Sabtu, 05 Mei 2018

SERVICE 4.0



Suatu ketika saya mendapat telepon dari customer service satu penyedia jasa internet dan TV kabel. Mereka menawarkan penambahan kecepatan akses internet dari 10 mb ke 20 mb dengan tambahan biaya langgganan sekitar Rp 50 ribu per bulan dan modemnya akan diganti.

Pertama menghubungi saya tolak karena problem utama yang saya hadapi gukan saluran internetnya, melainkan fitur saluran hiburan dan TV yang berkurang dibandingkan saat awal berlangganan.

Belakangan saya mengalami penurunan kualitas akses internet di tumah. Rasa-rasanya semakin lambat. Selang beberapa minggu, pas saya merasakan itu, seorang customer service dari penyedia jasa internet itu menelpon. Kali ini menawarkan hal yang sama, cuma tanpa penggantian modem. Saya kembali mengemukakan problem saya tadi plus akses internet yang semakin lambat tadi.

Kali ini mereka janji akan memperbaiki setelah melakukan pengecekan ulang. Saya setuju, dan mendapat penjelasan bahwa percakapan itu secara otomatis direkam. Saya lihat aplikasi pemberitauan kecepatan akses internet di HP saya memang kecepatannya bertambah, namun tetap terasa lambat di laptop saya. Saya bersabar menunggu. Toh sampai sekarang keluhan saya soal berkurangnya saluran hiburan dan statsiun TV itu belum berubah.

Saya pun bertanya-tanya, apakah saya waktu itu berdialog dengan robot? Sebab seperti yang digambarkan dalam tulisan di situs The Boston Consulting Group (BCG) bertajuk, Tapping into the Transformative Power of Service 4.0 saat ini berkembang layanan yang dilakukan melalui robot terlatih yang bisa melayani pelanggan seakan-akan mereka itu petugas customerservice pada umumnya.  
      
Dalam tulisan itu dilustrasikan seorang Paul yang baru saja pindah ke apartemen baru. Untuk mendapatkan kembali layanan telepon dan internetnya, dia menghubungkan router ke stopkontak di dinding apartemennya. Lima menit kemudian, dia menerima telepon dari penyedia layanannya. Anna, agen dari layanan yang digunakan, meminta Paul untuk mengonfirmasi bahwa dia telah pindah. Dia membacakan alamat baru dan Paul tinggal membenarkan bahwa informasinya benar.

Anna memberi tahu Paul bahwa dia telah memperbarui informasi akunnya dan mengatur pengiriman router baru yang telah dikonfigurasi di hari yang sama. Jadi Paul bisa memanfaatkan layanan yang diperbarui berkecepatan lebih tinggi yang tersedia di alamat barunya. Anna juga menawarkan, dengan sedikit biaya tambahan, untuk memperbarui alamat Paul di catatan akun banknya. Paul setuju dengan tawaran untuk menghindari kerumitan memperbarui informasi itu sendiri.

Anna pun tak melepaskan kesempatan dengan merekomendasikan agar Paul meningkatkan ke paket data yang lebih sesuai dengan pola penggunaannya. Merasa bahwa Paulus enggan, dia menawarkan percobaan gratis, yang dia terima. Sepanjang percakapan singkat, Anna berbicara kepada Paul dalam bahasa Inggris, karena dia tahu itu adalah bahasa yang disukai.

Namun, Anna bukanlah orang, melainkan program komputer yang bertindak sebagai agen pusat panggilan virtual. Program ini mampu memahami bahasa alami dan makna yang ingin disampaikan pelanggan, dan dapat merasakan serta bereaksi terhadap emosi pelanggan. Ia mampu merespons dengan lancar dalam lebih dari 30 bahasa. Seperti pekerja manusia, Anna belajar memecahkan masalah dan menerapkan wawasan yang diperolehnya untuk menentukan tindakan terbaik.

Saya sampai sekarang belum mengetahui apakah perusahaan penyedia jasa yang saya gunakan sudah seperti itu, walau saya sering mendengar mereka sudah meneriakkan tentang itu. Sebab bagaimana pun, saat ini, teknologi yang diperlukan untuk mengubah layanan yang selama ini hanya visi menjadi kenyataan sudah ada. Beberapa perusahaan industri jasa telah mencapai tingkat kecanggihan seperti yang diilustrasikan di atas, disebut sebagai Service 4.0. 

Service 4.0 memungkinkan penyedia layanan untuk menanggapi tantangan peningkatan tekanan biaya, perilaku pelanggan yang terus berkembang, dan lingkungan persaingan yang tidak stabil. Ini merupakan perubahan kinerja signifikan yang mempengaruhi bagaimana perusahaan menawarkan dan memberikan layanan.

Kemajuan teknologi memungkinkan perusahaan untuk menawarkan layanan yang proaktif yang disesuaikan dan mengirimkannya melalui berbagai saluran dan berbagi infrastruktur secara lebih terbuka.

Ini sangat relevan dengan perkembangan dari sisi sisi konsumen yang terjadi. Dalam beberapa tahun terakhir, tuntutan pelanggan terhadap interaksi layanan menjadi sederhana, intuitif, proaktif, dan dipersonalisasi. Mereka juga ingin akses realtime dan tidak ingin ditunda ke penyedia layanan dan interaksi tanpa batas melalui beberapa saluran.

Akses pelanggan sudah disediakan melalui sosial media dan aplikasi lainnya. Namun demikian tanggapannya masih belum seperti yang diharapkan. Apalagi bila keluhan terjadi pada akhir pekan – dan justru pada akhir pecan keluhan naik. Respon tindakan terpaksa ditunda dengan alasan hari libur.
   
Dengan kata lain, penyedia layanan tradisional sering gagal memenuhi harapan pelanggan akan respon cepat dan ketepatan serta keterbukaan. Kompleksitas tingkat layanan dan tagihan bulanan misalnya, membuat banyak pelanggan merasa tidak yakin tentang layanan yang mereka terima dan apakah mereka mendapatkan nilai yang baik dibandingkan dengan uang yang mereka bayarkan.

Banyak pelanggan yang frustrasi ketika mereka berinteraksi dengan penyedia layanan. Misalnya, pelanggan sering memerlukan waktu tunggu yang lama bila ingin berinteraksi; diskontinuitas di antara saluran di dalam toko, telepon, dan digital; dan pendekatan yang lebih cenderung reaktif dari pada proaktif untuk menghadapi atau mengatasi masalah layanan yang dihadapi pelanggan.

Dengan menggunakan kemajuan teknologi untuk meningkatkan penawaran sehari-hari mereka, para pemain digital terkemuka memenuhi, dan sering kali melebihi, harapan pelanggan. Perusahaan-perusahaan ini mengintegrasikan data eksternal (yang dikumpulkan dari situs media sosial, misalnya) dan data internal (seperti riwayat pembelian pelanggan) untuk membuat profil pelanggan secara menyeluruh dan membuat penawaran yang dipersonalisasi dan real-time.

Mereka juga merespon dengan cepat keluhan dan menyediakan pelanggan dengan alat sederhana, interaktif yang membuat saran terlihat dan mudah diakses. Netflix, misalnya, merevolusi konsumsi media dengan memberikan rekomendasi yang sangat akurat kepada pelanggannya berdasarkan analisis yang sedang berlangsung tentang preferensi dan perilaku pengguna.

Amazon memberikan contoh lain: perusahaan mengintegrasikan dukungan langsung ke tablet Kindle-nya, sehingga menghilangkan penghalang tradisional antara penyedia layanan dan pengguna. Dengan hanya mengetuk tombol Mayday di menu tablet, pengguna terhubung dengan petugas atau representative perusahaan yang memberikan dukungan atau response dalam 15 detik — kapan pun  sepanjang hari, 365 hari setahun. Setelah terhubung, pengguna dapat melihat representif pendukung di jendela kecil pada layar tablet, dan perwakilan dapat melihat aplikasi terbuka atau layar awal di tablet pengguna.

Beberapa penyedia layanan sudah menggunakan teknologi Service 4.0 untuk secara aktif memantau status perangkat. Kami berharap bahwa, sebagai langkah berikutnya, penyedia akan menerapkan informasi untuk secara proaktif menawarkan bantuan kepada pelanggan sebelum menerima permintaan layanan, atau bahkan menyelesaikan kesalahan dari jauh tanpa melibatkan pelanggan.

TAHAPAN REVOLUSI LAYANAN

BCG telah mengklasifikasikan evolusi penyediaan layanan ke dalam empat tahap:
(1) Layanan 1.0. Model ini muncul pada abad ke-19. Pada tahap ini tingkat penyediaan layanan dasar ini memerlukan layanan manual dan non-standar. Contohnya, secara tradisional pembukuan dilakukan oleh juru tulis yang secara manual mencatat transaksi keuangan sehari-hari.

(2) Layanan 2.0. Selama paruh pertama abad ke-20, meluasnya penggunaan layanan pos dan telepon, serta adopsi manajemen ilmiah, memungkinkan penyediaan layanan menjadi standar, industri, terpencil, dan padat karya. Makin banyak dan tumbuhnya call center pada 1950-an menunjukkan bagaimana perkembangan ini mengubah penyediaan layanan.

(3) Layanan 3.0. Pada akhir abad ke-20, adopsi komputer dan internet, yang didukung oleh standar terbuka, memungkinkan perusahaan untuk mengotomatisasi penyediaan layanan sampai batas tertentu, untuk mengintegrasikan rantai nilainya, dan untuk menyediakan generasi pertama opsi layanan mandiri khusus saluran. 

Terminal swalayan yang sekarang ada di mana-mana seperti di bank dan stasiun transportasi -- menunjukkan bagaimana teknologi mengurangi intensitas tenaga kerja layanan sekaligus meningkatkan pengalaman pelanggan.

(4) Layanan 4.0. Saat ini, kemajuan dalam perangkat lunak dan perangkat keras memungkinkan layanan proaktif dan disesuaikan melalui berbagai saluran. Dengan menganalisis kumpulan data tentang preferensi pelanggan atau dengan mengumpulkan wawasan dari sensor yang disebarkan di seluruh jaringan mereka, misalnya, penyedia layanan dapat mengantisipasi kebutuhan pelanggan dan merespons secara proaktif.

Jumat, 04 Mei 2018

Dari Time Crunch Economy ke Leisure Economy



Bagaimana Perubahan Demografi, Ekonomi, dan Sikap Generasi Membentuk Kembali Kehidupan dan Industri Kita?

Febrian tak pernah menyangka bila hobi jalan-jalannya dan menulis bisa menjadi pekerjaan dan bisnis yang menyenangkan, menghasilkan dan membuat orang lain bahagia. Bukan hanya itu, perjalanannya yang gratis itu justru menghasilkan pendapatan.

Beberapa perusahaan mempercayakan mereknya kepada alumnus Jurusan Komunikasi Massa STIKOM LSPR itu sebagai ambassador. Salah satunya, Lumix, merek kamera digital keluaran Panasonic, perusahaan elektronik terkemuka di Jepang.

Fenomena Febrian memberikan gambaran tumbuhnya entrepreneur yang bisa mendorong pertumbuhan kelas menengah. Ini sekaligus menunjukkan makin tingginya tingkat ekonomi mereka sehingga muncul asumsi makin tingginya kemauan mereka untuk menyisihkan sebagian besar pendapatan untuk liburan atau nongkrong di kafe/mal.

Golongan kelas menengah milennials ini mulai menggeser prioritas pengeluarannya dari konsumsi barang ke konsumsi pengalaman. Kini mulai menjadi tradisi, rumah-rumah tangga mulai berhemat dan menabung untuk keperluan berlibur di tengah/akhir tahun maupun di hari-hari libur kejepit. Mereka juga mulai banyak menghabiskan waktunya untuk bersosialisasi di mal atau nongkrong di kafe sebagai bagian dari gaya hidup urban.

Kalau melihat ke tiga puluh tahun silam, apakah fenomena Febrian bisa ditemui? Untuk menggambarkannya, saya sengaja menulis alinea pendukung judul diatas saya ambil dari judul buku The leisure economy: how changing demographics, economics, and generational attitudes will reshape our lives our and our industries (John Wiley & Sons, 2007) karya Linda Nazareth.

Diakui atau tidak, selama tiga dekade terakhir, orang terjebak dalam situasi ekonomi kegentingan waktu (time crunch economy). Ekonomi yang menggambar situasi dimana orang seakan-akan kekurangan waktu. Orang sering dalam situasi keterburu-buruan. Orang yang dikejar-kejar pekerja yang semakin menumpuk dan segera diselesaikan sehingga dua puluh empat sehari sekan masih kurang.

Mereka berangkat bekerja jauh sebelum ayam berkokok, memegang cangkir kopi khusus yang disediakan oleh pabrikan mobil. Para pekerja menggunakan waktu istirahat mereka untuk mengantar anak-anaknya pergi ke pertandingan sepak bola, mengatur waktu untuk mengantar dan menjemput anak-anak pada hari-hari ketika mereka benar-benar tidak ada jadwal kegiatan ekstra di kantornya atau pas jadwal untuk mencuci mobilnya.

Dokter gigi menawarkan janji pukul 7:00 pagi, atau 7:00 malam. Makanan cepat saji, makanan beku, makanan restoran atau makanan kaleng yang untuk mengonsumsinya tidak membutuhkan waktu yang lama. Bahkan kalau ada makanan yang tidak perlu dimasak asal tidak meningkatkan risiko sakit juga dicari.

Mereka begitu sibuk dan kesibukan itu sering disampaikan ke orang lain yang seakan tidak percaya dengan kesibukannya itu. “Maaf saya telat datang ke pertmua karena saya harus menghadiri pertemuan lain.” Atau “Maaf hari ini saya sangat sibuk.” Kalimat itu diucapkan dengan tekanan khusus karena seakan orang tidak percaya kalau dia memang sibuk.

Itu gambaran generasi baby boomer, generasi yang lahir paska perang dunia kedua, sebelum tahun 1970an akhir. Mereka adalah generasi yang menjadikan ekonomi menjadi alasan bekerja yang penting, hasil tempaan dan didikan yang keras, sehingga juga menerapkan hal ini dalam hidup mereka, sering membanggakan pengalaman dan pengetahun praktis lapangan yang mereka miliki, disiplin tinggi dan sebagainya.

Generasi ini memang dikenal sebagai generasi pekerja keras dan idealis tapi kurang adaptif. Mereka hidup mandiri dan tidak bergantung pada keluarga. Pekerjaan penyiaran (broadcasting), TV dan radio sangat diminati pada masa ini.

Fenomena tersebut menghasilkan beberapa hal yang positif meski tidak semua. Selama beberapa dekade, dunia memiliki mayoritas penduduk yang bekerja — dan bekerja lebih lama lagi. Dalam banyak hal, itu sangat bagus untuk ekonomi. Perekonomian ketergesaan situasi itu juga menggerakkan banyaknya produk yang diperdagangkan, mulai dari pemegang cangkir hingga tiket spa selama tiga jam yang memenuhi kebutuhan konsumen untuk menghilangkan stres (dari semua aktivitas lainnya) dan penggunaan waktu yang efisien (lupa mendapatkan pergi untuk sehari penuh).

Namun, fenomena itu tersebut memberikan banyaknya pilihan yang seringkali membutuhkan waktu lebih banyak untuk memutuskan. Disini misalnya, apakah lebih baik makan di rumah atau makan di luar. Ini menyagut persoalan penilaian nilai, meski harus diakui banyak orang setuju bahwa menghabiskan lebih sedikit waktu di dapur, bisa menjadi hal yang baik.

Sekarang situasinya berubah. Paska 1980 mulai berangsung perubahan besar akibat perkembangan teknologi, khususnya mekanisasi dan otomatisasi kerja. Pekerjaan yang dulu diselesaikan secara manual dalam lima jam, dengan menggunakan mesin bisa diselesaikan dalam tiga jam, nahkan sekarang mungkin bisa diselesaikan dalam satu jam.

Ini memberikan peluang lebih banyaknya waktu yang dimiliki oleh seseorang. Tetapi bagaimana jika banyak orang tiba-tiba punya lebih banyak waktu? Bagaimana jika banyak orang menginginkan lebih banyak waktu? Bagaimana jika mereka mulai membuat keputusan bukan berdasarkan kecepatan — memilih hal-hal yang dapat dikonsumsi atau dilakukan dengan cepat, atau yang memungkinkan mereka melakukan sesuatu dengan lebih cepat — tetapi pada nilai-nilai lain? Hasilnya, seperti yang ditulis Linda,  menjadi radikal.

Konsumen ini membuat "ekonomi rekreasi" makin berkembang dan itu akan memengaruhi semua orang, mulai dari para pekerja, investor, perusahaan hingga pemerintah. Kenyataannya, ekonomi waktu luang sudah dalam proses, dan selama beberapa dekade berikutnya hanya akan bertambah banyak.

Jika Anda ingin berada di depan kurva, Anda harus memahami mengapa itu terjadi dan apa kemungkinan kejatuhannya. Berkonsentrasilah terlalu banyak pada ekonomi timecrunch dan Anda mungkin kehilangan perubahan ekonomi terbesar untuk memukul Amerika Utara dalam beberapa dekade.

Ini bisa dilihat fenomenanya. Generasi yang lahir paska 1970an akhir, mulai menggantikan generas baby boomer. Generasi ini dikenal sebagai generasi Y. Ungkapan Generasi Y mulai dipakai pada editorial koran besar Amerika Serikat yang dipopulerkan William dan Neil penulis buku.

Waktu generasi ini lahir, teknologi komunikasi tengah gencar dikembangkan. Ponsel dan internet belum terintegrasi, tapi sudah booming SMS, email, pesan instan (Yahoo Messenger, ICQ, dsb). Ketika generasi Y mulai remaja, muncullah media sosial seperti Friendster, MySpace, Facebook, Twitter. Games online juga mulai populer. Koneksi internet sudah mulai membaik dan mulai mudah diakses sehingga membuat generasi ini sangat kecanduan dengan internet.

Ketika mereka beranjak dewasa, datang Generation Net – Generation Z (lahir antara  1998 – 2010). Disebut juga dengan nama iGeneration, generasi net, atau generasi internet. Mereka memiliki kesamaan dengan generasi Y, tapi mereka mampu mengaplikasikan semua kegiatan dalam satu waktu seperti nge-tweet menggunakan ponsel, browsing denan PC, dan mendengarkan musik menggunakan headset (multitasking).

Yang mereka lakukan kebanyakan berhubungan dengan dunia maya. Generasi Z ini sangat diuntungkan dengan kemajuan infrastruktur yang memungkinkan internet diakses mudah dan cepat, dan lumayan murah. Sejak lahir Generasi Z sudah berhubungan dengan beragam aplikasi internet. Sehingga generasi ini sangat mudah beradaptasi dengan teknologi komunikasi.

Orang melihat seakan masyarakat memiliki lebih banyak waktu. Mereka yang sedikit lebih muda dari generasi baby boomer bekerja lebih longgar dan masih sempat mengantarkan anak-anaknya  ke mana-mana, dan mereka bangga melakukan itu. Jika seseorang bertanya kepada Anda bagaimana Anda, Anda harus mengatakan, "Saya benar-benar sibuk" mungkin beberapa orang, terutama yang masih muda sedikit tertawa seakan menunjukkan pandangan yang mencerminkan penilaian atas ketdakmampuan generasi itu dalam bekerja secara efisien.

Perkembangan teknologi yang pesat, kemudahan akses dan penyebaran informasi memberikan peluang bagi orang-orang yang memiliki kemampuan seperti generasi net secara ekonomi berkembang. Semakin banyak orang yang merasa tidak perlu menjadi karyawan. Sebaliknya semakin banyak orang yang ingin menjadi entrepreneur dan bekerja tanpa keterkaitan waktu, bahkan kalau bisa dikerjakan di rumah.

Orang tidak menyangka bagaimana seorang remaja seperti Febrian, alumni STIKOM LSPR Jakarta, yang lahir dari keluarga yang nyaris melarang anaknya melanjutkan sekolahnya ke pendidikan tinggi karena keterbatasan dana, berkembang menjadi seorang yang berpenghasilan tinggi.