Semalam, sehabis buka puasa bersama bersama dengan orang tua
teman anak saya, dalam kendaraan selama perjalanan pulang, kami sekeluarga
ngobrol berbagai macam. Sesampai di pertigaan jalan Sekolah Tinggi Pariwisata
Trisakti Bintaro, tiba-tiba ada mobil berusaha menyeberang masuk ke jalur
dengan arah berlawanan dengan kami.
Saking kagetnya, saya injak rem, mobil berhenti. Sebaliknya
mobil yang berusaha menyeberang itu juga berhenti. Jadinya kami sama-sama
berhenti. Beberapa detik kemudian, ketika saya injak gas, pengemudi mobil itu
juga injak gas. Hampir saja tabrakan, untungnya mobil saya rem lagi sehingga
tabrakan terhindar.
Mungkin karena merasa direpotkan, pengemudi mobil tersebut membuka
jendela kaca depannya dan memaki, “Goblok Lu!.” Sambil menunjuk ke muka saya.
Saya terprovokasi dan hampir saja saya membalas makian itu. Untungnya anak saya
yang duduk di sebelah mencegahnya. “Sudah Pak.. mungkin kita yang salah,” kata
anak saya menenangkan.
Diakui atau tidak, seseorang memiliki kecenderungan untuk
mencari penjelasan tentang apa yang menyebabkan peristiwa tertentu terjadi. Dalam
kajian psikologi komunikasi, penjelasan yang membantu seseorang mengidentifikasi
apa yang menyebabkan peristiwa tertentu atau perilaku orang-orang disebut
sebagai atribusi.
Keinginan seseorang untuk memahami penyebab kejadian yang
mereka rasakan menjadi sangat hebat ketika situasi tidak terduga, negatif, atau
keduanya (Weiner, 1985). Artinya, seseorang akan lebih termotivasi untuk
mencari penyebab ketika pengemudi melakukan seperti yang saya gambarkan itu.
Bila Anda tidak mengalami seperti yang saya alami atau kalau
pengemudi tadi tidak menekan gas sehingga membuat mobil menabrak mobil Anda,
mungkin Anda tidak berusaha mencari penjelasan. Jadi pengaitan terjadi selama
tahap interpretasi persepsi yang dalam hal ini adalah ketika orang diminta
untuk menarik kesimpulan tentang penyebab keadaan di sekitar mereka.
Satu pertanyaan inti yang patut dipertimbangkan ketika seseorang
membuat atribusi adalah apakah perilaku seseorang disebabkan oleh sesuatu di
dalam seseorang atau sesuatu dalam situasi tersebut. Pengaitan internal
mengasumsikan bahwa kekuatan pribadi atau karakteristik seseorang berada pada
akar perilakunya atau menyimpulkan bahwa perilaku tersebut disebabkan oleh karakteristik
sang aktor. Sedangkan atribusi eksternal menempatkan penyebab kejadian dalam
kekuatan lingkungan yang ada di luar individu. Dengan kata lain, menarik
kesimpulan bahwa perilaku seseorang disebabkan oleh situasi.
Dalam kasus pengendara mobil tadi misalnya, atribusi
internal untuk perilaku pengemudi -- termasuk saya -- yang tiba-tiba maunya menang sendiri, adalah
bahwa dia memiliki keterampilan mengemudi yang buruk. Sementara atribusi
eksternal merujuk perilaku pengemudi tadi berada dalam kondisi pilihan yang
sulit, maju kena mundur kena, atau dia berpikiran bahwa saya adalah pengemudi yang buruk. Meskipun Anda mungkin berpikir bahwa orang
mencari penjelasan yang akurat untuk hal-hal yang terjadi, orang seringkali menciptakan
bias atribusi.
Bias atribusi mengacu pada distorsi dalam kesimpulan yang diambil
seseorang tentang penyebab kejadian. Bias atribusi merujuk pada kecenderungan seseorang
untuk menghubungkan perilaku orang lain dengan penyebab internal, bukan
eksternal. Sebaliknya, orang juga
memiliki kecenderungan untuk menghubungkan perilaku mereka sendiri
dengan penyebab eksternal, bukan internal.
Bias inilah yang membuat seseorang menjadi merasa benar dan
orang lain salah. Sebaliknya, bila dalam melihat sesuatu yang menyimpang orang
membuat atribusi eksternal, maka kemarahan yang mungkin sudah berpotensi
meluap, bisa diredam.