Perusahaan saat ini terus berusaha memaksimalkan penggunaan
teknologi komunikasi modern dengan harapan biayanya menjadi lebih murah tapi
efektif. Ini karena mereka harus bersaing ditengah-tengah konsumen yang sudah
bosan dengan kampanye pemasaran konvensional. Bagaimana perusahaan merespon
perubahan itu dengan teknologi?
Model bisnis dan komunikasi pemasaran berubah dengan cepat. Kelesuan
ekonomi tahun lalu memberikan dampak yang tidak menggembirakan pada bisnis di
Indoesia. Tahun lalu, belanja iklan TV mengalami penurunan hingga 26,7%.
Belanja iklan tahun sebelumnya mencapai Rp 99 triliun, sedangkan tahun lalu
hanya Rp72,5 triliun.
Meskipun tanda-tanda pemulihan pada tahun ini mulai kelihatan, perusahaan
masih merasa bahwa mereka harus berinovasi dan menjaga pengeluaran pada level
yang lebih rendah dar sebelumnya. Beberapa merek premium kini tidak memiliki
cukup tersisa di anggarannya untuk membiayai kampanye iklan baru. Mereka kini
fokus pada model komunikasi pemasaran yang lebih banyak memanfaatkan buzz,
media sosial, dan sebagainya.
Ini menggambarkan reaksi banyak perusahaan saat ini yang
ingin memaksimalkan penggunaan teknologi komunikasi modern dengan harapan
biayanya menjadi lebih murah tapi efektif. Begitu perusahaan terus mencari alat
pemasaran yang lebih terjangkau, mereka masih memiliki sejumlah ketakutan
terhadap pasar lain. Mereka harus bersaing ditengah-tengah konsumen yang kini
dilanda kebosanan dan kelelahan karena dibombardir dengan kampanye pemasaran
konvensional. Saat ini publik dihadapkan dengan terlalu banyak iklan, dan di
sisi lain konsumen kini sangat mahir dan cepat dalam men-decoding pesan.
Saat internet baru berkembang pada 1990-an, Profesor dari
Harvard Business School, Clayton Christensen, mengemukakan ramalan yang
mengengangkan dunia tentang kemungkinan gangguan pasar akibat perkembangan
teknologi baru. Dalam salah satu pidatonya, pada 1995, Christensen
memperkenalkan istilah disruptive innovation untuk menggambarkan produk dan
jasa yang memanfaatkan teknologi dan model bisnis baru.
Disruptive innovation memang sudah lama, dan orang hampir
melupakannya. Namun, bagi public Indonesia kemunculan GoJek, Uber, GrabBike,
dan sebagai membuat orang membuka kembali literature tentang inovasi yang
mengganggu itu. Gojek dan Uber memang bukan teknologi mengganggu seperti yang
dimaksudkan oleh Christensen. Mereka tidak menciptakan pasar dan rantai nilai
baru. Tapi aplikasi yang mereka gunakan ada karena tren mengganggu layanan
over-the-top. Mereka menyediakan layanan melalui internet, melewati distribusi
tradisional
Inovasi ini bisa mengganggu pasar dengan menciptakan
tuntutan baru dan jenis konsumen baru. Akhirnya inovasi ini menggantikan produk
dan layanan yang ditawarkan pelaku usaha sebelumnya. Saat itu belum banyak yang
berubah. Baru pada 2013, Christensen mengamati runtuhnya "pertahanan"
banyak perusahaan karena mereka tidak berinovasi dengan teknologi baru.
Alih-alih berinovasi, mereka asyik dengan hanya meningkatkan layanan yang ada.
Contoh-contohnya dapat dilihat dengan masih adanya
perusahaan yang memproduksi komputer mainframe raksasa, sementara orang berpkir
dengan penggunaan alat yang praktis. Demikian pula, masih ada perusahaan yang
mengelola telepon fixedline sementara makin banyak penggunanya yang berpikir
mobile. Usia mereka kini tak panjang lagi karena digantikan oleh merek yang
benar-benar mengerti yang diinginkan konsumen.
Dalam mengkonsumsi, konsumen sekarang sangat memperhatikan
tentang tentang apa yang mereka lakukan. Ini karena mereka memiliki pengalaman
tentang produk yang lebih besar dan pengetahuan yang lebih rinci tentang
atribut yang berbeda dari produk tertentu. Ini sekaligus menjelaskan mengapa
konsumen sekarang tidak lagi segan-segan meninggalkan produk satu merek ke
mereka lain yang memenuhi harapan mereka secara lebih baik.
Lingkungan persaingan yang luar biasa ketatnya itu, memaksa
perusahaan mendesain ulang kampanye komunikasi pemasarannya. Sebab bagaimanapun
fenomena itu melahirkan sesuatu yang baru. Bila dulu pada event-event tertentu
semisal lebaran terjadi lonjakan penjualan, kini perusahaan merasakan susutnya
penjualan yang mereka dapatkan karena bagaimana pun harus diakui bahwa saat ini
pemainnya semakin banyak disamping pola konsumsi dan belanja orang juga
berubah.
Survei menunjukkan bahwa festive season Ramadan di Indonesia
dari tahun ke tahun menunjukkan gejala berkurang kemeriahannya. Menurut catatan
Nielsen Indonesia, perusahaan riset terkemuka dunia, sejak 2012 kenaikan
penjualan produk di modern market pada festive season dari tahun ke tahun
semakin menurun. Ini terjadi terutama untuk produk-produk Fast Moving Consumer
Goods (FMCG). Di sisi lain, memang ada produk/jasa yang justru makin hari makin
ramai diburu saat Ramadan atau jelang Lebaran, yaitu restoran dan penginapan.
Situasi ini membuat perusahaan atau merek mendesain ulang
komunikasi pemasarannya agar agar mampu mempertahankan atau meningkatkan pangsa
pasarnya. Karena itu, mereka perlu menciptakan berbagai program guna mengunci
pelanggan yang sudah ada dan pelanggan baru. Di luar kenyamanan platform
tradisional seperti televisi, radio, bioskop, dan lain-lain media yang
menghubungkan dengan pelanggan, melibatkan situasi keterpencilan dan terlepas
dari sektor yang mereka geluti, perusahaan kini lebih dari siap untuk menemukan
metode komunikasi baru.
Ledakan di bidang teknologi komunikasi dan informasi baru
yang diakibatkan oleh internet dan media sosial menawarkan berbagai macam alat
komunikasi baru. Bagaimana pun situasi ini bisa sangat ambivalen. Di satu sisi
stuasi ini mencerminkan tumbuhnya peran konsumen yang selama ini tertutupi,
tetapi juga mencerminkan tumbuhnya kesediaan konsumen untuk menggunakan beragam
alat agar bisa berbagi pengalaman dan perasaannya.
Sebagai mahluk sosial, mereka membentuk komunitas. Dalam
konteks ini penyebaran informasi secara massal, komunitas adalah aktor baru
yang mewakili kesempatan tetapi juga ancaman bagi perusahaan. Dunia bisnis
dipaksa untuk beradaptasi dan telah mulai fokus pada kondisi ini dengan
mengembangkan kehadiran mereka secara online, menggunakan internet untuk
membuat hubungan dengan konsumen yang lebih paripurna, lebih langsung, dan di
atas semua lebih cepat daripada di masa lalu.
Saat ini makin banyak perusahaan atau merek yang menyadari
bahwa hanya dengan mengkaji ulang model komunikasinya, mereka bisa merebut
peluang yang menarik. Karena itu mereka mengembangkan model pendekatan
komunikasi pemasaran yang tidak konvensional. Setidaknya mereka tidak lagi
hanya mengandalkan satu media komunikasi. Sunpride misalnya, kini mengandalkan
komunitas, social media, aktivasi merek, dan Public Relation (PR) sebagai
channel komunikasi utama tim marketing komunikasi Sunpride.
Komunikasi pemasaran alternatif ini merupakan respon
langsung terhadap perubahan harapan baik konsumen dan perubahan sosial. Tapi
seperti hanya dengan pendekatan tidak konvensional, pemasaran alternatif juga
merupakan suatu keharusan bagi merek. Ini karena pemasaran alternative memiliki
dua keuntungan utama. Pertama, biaya pengembangan dan operasional umumnya jauh
lebih rendah dari kampanye media berbasis tradisional. Kedua, karena orisinal,
mereka memberikan merek kesempatan untuk menghasilkan banyak buzz tentang
strategi komunikasi mereka.
Sebuah kegiatan komunikasi pemasaran selalu mengejar salah
satu dari dua gol, meningkatkan pengakuan konsumen atau mempromosikan produk,
layanan, atau merek. Kampanye pemasaran yang tidak konvensional dapat
menawarkan respon terhadap beberapa kendala kontekstual seperti makin banyaknya
media atau perubahan konsumen.
Salah satu yang menjadi trend pendekatan komunikasi
pemasaran yang tidak konvensional adalah pemasaran jalanan. Pemasaran jalanan
adalah pemasaran atau mempromosikan produk atau jasa dengan cara yang tidak
konvensional di tempat umum. Titik utama pemasaran jalanan adalah bahwa
kegiatan tersebut dilakukan secara eksklusif di jalanan atau tempat umum
lainnya, seperti pusat perbelanjaan.
Tidak seperti kampanye pemasaran publik konvensional yang memanfaatkan billboard, pemasaran jalanan melibatkan penerapan beberapa teknik dan praktek dalam rangka membangun kontak langsung dengan pelanggan. Salah satu tujuan dari interaksi ini menyebabkan reaksi emosional di klien. Tujuan akhir dari pemasaran jalanan adalah untuk mendapatkan orang untuk mengingat merek dengan cara yang berbeda dari yang biasa mereka gunakan.
Tidak seperti kampanye pemasaran publik konvensional yang memanfaatkan billboard, pemasaran jalanan melibatkan penerapan beberapa teknik dan praktek dalam rangka membangun kontak langsung dengan pelanggan. Salah satu tujuan dari interaksi ini menyebabkan reaksi emosional di klien. Tujuan akhir dari pemasaran jalanan adalah untuk mendapatkan orang untuk mengingat merek dengan cara yang berbeda dari yang biasa mereka gunakan.
Untuk meningkatkan interaksinya dengan konsumen, Gulaku
melancarkan program ‘Jajanan Manis Bersama GULAKU’. Ini merupakan rangkaian
kegiatan Gebrak Pasar Tradisional serta ajakan kepada berbagai komunitas
perempuan untuk melestarikan jajanan tradisional. Selain merupakan kepedulian
Gulaku untuk ikut ambil bagian dalam melestarikan warisan kuliner asli
Indonesia agar tidak pudar diterjang serbuan makanan internasional, melalui
kegiatan tersebut, tim Fiter juga harus memasukkan konten edukasi untuk
membantu meluruskan pemahaman masyarakat awam tentang gula. Untuk memprovokasi
gerakan tersebut, tim Gulaku memasukkan kegiatan demo masak jajanan tradisional
yang dipandu oleh chef Yenny dalam kegiatan kunjungan ke komunitas ibu-ibu.
Belajar dari pengalaman merek-merek top saat ini seperti
Mini, Coca-Cola, Red Bull, atau Ben & Jerry, kini makin banyak perusahaan
yang memahami kegunaan kampanye ini. Mereka memasukkan ke dalam anggaran mereka
sejumlah item biaya pengembangan untuk teknik komunikasi baru. Salah satu
contoh kampanye interaktif yang memberikan dampak positif adalah yang dilakukan
oleh Tipp-Ex, merek cairan penghapus dan koreksi dari Eropa. Dalam satu
kampanyenya, Tip Ex menawarkan permainan yang sangat menarik kepada target
marketnya, yakni The Tipp-Ex (perience) berupa serangkaian video berfitur
beruang dan pemburu.
Dalam segmen satu, pemburu meminta pengunjung untuk memilih
apakah dia harus menembak beruang atau tidak. Jika pemirsa memilih menembak
beruang, pemburu menolak. Pemburu kemudian mengambil Tipp-Ex dan menghapus kata
"menembak"; penampil kemudian memiliki kesempatan untuk menulis
apapun untuk menggantikan kata "menembak." Jika dia menulis
"tarian," pemirsa akan melihat video pemburu menari dengan beruang.
Tipp-Ex memproduksi empat puluh skenario video yang berbeda
dengan empat puluh pilihan kata kerja. Dalam kampanye lain, pemburu dan beruang
mengadakan pesta ulang tahun. Sebuah rudal masuk mengancam untuk mengganggu
pesta, dan penampil memilih "mengakhiri pesta" atau "pesta tidak
berakhir." Ini adalah salah satu kampanye video yang paling banyak
menciptakan buzz sepanjang 2011, menghasilkan lebih dari 20 juta hits di
YouTube dalam waktu kurang dari dua tahun.
Hari-hari makin banyak perusahaan atau merek bahkan personal menggunakan internet atau media online untuk branding. Ketika pengguna internet masih kecil, penggunaan media online mungkin tanpa strategi yang canggih peluang untuk mendongkrak popularitas bahkan transaksi mungkin besar.
Akan tetapi, ketika pengguna internat makin banyak, dan
makin banyak merek yang memanfaatkan media online bahkan media sosial, peluang
itu semakin kecil karena yang memperebutkannya semakin banyak. Disini
tantangannya karena sementara banyak merek menggunakan media sosial untuk pitch
dan menjual secara online, logikanya peluangnya semakin kecil. Namun,
sepertinya peluang itu justru semakin lebar karena makin banyak media yang bisa
digunakan.
Platform media sosial bukanlah tempat untuk secara
terang-terangan menawarkan produk atau mempertontonkan kekuatan persuasi Anda.
Inti dari media sosial adalah menjadi sosial, bukan untuk jualan. Media sosial
adalah tempat orang menyuarakan pendapat, merasakan nikmatnya berkomunitas, dan
berbagi foto. Jadi ketika seseorang menyerang ruang yang nyaman itu dengan
penjualan, orang merasa privasi
diserang. Orang sebetulnya tidak ingin orang lain menjual produk melalui
online.
Makin banyaknya orang memanfaatkan content marketing
(pemasaran konten) merupakan bukti bahwa kita semakin menjauh dari model
penjualan tua. Model pemasaran yang makin berorientasi pada upaya merangkul
pelanggan dilakukan secara lebih terintegrasi, secara terus menerus berubah,
dan dilakukan dengan pendekatan hubungan yang makin terfokus.