Dalam diskusi buku Public Relations In The Era of Artificial
Intelligence di Kampus STIKOM LSPR Jakarta beberapa waktu lalu, Head of Corporate Communications Bio
Farma DR N Nurlaela Arief sempat menyinggung soal menurunnya tingkat rekrutmen
public relations oleh perusahaan. Perusahaan sekarang membutuhkan lebih banyak content creator.
Ini berarti ke depan
praktisi PR akan bersaing dengan jurnalis, games developer, animator dan
sebagainya. Kenapa? Lansekap media memang terus berubah. Siklus berita online
24 jam kini juga berlaku dan dijalankan majalah, surat kabar, TV, dan outlet
lainnya. Bersama dengan media sosial, mereka menawarkan tantangan berita - dan
peluang - untuk memberi informasi dan membujuk.
Audiense sekarang
dibombardir dengan banyak informasi. Audiense dihadapakan pada semakin banyaknya
pilihan dan ini membuat bingung. Secara perspektif teori perhatian selektif, seseorang
tidak memperhatikan semua pesan kecuali yang mencolok diantara lautan pesan yang
ada di sekitarnya
Tantangannya bagi
perusahaan yang ingin menyampaikan informasi tentang perusahaannya, syarat
utama pesan yang disampaikan harus menarik perhatian. Disini kekuatan animasi,
video dan gambar-gambar lainnya.
Lalu apa konsekuensinya
bagi praktisi public relations? Buku Straight
Talk About Public Relations menyajikan wawasan yang realistis dan kuat
tentang bagaimana cara menyampaikan cerita, membuat agar kegiataannya berdampak,
dan meningkatkan pengaruh. Itu berarti buku ini menjelaskan tentang bagaimana
permainan komunikasi yang bisa dimainkan hari ini.
Membuat konten yang
hebat, dan menyajikan cerita, kata-kata, dan gambar Anda ke media dan
influencer, sangat penting untuk melakukan hubungan masyarakat. Dua tren
terbesar dalam hubungan masyarakat adalah media sosial dan pemasaran konten.
Rilis berita butuh pengantar yang menjelaskan maksud
pengiriman rilis berita tersebut dan tentu saja pengantarnya harus
menarik. Pengantar yang jenaka, tanpa
batas ini adalah seni PR. Seni dan kreativitas karena bagaimana nya caranya
pengantar itu membuat peneria rilis merasa sangat cocok.
Ini berarti pekerjaan
PR selalu ditantang untuk menemukan dan menarik audiens, melemparkan ke media
sampai berhasil, menulis editorial yang memukau, membuat kampanye media sosial
persuasif, berurusan dengan berita palsu, dan mengukur keberhasilan PR.
Dilihat dari permukaan,
bisnis PR itu sering berurusan dengan acara (event), manajemen krisis, dan spin
selebriti. Benar. Tapi itu adalah bagian dari bisnis PR. Mungkin itu baru sebagian
kecil dari apa yang dilakukan kebanyakan profesional setiap hari. Jadi?
Hubungan masyarakat
adalah bisnis persuasi. Ini tidak mudah. Ini tidak instan. Jarang glamor. Membujuk
orang untuk membeli produk atau layanan, mengubah pendapat mereka, atau mencari
dukung untuk kegiatan sosial yang mereka lakukan bukanlah pekerjaan mudah. Sulit.
Namun, persuasi adalah
fitur utama dari setiap bidang komunikasi manusia. Hal yang sama berlaku untuk
pengaruh sosial (social influence). Orang tidak bisa menghindarinya. Orang
tidak bisa membuat mereka pergi. Seperti peniru Elvis di Las Vegas, bujukan
tetap ada di sini. Berbagai perkiraan menunjukkan bahwa rata-rata orang
terpapar oleh 300 hingga 5.000 pesan per hari.
Ada lebih banyak cara
untuk dibujuk daripada sebelumnya. Memang, persuasi tradisional dalam bentuk
pidato politik, iklan televisi, iklan cetak, papan iklan, dan penempatan produk
dalam film dan televisi masih hidup dan sehat. Demikian juga pawai protes,
demonstrasi, aksi duduk, dan bentuk aksi simbolis lainnya.
Namun, dalam dua dekade
terakhir, media sosial telah menambah keriuhan mereka. Orang kini dapat
mengirimkan ulasan online produk dan layanan, memposting video YouTube yang
menganjurkan pesan, terlibat dalam aktivisme hashtag, mengadvokasi caused
melalui Facebook, Twitter, atau Instagram, mengumpulkan dana melalui platform
crowdfunding seperti Kickstarter atau GoFundMe, atau mempromosikan perubahan
melalui situs web seperti www.change.org atau www.dosomething.org.
Bagi sebagian besar dunia, pekerjaan PR adalah meyakinkan
pelanggan untuk mengunjungi situs web atau toko, membeli produk, mendukung
kandidat lokal, menyetujui posisi di pabrik atau taman baru. Dalam istilah
sederhana, PR adalah persuasi yang diciptakan untuk memobilisasi audiens untuk
mengambil tindakan tertentu.
Kebanyakan orang
bekerja untuk diri mereka sendiri atau untuk perusahaan atau usaha kecil,
menyediakan layanan atau menjual asuransi, kopi, perangkat lunak, suku cadang
mobil, atau jutaan produk sehari-hari lainnya. Padahal, seharusnya mereka itu
adalah Tim, bukan pekerja sendiri-sendiri.
Orang-orang PR di
perusahaan-perusahaan tidak merencanakan pesta trendi, bergaul dengan bintang
rock, atau melenggang ke kantor pemerintahan. Mungkin benar begitu. Tapi semua
itu butuh strategi dan butuh kreativitas, butuh perencanaan yang kreatif juga.
Ada lima bab dalam buku
ini: (1) Hubungan Masyarakat. Di bab ini pembaca diberikan gambaran
tentang tentang bagaimana seseorang
melakukan fungsi spesifik sebagai public relations, yakni membantu
mempromosikan produk dan aktivitas sosial, anekdot tentang kampanye PR yang
sukses, dan pengetahuan tentang bagaimana berita dibuat dan dipengaruhi; (2)
Media Sosial, menampilkan praktik, definisi, dan strategi untuk memahami keterbatasan
dan manfaat berbagai platform.
Ada juga (3) Pemasaran
Konten. Disini diberikan gambaran tentang konten sehingga para profesional
dapat mempelajari praktik terbaik dari posting, artikel, video, dan bentuk
komunikasi lain yang diterbitkan sendiri dan cara terbaik untuk
mempromosikannya; (4) Pengukuran, dengan standar dan teknik untuk mengukur
dampak upaya PR; dan (5) Lima Kampanye PR paling top yang menampilkan
contoh-contoh kampanye PR yang luar biasa dan sukses.
Jadi buku ini sangat
cocok untuk pengusaha, pemilik usaha kecil, mahasiswa, mereka yang bekerja di
bisnis PR yang ingin memperbarui keterampilan mereka, dan setiap konsumen media
yang ingin memahami rahasia-rahasia di balik persuasi tertsebut.