Senin, 04 Juni 2018

Mengapa Orang Cenderung Menyalahkan Orang lain?



Semalam, sehabis buka puasa bersama bersama dengan orang tua teman anak saya, dalam kendaraan selama perjalanan pulang, kami sekeluarga ngobrol berbagai macam. Sesampai di pertigaan jalan Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti Bintaro, tiba-tiba ada mobil berusaha menyeberang masuk ke jalur dengan arah berlawanan dengan kami.

Saking kagetnya, saya injak rem, mobil berhenti. Sebaliknya mobil yang berusaha menyeberang itu juga berhenti. Jadinya kami sama-sama berhenti. Beberapa detik kemudian, ketika saya injak gas, pengemudi mobil itu juga injak gas. Hampir saja tabrakan, untungnya mobil saya rem lagi sehingga tabrakan terhindar.

Mungkin karena merasa direpotkan, pengemudi mobil tersebut membuka jendela kaca depannya dan memaki, “Goblok Lu!.” Sambil menunjuk ke muka saya. Saya terprovokasi dan hampir saja saya membalas makian itu. Untungnya anak saya yang duduk di sebelah mencegahnya. “Sudah Pak.. mungkin kita yang salah,” kata anak saya menenangkan.      

Diakui atau tidak, seseorang memiliki kecenderungan untuk mencari penjelasan tentang apa yang menyebabkan peristiwa tertentu terjadi. Dalam kajian psikologi komunikasi, penjelasan yang membantu seseorang mengidentifikasi apa yang menyebabkan peristiwa tertentu atau perilaku orang-orang disebut sebagai atribusi.

Keinginan seseorang untuk memahami penyebab kejadian yang mereka rasakan menjadi sangat hebat ketika situasi tidak terduga, negatif, atau keduanya (Weiner, 1985). Artinya, seseorang akan lebih termotivasi untuk mencari penyebab ketika pengemudi melakukan seperti yang saya gambarkan itu.

Bila Anda tidak mengalami seperti yang saya alami atau kalau pengemudi tadi tidak menekan gas sehingga membuat mobil menabrak mobil Anda, mungkin Anda tidak berusaha mencari penjelasan. Jadi pengaitan terjadi selama tahap interpretasi persepsi yang dalam hal ini adalah ketika orang diminta untuk menarik kesimpulan tentang penyebab keadaan di sekitar mereka.

Satu pertanyaan inti yang patut dipertimbangkan ketika seseorang membuat atribusi adalah apakah perilaku seseorang disebabkan oleh sesuatu di dalam seseorang atau sesuatu dalam situasi tersebut. Pengaitan internal mengasumsikan bahwa kekuatan pribadi atau karakteristik seseorang berada pada akar perilakunya atau menyimpulkan bahwa perilaku tersebut disebabkan oleh karakteristik sang aktor. Sedangkan atribusi eksternal menempatkan penyebab kejadian dalam kekuatan lingkungan yang ada di luar individu. Dengan kata lain, menarik kesimpulan bahwa perilaku seseorang disebabkan oleh situasi.

Dalam kasus pengendara mobil tadi misalnya, atribusi internal untuk perilaku pengemudi -- termasuk saya -- yang tiba-tiba maunya menang sendiri, adalah bahwa dia  memiliki keterampilan mengemudi yang buruk. Sementara atribusi eksternal merujuk perilaku pengemudi tadi berada dalam kondisi pilihan yang sulit, maju kena mundur kena, atau dia berpikiran bahwa saya adalah pengemudi yang buruk. Meskipun Anda mungkin berpikir bahwa orang mencari penjelasan yang akurat untuk hal-hal yang terjadi, orang seringkali menciptakan bias atribusi.

Bias atribusi mengacu pada distorsi dalam kesimpulan yang diambil seseorang tentang penyebab kejadian. Bias atribusi merujuk pada kecenderungan seseorang untuk menghubungkan perilaku orang lain dengan penyebab internal, bukan eksternal. Sebaliknya, orang juga  memiliki kecenderungan untuk menghubungkan perilaku mereka sendiri dengan penyebab eksternal, bukan internal.

Bias inilah yang membuat seseorang menjadi merasa benar dan orang lain salah. Sebaliknya, bila dalam melihat sesuatu yang menyimpang orang membuat atribusi eksternal, maka kemarahan yang mungkin sudah berpotensi meluap, bisa diredam.