesarkan sejak 1981. Sebagai anggota DPRD, Ariyanto mengatakan ingin memberikan sesuatu bagi kota yang membesarkannya ini.
“Dengan segenap kemampuan yg trbatas kucoba utk belajar, berjuang dan berkorban utk kemajuannya.. #IniBekasiKu,” tulis Ariyanto dalam akun twitternya @ariyantohendra.
Tidak hanya Ariyanto, warga sipil lain juga mengungkapkan kebanggaan mereka menjadi warga Bekasi. “bekasi bangga kita punya Stadion internasional, punya pahlawan yg asli bekasi, nama bekasi jadi puisi legenda #IniBekasiKu” tulis pemilik akun @RBWangsa.
Admin @pemkotbekasi juga membuat kelakar lucu untuk membalas salah satu ejekan yang mengatakan bahwa Kota Bekasi tidak ada di peta. Kicauan tersebut diambil dari salah satu materi milik para comic-comic asal Bekasi.
“Bekasi ga ada di peta.. | emang ga ada.. adanya tuh disini.. *nunjuk hati* #PrideOfBekasi via @StandUpIndo_BKS #IniBekasiKu,” tulis @pemkotbekasi.
Akun StandUpIndo Bekasi juga ukut membela. Akun komunitas Stand Up Comedy Indonesia untuk wilayah Bekasi ini, membalas bully Bekasi dalam tweet-nya.
Mereka menyertakan hastag PrideOfBekasi, akun tersebut memposting twit membalas isi meme yang beredar seperti, Jauh, di luar angkasa dan Debu di Bekasi.
Berikut tweet berisi balasan meme lucu atau lelucon tentang Bekasi. “Rumah lu dimana? | Bekasi | jauh amat | jauhan juga muke lo.. #PrideOfBekasi
@StandUpIndo_BKS rumahlu dimana? | bekasi | buset, kan bekasi berdebu. | debuan juga napaslu. #prideofbekasi
Bekasi ga ada di peta.. | emang ga ada.. adanya tuh disini.. *nunjuk hati* #PrideOfBekasi
Dalam WordPress-nya, akun tersebut menjelaskan, “#PrideOfBekasi adalah tour StandUpIndo Bekasi ke 9 kota di Cikarang, Kab. Bandung, Serang, Padang, Jambi, Karawang, Jogjakarta, Purwakarta dan Palangkaraya) dan persinggahan terakhir akan berlabuh ke kota tercinta Bekasi”.
Pelajaran dari Selebriti
Pertengahan Desember lalu, penyanyi pop Amerika Serikat Beyonce mengejutkan penggemarnya dengan meluncurkan sebuah album solo ke lima. Dua minggu berturut-turut “Beyonce” menduduki puncak tangga lagu. Album kelima Beyonce itu dirilis 13 Desember lalu.
Menurut Nielsen SoundScan, album “Beyonce” terjual 374.000 kopi pekan lalu. Hingga 22 Desember, album ini telah terjual sebanyak 991.000 kopi. Menurut Billboard, seperti yang dikutip Reuters, album ini berada di urutan ke-12 album terbaik 2013.
Beyonce memang fenomenal. Penyanyi kelahiran Texas itu, yang memiliki nama asli Beyonce Knowles-Carter, adalah salah satu penyanyi paling sukses di dunia, dengan tiket konser yang selalu ludes dan menduduki urutan pertama penjualan. Dia terkenal karena pertunjukan panggungnya yang energik, lagu “All the Single Ladies (Put Ring on It)” dan promosinya tentang pemberdayaan perempuan.
Namun yang menarik adalah album tersebut hanya diluncurkan secara digital melalui iTunes. Ini yang menurut Columbia , sebuah upaya untuk memungkinkan penggemar dapat membentuk pendapat mereka tanpa terlebih dahulu terpengaruh kritikus music. “Saya tidak ingin meluncurkan musik saya seperti yang sudah-sudah,” kata Beyonce dalam pernyataan.
“Saya bosan dengan itu. Saya merasa seperti saya bisa berbicara langsung dengan penggemar saya. Ada begitu banyak hal di antara musik, artis dan para penggemar. Saya merasa seperti saya tidak ingin ada yang memberikan pesan kapan album ini akan diluncurkan. Saya hanya ingin ini diluncurkan saat ini telah siap dan dari saya untuk penggemar saya.
Langkah strategik. Sebab bayangkan bila suatu produk baru dilaunching langsung mendapat kritikan sebelum konsumen yang sebenarnya menikmatinya. Namun demikian, untuk membangun awareness, sesuatu harus sering disebut orang atau menjadi pembicaraan orang. Karena itu, kalau pun dikritik, bukan dari sisi kualitasnya melainkan muncul dari kontroversinya mengenai konten dari album lagu tersebut.
Awal bulan ini, keluarga astronot Badan Antariksa Amerika Serikat (National Aeronautics and Space Administration/NASA) memprotes penggunaan sampel rekaman pesawat antariksa Challenger dalam lagu Beyonce yang berjudul XO.
Single XO dibuka dengan sebuah peringatan, sampel rekaman mantan pejabat hubungan masyarakat NASA Steve Nesbitt yang mengatakan “Flight controllers here looking very carefully at the situation. Obviously a major malfunction”. Sampel itu diambil dari rekaman audio pesawat Challenger yang mengalami kecelakaan hingga menewaskan tujuh awaknya tahun 1986. Keluarga astronot NASA keberatan sampel rekaman tersebut digunakan dalam sebuah lagu pop.
Apakah Anda terpesona oleh Miley Cyrus seperti halnya sebagian besar orang Amerika di bawah usia 30, atau tersihir oleh musik dan stuntsnya seperti yang dia pertontonkan pada acara MTV Video Music Awards, Agustus silam?
Rolling Stone pernah menempatkan Miley pada sampul tahunan “Hot List” mereka dan NPR mencatatnya sebagai bintang yang meroket pesat. Album Cyrus yang mencatat rekor penjualan baru adalah Wrecking Ball. Ini adalah Hot 100 No 1 pertama selama karir sebagai penyanyinya. Lagu We Can’t Stop berada di No 2 kembali pada bulan Agustus. Oktober lalu, ‘ Wrecking Ball melompat ke atas, dari urutan 22 ke nomor 1 hanya dalam satu minggu.
Sejak Februari, Billboard telah memasukkan video semua aliran musik Hot 100 di YouTube dan Vevo, sebuah situs video musik yang juga berfungsi sebagai klip ke YouTube. Banyaknya orang yang melihat video klip Wrecking Ball yang menampilkan Cyrus telanjang membuktikan bahwa tampilan dia diminati banyak orang.
The New York Daily News melaporkan bahwa kritik yang mengalir atas video klip tersebut mengabaikan sebuah point. “Miley Cyrus mungkin tidak memutar rel. Tapi dia tahu persis apa yang dia lakukan. Itu semua, mulai dari tampil telanjang, twerking dan menggoyang-goyangkan, sengaja dimunculkan untuk menjadi bagian dari taktik yang sudah diperhitungkan untuk mengubur citra dia sebagai penyanyi Disney yang polos dan bersih,” tulis The New York Daily News.
Billboard mencatat kontroversinya itu sebagai sebuah kampanye PR yang terencana, dan bukan kecelakaan. “Pendakian Miley Cyrus pada tahun 2013 telah menjadi sebuah pengalaman surealis, tidak satupun dari semua itu merupakan sebuah kecelakaan.
Dalam Miley Cyrus : The Movement sebuah acara documenter baru MTV pada jam tayang premier Rabu malam ( 2/10/2013), langkah-langkah berani bintang pop itu ditampilkan secara penuh. Dia seakan meneguhkan kembali sebuah visi yang sempat tidak memuaskan saat meluncurkan album Can’t Be Tamed pada 2010. Dalam acara Rabu malam itu, Cyrus sengaja memilih We Can’t Stop sebagai upaya dia untuk comeback denagn album yang bergenre hip-hop-centric dan mengingatkan public akan tampilan beraninya pada MTV Video Music Awards, Agustus 2013.
Selama tayangan video documenter tersebut , Cyrus seakan ingin memastikan dan menekankan bahwa sajian citra barunya itu lebih dari sekedar detail promosi. “Bagi saya, sebuah perubahan adalah jauh lebih besar dari pada sekedar sebuah rekaman,” kata Cyrus . “Bagi saya, sebuah gerakan perubahan merupakan sesuatu seperti … mengambil alih dunia .”
Sebuah situs, The Opposing Views, bahkan menyebut langkahnya itu sebagai taktik PR jenius. “Miley Cyrus telah meluncurkan album barunya. Seperti kebanyakan rekan-rekan muda Disney, sebenarnya dia itu seorang penyanyi dengan standar rata-rata. Tapi dia bisa menutupi kekurangannya itu dengan menampilkan sesuatu yang sebisa mungkin menghibur audiensenya.”
Tahun 2005, sementara McDonald mempopulerkan tagline dan berhasil hingga kini, Lovin ‘it, Coca – Cola punya the real thing dan Nike menginginkan kita agar lakukan saja (just do it), Starbucks meluncurkan alternatifnya. Kedai kopi berbasis di Seattle menggunakan pendekatan yang tidak konvensional dalam memasarkan produknya. Ia memilih pesta dan kumpulan orang-orang sebagai media kampanye besarnya.
Starbucks hanya sesekali beriklan untuk produk-produk tertentu dan waktunya dipilih setiap menjelang liburan akhir tahun. Ada juga iklan satu halaman penuh di The New York Times setiap hari Minggu, namun fokusnya lebih pada edukasi untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya pelestarian lingkungan.
Selama itu memang ada paradigm bahwa untuk promosi, yang paling efektif adalah dengan beriklan. Tetapi Starbuck adalah pengecualian. Dalam berpromosi, Starbucks menghabiskan belanja iklan yang jauh lebih sedikit dibandingkan pengecer dan perusahaan produsen produk consumer goods lainnya. Bahkan Starbucks nyaris tidak membayar untuk product placement dalam film layar lebar seperti The Devil Wears Prada dan televisi seperti The West Wing.
Pada tahun anggaran 2005, Starbucks menghabiskan $ 87.7 juta untuk beriklan yang meliputi billboard , iklan online dan signs di lapangan Safeco . Belanja iklan itu berarti sekitar 1,4 persen pendapatan Starbucks pada 2005. Sebagai perbandingan, pada tahun yang sama Coca – Cola menghabiskan $2,5 miliar, dan Nike menghabiskan $1,7 miliar atau sekitar 11 persen dari pendapatan mereka.
Namun demikian, bukan berarti Beyonce, Miley Cyrus, dan Starbuck tidak mengkomunikasikan produknya. Mereka justru sadar benar tentang pentingnya mengkomunikannya. Hanya saja, caranya yang mungkin berbeda dengan yang lainnya sehingga mereka bisa menghemat biaya promosi namun memberikan hasil yang bagus.
Ini bisa dilihat dari cara mereka berkomunikasi, baik dilihat dari sisi pesan maupun efek yang diharapkannya. Yang pertama adalah mereka – terutama Beyonce dan Miley Cyrus menjual kontroversi. Harus diakui bahwa untuk bisnis-bisnis dan individu tertentu melakukan sesuatu aksi kontroversi pada waktu yang tepat dapat menghasilkan manfaat yang besar.
Jelas, jika Anda menjalankan sebuah restoran atau mengoperasikan sebuah klinik kesehatan, Anda tidak perlu takut kontroversi. Sebuah stunt yang menarik perhatian kadang-kadang dapat menerobos kerumunan. Hal itu perlu dilakukan, sebab bagaimanapun saat ini ribuan bahkan jutaan produk baru bermunculan. Promosinya juga seakan tak terhenti.
Karena itulah membangun percakapan untuk membangun awareness penting. Sebab bagaimana orang mengetahui bahwa Anda memiliki suatu produk yang mungkin memenuhi kebutuhan mereka, bila tidak dikomunikasikan. Dalam kaitan ini, yang relative paling murah adalah membangun perdebatan atau kontroversi.
Belakangan beredar berita tentang kontroversi film Soekarno besutan Hanung Bramantyo. Film tersebut dikritisi Guruh Soekarno Putra dan putra putri Bung Karno lainnya. Terlepas apakah kontroversi itu membuat orang pingin menonton ataukah karena filmnya bagus, realitas menunjukkan bahwa jumlah penonton film Soekarno yang terus bertambah sejak ditayangkan Perdana, 11 Desember lalu. Tercatat, jumlah penonton film Soekarno hingga 23 Desember telah mencapai lebih dari 500 ribu orang.
Namun demikian, Anda harus yakin bahwa kalau sesuatu memang sudah bagus, Anda tak perlu lagi menciptakan kontroversi. Simak kasus pesaing film Soekarno (dilihat dari waktu pemutarannya). Hanya butuh 1 minggu bagi film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck berhasil mencuri perhatian 570 ribu penonton di bioskop. Torehan tersebut terbilang istimewa mengingat banyaknya film-film besar yang ikut menghiasi layar bioskop mulai dari The Hobbit: The Desolation of Smaug hingga Soekarno.
Promosi melalui iklan juga perlu dilakukan. Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah ketepatan sasaran audience dengan target market produk Anda. Konsekuensinya, kadang-kadang biayanya per kontaknya lebih mahal. Namun demikian, sesuatu yang tepat memang butuh usaha yang lebih besar.
Hal kedua adalah menjual “seks” meski tidak terlalu disarankan sebab bagaimana pun sangat berisiko. . Tak perlu Britney, Miley atau Cristina untuk mengingatkan kita tentang hal ini, karena begitu banyak hotel, jeans, makanan dan produk lainnya yang berhasil menggelitik kita dengan menampilkan strategi yang membuat orang terperangah karena shock melihat sesuatu. Namun, sekali lagi, hal ini tidak selalu tepat untuk setiap bisnis, tetapi beberapa bisnis, termasuk di kalangan selebriti, memanfaatkan ini dengan baik.
Ketiga, jadikan sesuatu yang layak dikenang. Anda tentu masih ingat dengan Oreo, yang iklannya di puter..di jilat..di clupin… Waktu itu iklan tersebut booming. Banyak sekali iklan-iklan komersil yang ada di media televisi, namun iklan Oreo “diputar..dijilat..dicelupin” tersebut mampu menerobos kerumuman iklan-iklan biskuit bahkan iklan kategori produk lainnya.
Gunakan Media Sosial. Sekarang pengguna sosial media sudah mencapai jutaan bahkan miliaran. Terlepas apakah Anda suka atau tidak suka, ada yang mengatakan bila Anda tak menggunakan media sosial, maka pesaing Anda menggunakannya. Bila Anda tak memiki akun media sosial, kapan Anda mengetahui bahwa erek Anda dibicarakan orang. Ini karena orang ngrasani atau mengeluh misalnya, lebih suka mempostingnya melalui media sosial.
Publikasikan Demografi Anda. Seperti diketahui, sebagian besar pengkritik Cyrus adalah orang-orang yang berusia di atas 40 tahun. Mereka menhatakan bahwa tindakan Cyrus tidaklah bermoral, tidak layak, dan menuduh Cyrus berada di bawah pengarug obat-obatan. Apakah Cyrus peduli? Cyrus tidak menjual albumnya ke mereka. Cyrus justru lebih mengkhawatirkan suara anak muda yang menjadi target pasar albumnya. Nyatanya, remaja menyukai tampilannya. Miley tahu persis siapa pasarnya, dan dia merancang penampilannya itu memang khusus untuk mereka .
Merek lainnya juga harus melakukan yang sama (maksudnya bukan dengan penampilan seperti Miley). Merek harus mengidentifikasi target pasar mereka dan fokus memberi yang mereka inginkan. Anda masih ingat kontroversi tentang beberapa yang belum memiliki sertifikat halal bulan puasa lalu? Sampai saat ini beberapa restoran yang disebut belum bersertifikat halal tak mempedulikannya. Kenapa? Mereka mungkin merasa bahwa orang yang meributkan sertifikat halal bukan target pasar mereka.
Jangan Takut Berinovasi. Cyrus menambahkan tato di tubuhnya, memotong rambutnya, dan mengubah citranya dari anak-anak yang polos menjadi seperti yang sekarang. Tidak semua dari kita perlu melakukan perubahan secara radikal dengan mengubah penampilan atau membuat kejutan budaya. Tetapi lingkungan bisnis, termasuk selera konsumen selalu berubah. Sebuah produk tentu harus mengikuti perkembangan dan beradaptasi sehingga produknya pas dengan waktu dan selera konsumen.
Tak seorang pun ingin menjadi Oldsmobile , eToys , computer Wang atau Lehman Brothers yang kini tinggal jadi catatan sejarah. Tapi bagaimana merek atau produk harus menemukan kembali jati dirinya dan beradaptasi. Dalam beberapa tahun atau bulan ke depan — ketika Miley tidak bisa mendapatkan perhatian orang karena tato atau potongan rambutnya , ketika menari cabul tak lagi diminati dan tak lagi mengejutkan dan dia kehilangan kemampuan untuk mengejutkan kita — mungkin saja para jurnalis menunggu untuk wawancara atau konferensi pers, akan melihat Miley muncul dalam setelan bisnis.