Mei 2018 lalu, saya diundang untuk sharing tentang
komunikasi di tahun politik di program pasca-sarjana Prodi Komunikasi
Universitas Diponegoro Semarang. Salah
satu point yang saya sampaikan data hasil survey LSI tentang kemungkinan elektabilitas
partai.
Dari survey itu, ada partai yang mengangkat isu soal ekonomi
dan hasilnya lumayan bagus. Ini mengilustrasikan bahwa kandidat boleh melakukan
apapun namun bila tidak bersentuhan langsung dengan kebutuhan ekonomi
masyarakat, hasilnya sekadar menarik perhatian publik. Dipilih belum tentu.
8 November 2016, maestro pengusaha Donald Trump memenangkan
pemilihan umum AS. Ini menempatkan
dirinya sebagai Presiden Amerika Serikat ke-45, dan sebagai kandidat – tentu saja
karena dipilih lebih banyak suara -- paling berkualitas di Washington D.C. yang
berada dalam bayang-bayang, perenungan mengejar sesuatu selain politik.
Bagi banyak orang, kemenangan ini ibarat angin segar. Di
mata pendukungnya, Trump – tentu saja -- adalah seorang pria yang dengan gagah
berani tampil dengan slogan Make America
Great Again (Membuat Amerika Jadi Hebat Lagi). Dia berhasil mengalahkan
pesaingnya, Senator Bernie Sanders dari Vermont, yang dikenal sebagai Senator
Partai Independen terlama dalam sejarah kongres Amerika Serikat.
Dia berpidato dari mimbar ke mimbar menyuarakan kekalahan
yang diderita Amerika bila pengelolaa negara diserahkan kepada orang-orangnya seperti
Clinton, yang lebih dikenal karena perannya sebagai Ibu Negara Amerika Serikat
dari 1993-2001.
Bagi banyak orang, Donald Trump memberi mereka harapan keamanan
dalam pekerjaan. Dia memberi tahu banyak orang tentang tembok yang akan dia
bangun untuk mencegah orang-orang yang berbahaya ke negara ini dan dia
berkampanye akan menindak tegas imigran ilegal.
Dia mengakui bahwa banyak
keluarga di Amerika Serikat tidak dapat menghidupi diri sendiri karena
pekerjaan pabrik yang telah hilang di luar negeri, dan dia berjanji berkali-kali
untuk mengembalikan pekerjaan itu, tidak peduli berapa pun biayanya.
Dia menjanjikan reformasi total bukan hanya kebijakan pajak
negara, tetapi pada perawatan kesehatan mereka, dan jutaan orang muncul pada
hari pemungutan suara untuk memilih pemenang negara ke kantor.
Harus diakui, masalah ekonomi sangat kuat dalam menentukan
hasil pemilihan presiden di AS. Para ilmuwan politik sering memprediksi
pemenang dan pecundang secara akurasi dan luar biasa jauh sebelum kampanye
dimulai hanya dengan melihat dari maslah ekonomi.
Bill Clinton lebih banyak menjelaskan bagiamana meningkatkan
kualitas pendidikan, kesehatan masyarakat, dan mengatasi masalah pengangguran
ketimbang membicarakan bagaimana Amerika kelak setelah dia terpilih. Kenapa
Clinton memilih isu tersebut? Persoalan-persoalan itu adalah nyata di depan
mata masyarakat.
Pertanyaannya, bila masalah ekonomi itu penting, kenapa
banyak petahana yang pada dasarnya kinerja ekonominya baik kadang-kadang kalah
juga? Menurut Lynn Vavreck, penulis buku The
Message Matters - The Economy and Presidential Campaigns (Princeton
University Press: 2009), persoalan sebenarnya bukan pada masalah ekonomi itu
sendiri melainkan pada bagaimana para kandidat bereaksi terhadap masalah
ekonomi itu.
.
Pada 5 Oktober 2008, John McCain, calon presiden dari
Republik mengatakan, "Jika kita terus berbicara tentang krisis ekonomi,
kita akan kalah." Pesan itu yang kemudian menginspirasi lawannya, Barack
Obama, untuk terus mengulangi frasa “Kami tidak dapat membeli lebih banyak dari
sesuatu yang sama.”
Diakui atau tidak, kampanye kepresidenan tahun 2008,
merupakan salah satu kontes paling menarik dalam setengah abad terakhir,
sebelum pemilihan presiden 2016 tentunya. Pertama, pada pemilihan presiden
2008, jumlah orang yang memilih lebih banyak dari pada tahun 2008. Para
kandidat melakukan kampanye dengan menghabiskan dana yang besar.
Para kandidat mengeluarkan dana satu miliar dolar, suatu
jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya. Jumlah orang yang menonton siaran
pemilu malam sebelum hari H, mencapai 71,5 juta. Ini menjadikannya sebagai siaran
televisi kedua yang paling banyak ditonton pada tahun 2008 setelah Super Bowl.
Namun, Pemilu 2008 memberikan pelajaran kampanye yang luar
biasa dalam konteks yang luar biasa pula. Ketika itu seakan tiada hari berlalu
tanpa kampanye mengankat berita ekonomi yang dari hari ke hari semakin dahsyat.
Dimulai dengan keruntuhan misterius Bear Stearns di musim
semi dan berpuncak pada penutupan Lehman Brothers, efek dari pasar kredit
menyusut di mana-mana. Karena semakin banyak rumah keluarga yang disita, harga
satu galon bensin naik lebih tinggi dan makin
tinggi sehingga mencapai puncaknya hampir $ 5,00 per galon di California
pada pertengahan Juni.
Konteks pemilu 2008 memang tidak selalu halus, namun konteks
itu yang membentuk pesan kandidat untuk memukul lawannya. Dalam situasi seperti
itu, Partai Demokrat menikmati posisinya mereka sebagai penerima manfaat krisis
ekonomi nasional (bahkan global) yang serius ini.
Saat Obama terpilih kembali sebagai Senator Illinois pada
tahun 1998, mengalahkan Yesse Yehudah dari Partai Republik, dia juga mengangkat
isu kebutuhan riil masyarakat dan mengelola pesannya dengan baik sehingga mengena langsung ke persoalan yang dihadapi masyarakat. Selama kampanye, Obama selalu bertanya kepada
calon pemilih, “Apakah Anda lebih baik hari ini daripada Anda empat minggu yang
lalu?”
Ketika Obama melakukan tour keliling dari satu tempat ke
tempat lain, dia lebih berperan sebagai kandidat yang terus meneruskan
menyuarakan kalimat klarifikasi dengan lincah. Obama berbicara tentang ekonomi
lebih dari apa pun dalam kampanyenya dan lebih dari yang dibicarakan McCain.
Obama terus menerus mengklarifikasi perannya sebagai orang yang akan mengubah
jalannya ekonomi.
Hampir 60 persen pesan-pesan iklan kampanye pemilihan umum
Obama adalah tentang krisis ekonomi. Setelah mengebom dengan krisis ekonomi,
baru kemudian pesan kampanye Obama berpusat pada karakternya, didikan, dan
optimisme. Akhirnya, Obama bergabung dengan daftar panjang para pemenang yang
mengklarifikasi (Dwight Eisenhower, Lyndon Johnson, Richard Nixon, Ronald
Reagan, George H W. Bush, George W. Bush 2004, dan Bill Clinton).
Mereka-mereka ini yang menjadi anggota partai yang keluar
sebagai pemenang. Seperti halnya Obama,
Eisenhower dan Reagan pada periode pertama), bernasib cukup baik karena
kondisi ekonomi ekonomi untuk menjalankan kedua kalinya sebagai kandidat yang
mengklarifikasi, berusaha menyelesaikan masalah ekonomi dan menang.