Rabu, 31 Januari 2024

AUTHENTIC LEADERSHIP


Dalam lima hingga tujuh tahun terakhir, kata Bill George dari Harvard Business School, telah terjadi penurunan kepercayaan masyarakat terhadap para pemimpin. Situasi ini, menunjukkan adanya tuntutan perlunya pemimpin bisnis baru di abad ke-21. Pemimpin ini diharapkan lebih transparan, etis, dan otentik, dengan fokus tidak hanya pada keuntungan, tetapi juga pada dampak sosial dan lingkungan, serta membangun hubungan yang lebih berarti.

George dikenal sebagai seorang profesor praktik manajemen di Harvard Business School dan mantan ketua serta CEO dari Medtronic. Di Harvard, George mengajarkan tentang kepemimpinan, etika, dan tanggung jawab perusahaan, berbagi pengetahuannya dan pengalamannya dari dunia bisnis nyata. Sebagai pemimpin Medtronic, sebuah perusahaan terkemuka di bidang teknologi medis, ia membantu membawa perusahaan tersebut ke tingkat kesuksesan yang lebih tinggi.

George juga terkenal karena bukunya yang berjudul "Authentic Leadership" dan telah memberikan kontribusi penting dalam diskusi tentang kepemimpinan otentik dan etika dalam praktik bisnis. Pengalaman dan pengetahuannya dalam kepemimpinan telah membuatnya menjadi salah satu suara yang dihormati dalam bidang manajemen dan kepemimpinan.

Pertanyaannya, apakah kepemimpinan otentik itu? "Kepemimpinan otentik adalah tentang menjadi diri sendiri dan memimpin dari hati.," kata Brené Brown. Kepemimpinan otentik adalah tentang menjadi diri sendiri sebagai pemimpin, tidak meniru orang lain. Ini berarti memahami nilai-nilai dan tujuan pribadi, membangun hubungan berarti, dan mencapai hasil dengan integritas. Mereka lahir dari pengalaman hidupnya.

Simon Sinek, seorang penulis buku "Start With Why," berpendapat bahwa lepemimpinan otentik adalah tentang menjadi transparan dan jujur ​​dengan diri sendiri dan orang lain. Sementara penulis buku laris seperti The 7 Habits of Highly Effective People, First Things First; Stephen R. Covey mengatakan bahwa kepemimpinan otentik adalah tentang membangun hubungan yang kuat berdasarkan kepercayaan dan saling menghormati.

George sendiri mendefisikan kepemimpinan otentik adalah tentang menciptakan perubahan positif di dunia.  Salah satu contohnya adalah Daniel Vasella, mantan Ketua dan CEO Novartis. Lahir pada tahun 1953 di Fribourg, Swiss, Vasella menghabiskan masa kecilnya berjuang melawan berbagai penyakit serius. Pengalaman-pengalaman ini tidak hanya membentuk keinginannya menjadi seorang dokter, tetapi juga mendorongnya untuk terus berjuang menghadapi kesulitan hidup.

Kisah hidup Vasella diwarnai oleh berbagai cobaan yang ekstrem sejak usia dini. Dia mengalami keracunan makanan pada usia empat tahun, asma di usia lima tahun, yang kemudian diikuti oleh penyakit TBC dan meningitis.

Pengalaman-pengalaman ini membawa Vasella ke dalam kesendirian dan kesakitan yang mendalam, terutama ketika ia harus menjalani pengobatan jauh dari orang tua. Namun, dalam kesulitan itu, Vasella menemukan kekuatan dan belas kasih melalui interaksi dengan seorang dokter yang akhirnya memberikan pengaruh besar dalam hidupnya.

Tak hanya berjuang dengan penyakit, Vasella juga menghadapi tragedi pribadi yang mendalam. Kematian kakak perempuannya karena kanker dan kemudian kehilangan ayahnya saat Vasella berusia remaja, menambah lapisan kesulitan dalam kehidupannya. Dalam masa-masa sulit ini, dia menemukan pelarian dalam persahabatan dan cinta yang pada akhirnya membantunya menemukan arah dan tujuan hidup.

Pendidikan medis Vasella berlangsung dengan cemerlang, namun pengalaman masa kecilnya yang penuh cobaan membuatnya memilih untuk tidak hanya menjadi praktisi medis. Dia ingin berdampak lebih luas.

Kesempatan ini muncul ketika Vasella memasuki dunia farmasi. Di Sandoz, dan kemudian di Novartis, dia menunjukkan kemampuan kepemimpinannya. Masa-masa di Amerika Serikat, baik sebagai perwakilan penjualan maupun manajer produk, memperkaya pengalamannya dan membawanya pada posisi kepemimpinan yang lebih tinggi.

Sebagai CEO Novartis, Vasella tidak hanya membawa perusahaan ke puncak industri farmasi global, tetapi juga mewujudkan visinya untuk membantu masyarakat melalui pengembangan obat-obatan baru yang menyelamatkan jiwa, seperti Gleevec untuk leukemia mieloid kronis. Gaya kepemimpinannya yang berpusat pada belas kasih, kompetensi, dan persaingan, merupakan refleksi dari pengalaman hidupnya yang sarat dengan ujian dan belas kasih.

Pengalaman Vasella hanya satu dari puluhan yang diberikan oleh pemimpin otentik yang melacak inspirasinya langsung dari kisah hidup mereka. Ketika ditanya apa yang memberi mereka kekuatan untuk memimpin, pemimpin-pemimpin ini secara konsisten menjawab bahwa mereka menemukan kekuatan mereka melalui pengalaman transformasi. Pengalaman-pengalaman itu memungkinkan mereka untuk memahami tujuan yang lebih dalam dari kepemimpinan mereka.

Vasella adalah contoh bagaimana kepemimpinan yang autentik seringkali bersumber dari pengalaman hidup yang transformatif. Kekuatan untuk memimpin, bagi banyak pemimpin seperti Vasella, ditemukan melalui pengalaman yang mengubah pandangan mereka tentang tujuan kepemimpinan yang lebih dalam.

Vasella bukan hanya seorang pemimpin perusahaan, tetapi juga seseorang yang menunjukkan bagaimana kesulitan hidup dapat diubah menjadi kekuatan untuk menginspirasi dan membawa perubahan positif bagi banyak orang.

Kisah Daniel Vasella mengajarkan beberapa pelajaran moral penting. Pertama, ketahanan dan kemampuan untuk menghadapi kesulitan adalah kunci untuk mencapai kesuksesan. Kedua, empati dan belas kasih dapat membuat dampak besar dalam kehidupan orang lain.

Ketiga, pentingnya mengubah pengalaman negatif menjadi pelajaran positif untuk pertumbuhan pribadi. Keempat, mencari dukungan ketika dibutuhkan adalah langkah penting dalam mengatasi tantangan.

Kelima, kepemimpinan yang efektif tidak hanya tentang pencapaian tujuan, tetapi juga tentang bagaimana memperlakukan dan memotivasi orang lain. Terakhir, menggunakan kekuatan dan bakat untuk kebaikan lebih besar menunjukkan makna sukses sejati.

Kisah Vasella menunjukkan bagaimana ketekunan, empati, dan keinginan untuk berkembang dapat mengubah kesulitan menjadi kekuatan menginspirasi.

REFERENSI:

George, B., Ibarra, H., Goffee, R., & Jones, G. (2017). Authentic Leadership. Harvard Business Review Press.

Selasa, 30 Januari 2024

SALAH PILIH



Keputusan dalam dunia bisnis sering kali membawa konsekuensi jangka panjang yang bisa mengubah arah perusahaan. Kisah unik antara Sony Vaio dan Apple, seperti yang dilaporkan oleh The Verge, menawarkan contoh menarik tentang bagaimana pilihan yang tampaknya kecil dapat memiliki dampak signifikan pada masa depan sebuah produk.


Seperti diceritakan The Verge, ada kesamaan Visi dan benang merah antara pendiri Sony, Akio Morita dan pendiri Apple, Steve Jobs. Keduanya punya dream membuat produk yang orang lain belum membuatnya dan memasarkan produk tersebut. Mereka berdua tidak takut untuk mengambil risiko dan mencoba hal-hal baru.

“_Create your product and then create your market_", bukan sekedar mengikuti pasar saja.

Walkman menjadi contoh kesuksesan Sony dan iPod yang kemudian iPhone dll menjadi contoh kreasi Steve Jobs.

Tahun 1996, Sony mendirikan Vaio, merek komputer pribadi. Nama Vaio merupakan akronim dari Video Audio Integrated Operation. Vaio adalah komputer portabel pertama dari Vaio, dirancang untuk pengguna yang mengutamakan kepraktisan dan gaya.

Pada tahun 1997, Vaio mengenalkan seri SXP, yang ditargetkan untuk profesional dengan fitur canggih seperti prosesor Intel Pentium M dan layar beresolusi tinggi. Keduanya sukses di pasaran dan membantu Vaio menjadi merek terkemuka. Tahun 2000, Vaio meluncurkan seri VAIO P, komputer sangat tipis dengan layar sentuh, menambah daftar inovasi Vaio.

Namun, penjualan Vaio menurun mulai tahun 2006 karena persaingan yang ketat dan pergeseran ke perangkat mobile. Kerugian finansial yang dialami Sony mencapai 4,5 miliar dolar AS pada tahun 2013.

Pada tahun 2014, Sony menjual bisnis PC Vaio ke Japan Industrial Partners untuk meminimalkan kerugian. Meskipun masih beroperasi, Vaio tidak kembali ke popularitas sebelumnya dan pada tahun 2023 hanya memiliki 2,5% pangsa pasar komputer pribadi di Jepang.

Bisnis PC Vaio yang dilepas oleh Sony ternyata juga punya sejarah unik yang melibatkan Apple dan pendirinya, Steve Jobs. Nobuyuki Hayashi, seorang penulis lepas dari Jepang yang sudah lebih dari dua puluh tahun melaporkan tentang Apple – seperti dikutip The Verge – mengungkapkan cerita tentang ketertarikan Jpbs pada Vaio.

Merujuk keterangan Kunitake Ando, eks presiden Sony, Hayashi menceritakan sebuah pertemuan yang diadakannya dengan Jobs di Hawaii pada tahun 2001.

Setelah bermain golf bersama eksekutif Sony lainnya, kata Ando, "Steve Jobs dan seorang eksekutif Apple lainnya menunggu kami di akhir lapangan golf dengan memegang VAIO yang menjalankan Mac OS."

Tahun 1997, Jobs menutup bisnis "klon" Mac. Jobs menutup bisnis "kloning" Macintosh yang melisensi sistem operasi Apple untuk dipakai di komputer buatan perusahaan lain. Jobs menilai bisnis ini merusak ekosistem dan brand Mac. Seluruh produsen komputer selain Apple pun tak boleh memakai Mac OS lagi, “kecuali Sony Vaio”. Menurut Ando, ini karena Jobs mengagumi lini notebook Vaio sehingga "bersedia membuat pengecualian".

Namun, waktunya tidak tepat. Saat itu penjualan laptop berbasis Windows perusahaan baru saja mulai meningkat. Negosiasi antara Sony dan Apple tidak mencapai titik temu karena sebagian besar managemen Sony lebih memilih Windows sebagai basis OS nya, gagal membuahkan kolaborasi laptop Vaio dan Mac OS.

Keputusan ini menunjukkan bagaimana preferensi manajemen dan kondisi pasar saat itu dapat mengarah pada kesempatan yang hilang. Steve Jobs, yang dikenal memiliki hubungan dekat dengan Sony dan mengagumi Akio Morita, bahkan menggunakan laptop Vaio untuk pengujian selama transisi Apple dari hardware berbasis PowerPC ke prosesor Intel.

Jika saja Sony memilih untuk "mengizinkan" Vaio menggunakan Mac OS, mungkin nasib Vaio akan sangat berbeda, menjadi produk yang tetap relevan dan bersaing di pasar bersama produk-produk Apple.

Cerita ini menekankan bahwa keputusan bisnis yang dibuat bukanlah berdasarkan keuntungan atau manfaat jangka pendek, melainkan visi jangka panjang dan keberanian untuk membuat atau memilih keputusan.

Walaupun upaya kolaborasi antara Sony Vaio dan Mac OS akhirnya tidak terwujud, pengalaman ini tetap menyisakan pelajaran penting tentang nilai inovasi dan pentingnya membina kemitraan strategis.

Di tengah dinamika bisnis yang terus berubah dengan cepat, keberanian untuk mengeksplorasi kolaborasi baru dan mengambil risiko menjadi faktor penting dalam memastikan sebuah merek tetap relevan dan berhasil.

Sumber:

https://www.theverge.com/2014/2/5/5380832/sony-vaio-apple-os-x-steve-jobs-meeting-report

 

 

Minggu, 28 Januari 2024

PERAGU (TIDAK PERCAYA DIRI)


I don’t believe anyone ever suspects how completely unsure i am of my work and myself and what tortures of self-doubting the doubt of others has always given me. (Tennessee Williams)

"Saya rasa tidak ada yang menyadari betapa ragu-ragunya saya tentang pekerjaan saya sendiri dan tentang diri saya. Keraguan dari orang lain selalu membuat saya menderita karena meragukan diri sendiri."

—Tennessee Williams

Tennessee Williams, yang nama lahirnya Thomas Lanier Williams III, adalah seorang dramawan terkenal asal Amerika Serikat. Lahir pada 26 Maret 1911, Williams dianggap sebagai salah satu dramawan terbesar di Amerika abad ke-20.

Dia terkenal karena karya-karyanya yang sering mengeksplorasi emosi manusia, konflik keluarga, seksualitas, dan ketegangan sosial, yang sering kali dicampur dengan nuansa puitis dan simbolisme yang kaya.

Salah satu karyanya yang trekenal adalah _Cat on a Hot Tin Roof_(1955. Drama ini menggali hubungan dalam sebuah keluarga di Selatan Amerika, dengan tema-tema seperti kejujuran, keserakahan, dan hubungan seksual

Karya-karya Williams sering kali diwarnai oleh pengalaman hidupnya sendiri, termasuk latar belakang keluarganya yang bermasalah dan pergulatan pribadinya dengan seksualitas serta kecenderungan depresif.

Dia menerima banyak penghargaan selama karirnya, termasuk dua Penghargaan Pulitzer untuk Drama. Tennessee Williams meninggal pada 25 Februari 1983, tetapi warisannya sebagai seorang dramawan terus berlanjut melalui karya-karyanya yang tetap dipentaskan dan dipelajari hingga hari ini.

Namun siapa sangka bahwa Williams adalah seorang peragu terhadap dirinya sendiri dan pekerjaannya. Williams mengungkapkan bahwa dia sering merasa sangat tidak yakin dan tidak percaya diri, baik dalam karyanya sebagai penulis maupun secara pribadi.

Selain itu, dia juga menyatakan bahwa keraguan atau skeptisisme yang ditunjukkan orang lain terhadapnya telah menambah beban keraguan dirinya sendiri, yang membuatnya menderita secara emosional.

Kisah lain, di sebuah kafe kecil di kota London yang selalu ramai, duduklah seorang mahasiswa seni yang tengah merenung. Namanya Rod Judkins, seorang mahasiswa di Royal College of Art, tempat di mana bakat-bakat terbaik berkumpul. Judkins sering merasa tidak cukup baik, terutama ketika melihat karya teman-temannya yang luar biasa.

Suatu hari, saat sedang asyik menggambar, dia terkejut ketika seorang pria yang tak asing baginya duduk di meja sebelah. Pria itu tidak lain adalah David Bowie, seorang ikon yang karyanya menghiasi playlist Judkins. Dengan gugup, Judkins memperkenalkan diri dan mengungkapkan kekagumannya. Yang mengejutkan, Bowie, dengan kerendahan hatinya, membalas, "Saya hanya seorang pemusik biasa, kamu, Judkins, kau adalah seniman sejati."

Pertemuan itu menjadi titik balik bagi Judkins. Ia mulai menyadari bahwa bahkan orang-orang sukses seperti Bowie pun merasa tidak cukup. Judkins pun belajar dari Bowie bahwa keraguan diri bisa menjadi pemicu untuk terus berkarya dan berusaha lebih keras.

Beberapa tahun berlalu, Judkins menjadi seorang seniman yang diakui. Ia sering diundang untuk berbicara di berbagai seminar dan workshop. Di setiap kesempatan, ia selalu berbagi pengalaman tentang pertemuannya dengan Bowie dan bagaimana keraguan diri bisa menjadi bahan bakar untuk berkembang.

"Keraguan diri membuat kita terus berjalan, mengejar yang lebih baik," ujarnya pada salah satu sesi. "Ketidakpuasan diri adalah motivasi terbesar dalam berkarya."

Bahkan para seniman dan tokoh terkenal sering kali merasa tidak yakin akan kemampuan mereka, meskipun mereka telah mencapai kesuksesan besar.

Kate Winslet misalnya. "Terkadang, sebelum saya berangkat syuting, saya terbangun dan merasa tidak mampu; saya merasa seperti penipu dan takut akan dipecat. Saya juga sering berpikir negatif tentang penampilan saya," ungkap Kate Winslet, yang terkenal sebagai aktris muda berprestasi dengan enam nominasi Academy Award dan pemenang Best Actress untuk film The Reader.

John Lennon, meskipun terkenal dan percaya diri, sebenarnya juga mengalami ketidakpastian yang mendalam. Dia mengungkapkan perasaan ini dalam lirik lagu "Help!", di mana ia menyatakan perasaan depresi dan meminta bantuan. Meskipun sukses dengan The Beatles, Lennon tetap merasa rendah diri.

Banyak orang sukses lainnya di dunia kreatif juga sering merasa tidak yakin dengan kemampuan mereka, bahkan khawatir akan diketahui orang lain bahwa mereka sebenarnya tidak berbakat. Mereka cenderung menganggap kesuksesan mereka sebagai keberuntungan, bukan karena keahlian mereka.

Namun, perasaan tidak yakin ini justru menjadi motivasi bagi mereka untuk terus bekerja keras dan menjaga standar tinggi dalam karya mereka. Keraguan diri dan ketakutan akan kegagalan bisa menjadi pendorong yang kuat untuk terus mencapai lebih banyak lagi.

Pandangan ini menawarkan perspektif berbeda dari anggapan umum bahwa kepercayaan diri dan kepuasan diri adalah kunci utama keberhasilan. Sebaliknya keraguan diri, yang sering dianggap sebagai hambatan, sebenarnya dapat menjadi katalisator penting untuk pertumbuhan dan pencapaian.

Kate Winslet, John Lennon dan lainnya yang merasa tidak cukup meskipun telah mencapai kesuksesan besar, menggambarkan bahwa keberhasilan tidak selalu berjalan seiring dengan kepuasan diri. Keraguan diri yang mereka alami bukanlah penghalang, melainkan pemicu yang mendorong mereka untuk terus berkembang dan berusaha lebih keras.

Ini menunjukkan bahwa keraguan diri dapat berperan sebagai faktor motivasi yang kuat, yang sering kali menghasilkan dorongan untuk melampaui batas-batas dan mencapai keunggulan.

Namun, penting untuk membedakan antara keraguan diri yang konstruktif dan yang merusak. Keraguan diri yang konstruktif mendorong seseorang untuk mengenali kelemahan dan bekerja keras untuk mengatasinya, sementara keraguan diri yang merusak dapat menghambat tindakan dan mencegah individu mencapai potensi penuh mereka. Teks ini tampaknya lebih menekankan pada aspek konstruktif dari keraguan diri, yang, ketika diarahkan dengan benar, dapat menjadi kekuatan pendorong di balik inovasi dan prestasi.

Pangalaman-pengalaman tadi merefleksikan bagaimana persepsi mereka tentang keberhasilan dan faktor-faktor yang mendorongnya. Dalam masyarakat yang sering kali memuji kepercayaan diri dan pencapaian instan, penting untuk mengakui dan menghargai proses yang lebih dalam di balik kesuksesan, yang sering kali termasuk keraguan diri, ketidakpastian, dan perjuangan berkelanjutan untuk perbaikan diri.

Pendekatan ini menawarkan pandangan yang lebih seimbang dan realistis tentang apa yang diperlukan untuk mencapai keunggulan sejati, baik dalam seni, bisnis, atau kehidupan pribadi.

Kisah Winslet, Williams, Judkins dan John Lenon membuktikan bahwa kerendahan hati dan keraguan diri bukanlah kelemahan, melainkan kekuatan yang mendorong kreativitas dan pertumbuhan.

Ia mengajarkan bahwa dalam kekurangan dan ketidakpastian, tersembunyi peluang untuk menjadi lebih baik. Winslet, Judkins, dan lainnya seperti banyak seniman besar lainnya, menemukan kekuatan dalam keraguan diri dan menjadikannya alat untuk berkarya secara autentik dan berdampak.

Referensi

Judkins, R. (2016). The art of creative thinking: 89 ways to see things differently. Perigee, Penguin Publishing Group.Bagian Atas Formulir

 

 


Sabtu, 27 Januari 2024

MENGHARGAI ATURAN

 


_ Tahukah Anda bahwa Roger Federer – sang juara Wimbledon berkali-kali --  pernah tidak bisa masuk Wimbledon? Video beberapa tahun lalu ini mengingatkan kita semua tentang kesopanan Roger Federer, baik di dalam maupun di luar lapangan tenis. Ia menunjukkan sikap yang luar biasa ketika dihentikan oleh petugas keamanan karena tidak memiliki lencana aksesnya._

Juara berkali-kali turnamen Wimbledon, Roger Frederer, suatu hari pernah ditolak masuk arena Wimbledon oleh petugas keamanan. Kisah ini menjadi lebih menarik ketika diketahui bahwa Federer hanya ingin menikmati secangkir teh di Wimbledon, tetapi tidak diizinkan masuk karena tidak membawa kartu keanggotaan.

Dalam episode _"The Daily Show"_ yang disiarkan pada 8 Desember 2022 malam, Federer mengklarifikasi pengalaman uniknya itu. Federer menceritakan, dia baru saja kembali dari Tokyo untuk urusan sponsor dan ingin menemui dokter di London untuk konsultasi mengenai kedua mengenai lututnya yang sedang bermasalah.

“Saya di Tokyo untuk sponsor saya, Uniqlo, dan saya kembali ke London untuk menemui dokter guna mendapatkan pendapat kedua tentang lutut saya karena akhir-akhir ini lutut saya tidak baik,” kata Frederer.

Setelah janji dokter, dia memiliki waktu luang dua jam sebelum terbang pulang ke keluarga. Mereka memutuskan untuk mampir ke Wimbledon untuk minum teh. Namun, saat tiba di gerbang, petugas keamanan menanyakan kartu keanggotaannya, yang ternyata tidak dia bawa.

Situasi menjadi canggung ketika Federer mencoba menjelaskan bahwa dia itu termasuk anggota Wimbledon karena telah memenangkan turnamen itu beberapa kali. Namun, petugas tersebut tetap pada aturannya. Frederer mengalah. Dia tidak masuk ke Wimbledon.

Akhirnya, petugas keamanan mengizinkan masuk setelah seorang penggemar yang mempunyai kartu keanggotaan mengajaknya. Federer mengaku penggemar itu di luar sempat memintanya untuk selfie. Karena penggemarnya itu, Frederer menghabiskan waktu satu jam untuk minum teh di Wimbledon, merenungkan kejadian unik tersebut.

Kejadian ini mencerminkan sebuah paradoks yang menarik. Di satu sisi, ada peraturan yang harus diikuti oleh semua orang, termasuk tokoh-tokoh terkenal seperti Federer. Di sisi lain, ada ekspektasi bahwa orang-orang dengan status tertentu mungkin mendapatkan perlakuan khusus.

Federer, meskipun sebagai pemenang berkali-kali di Wimbledon, masih harus mengikuti aturan yang sama seperti orang lain, yaitu memiliki kartu keanggotaan untuk memasuki area tersebut.

Namun, situasi ini juga menunjukkan bagaimana pengaruh dan popularitas seseorang bisa mengubah keadaan. Ketika seorang penggemar mengenali Federer dan mengajaknya masuk, barulah petugas keamanan mengizinkannya.

Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang seberapa jauh keberadaan dan pengaruh seseorang dapat mempengaruhi keputusan dan aturan yang telah ditetapkan.

Kisah Federer ini bukan hanya tentang penolakan masuk ke Wimbledon, tetapi juga tentang bagaimana masyarakat memandang aturan dan pengaruh individu terhadapnya.

Ini merupakan cerminan dari dinamika sosial di mana aturan dapat ditekuk berdasarkan status sosial seseorang, sekaligus menunjukkan pentingnya menjaga konsistensi dalam penerapan aturan, tanpa memandang status atau prestasi individu.

Ketika pada akhirnya Federer diizinkan masuk, kisah ini menyoroti dinamika kompleks antara keadilan, ketenaran, dan penerapan aturan dalam masyarakat. Ini juga menunjukkan bagaimana figur publik seperti Federer dapat mempengaruhi persepsi publik tentang etiket dan kerendahan hati.

Kisah ini bukan hanya tentang seorang bintang tenis yang tidak diizinkan masuk ke klub di mana ia telah mencapai kesuksesan besar, tetapi juga tentang bagaimana kita sebagai masyarakat menghargai aturan dan memberikan pengecualian.

Pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa ini berkaitan erat dengan nilai karakter, kerendahan hati, dan kebaikan. Mematuhi peraturan tanpa manipulasi adalah pintu gerbang menuju terciptanya ketertiban..





Jumat, 26 Januari 2024

ARROGANSI

 


Awal tahun 1980 Apple mencapai puncak kesuksesannya dengan produk-produk inovatif seperti Apple I dan Apple II. Steve Jobs, bersama dengan Steve Wozniak dan Tim Cook, berhasil menciptakan sebuah perusahaan yang merubah cara komputer pribadi secara revolusioner.

Namun, seiring berjalannya waktu, kepemimpinan Jobs mulai menimbulkan ketegangan dalam perusahaan. Jobs dikenal karena sikapnya yang keras kepala dan seringkali merasa bahwa visinya adalah satu-satunya yang benar.

Pada saat itu, John Sculley, seorang eksekutif dari PepsiCo, diundang untuk menjadi CEO Apple, dengan harapan bahwa dia bisa membantu mengelola perusahaan yang semakin kompleks.

Pertentangan antara Jobs dan Sculley segera muncul. Mereka memiliki pandangan yang berbeda mengenai arah strategis perusahaan. Jobs ingin fokus pada inovasi dan produk yang mahal, sementara Sculley lebih memilih pendekatan yang lebih konvensional dan mengutamakan keuntungan jangka pendek.

Pendekatan Jobs yang didorong oleh kepercayaan pada visinya sendiri, kadang-kadang terwujud sebagai sikap mengabaikan ide dan kontribusi orang lain. Ini akhirnya menyebabkan ketegangan dalam perusahaan, terutama dengan Sculley.

Ketegangan ini mencapai puncaknya ketika Jobs mencoba menggulingkan Sculley dari posisinya sebagai CEO. Namun, upayanya gagal, dan pada tanggal 31 Mei 1985, dalam sebuah rapat dewan yang dramatis, Steve Jobs dipecat dari perusahaan yang dia dirikan sendiri.

"Saya pikir kita semua perlu berhati-hati terhadap arrogansi arrogansiyang selalu mengintip ketika kita berhasil,” katanya dalam sebuah wawancara tahun 2003.

“Saya dipecat dari Apple saat berusia 30 tahun dan diundang untuk kembali 12 tahun kemudian. Jadi itu sulit saat itu terjadi, tetapi mungkin itu adalah hal terbaik yang pernah terjadi pada saya."

Meskipun pemecatan tersebut tampaknya merupakan akhir dari karier Jobs, itu sebenarnya adalah awal dari babak baru dalam hidupnya. Setelah dipecat, dia mendirikan perusahaan komputer lain yang disebut NeXT.

Perusahaan ini berfokus pada komputer workstation canggih untuk keperluan pendidikan dan bisnis. Selain itu, Jobs juga mengakuisisi Pixar Animation Studios, yang kemudian menghasilkan film-film sukses seperti "Toy Story."

Perjalanan Jobs selama masa di luar Apple mengajarkannya banyak pelajaran berharga. Dia belajar tentang kerendahan hati, manajemen yang lebih baik, dan pentingnya kolaborasi. Pada akhirnya, NeXT dan Pixar mengalami sukses, dan Jobs menjadi seorang miliarder sekali lagi.

Pada tahun 1996, Apple sedang mengalami kesulitan dan memutuskan untuk mengakuisisi NeXT. Steve Jobs kembali ke Apple sebagai penasehat dan akhirnya mengambil alih perusahaan tersebut sebagai CEO pada tahun 1997. Kembalinya Jobs ke Apple menandai awal dari periode renaissance untuk perusahaan tersebut. Dia memimpin Apple meluncurkan produk-produk inovatif seperti iMac, iPod, iPhone, dan iPad, yang mengubah industri teknologi dan mengembalikan Apple ke puncak kesuksesan.

Arrogansi sering kali merupakan hasil sampingan kesuksesan. Ketika seseorang atau organisasi mencapai puncak prestasi, cenderung merasa puas dan terlalu percaya diri. Ini menciptakan lingkungan di mana masukan penting dan perspektif baru sering diabaikan, karena keyakinan bahwa apa yang berhasil sebelumnya akan selalu berhasil di masa depan. Namun, pandangan ini berbahaya dan seringkali keliru.

Pertama, arrogansimenghambat pembelajaran dan adaptasi. Di dunia yang terus berubah, kunci kesuksesan adalah kemampuan untuk terus belajar dan beradaptasi dengan perubahan. Arrogansimenciptakan dinding di mana umpan balik negatif sering diabaikan atau dianggap tidak relevan. Hal ini mengakibatkan kesulitan dalam mengidentifikasi kesalahan dan peluang untuk perbaikan.

Tanpa kemampuan untuk belajar dari kesalahan, pertumbuhan menjadi terhambat dan peluang untuk inovasi hilang.

Kedua, arrogansidapat merusak hubungan dan kerjasama. Dalam tim atau organisasi, sikap sombong dari seorang pemimpin atau anggota kunci dapat menciptakan ketidakpuasan dan konflik internal.

Ini dapat menghambat komunikasi yang efektif dan kerjasama, yang keduanya krusial untuk keberhasilan jangka panjang. Dalam dunia bisnis yang semakin terhubung dan bergantung pada kerjasama, kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain adalah esensial.

Ketiga, arrogansi mendorong ketidaksetujuan terhadap perubahan. Dalam konteks bisnis dan teknologi, perubahan adalah kenyataan. Perusahaan yang tidak mampu beradaptasi dengan perubahan pasar, teknologi, dan preferensi konsumen dengan cepat akan tertinggal.

Sikap sombong yang meremehkan kebutuhan untuk berubah atau berinovasi dapat menyebabkan kesalahan strategis yang mahal. Ini adalah pelajaran yang sudah terbukti berulang kali dalam sejarah bisnis, di mana perusahaan besar jatuh karena ketidakmampuan mereka untuk beradaptasi dengan perubahan.

Arrogansi menghambat kemampuan memimpin dengan efektif. Pemimpin yang sombong sering kali tidak mampu menginspirasi atau memotivasi tim mereka. Mereka mungkin gagal mengakui kontribusi tim dan kurangnya empati bisa menciptakan lingkungan kerja yang tidak menyenangkan.

Sebaliknya, pemimpin yang rendah hati, yang menyadari bahwa mereka tidak selalu memiliki semua jawaban dan terbuka untuk belajar dari orang lain, cenderung lebih berhasil dalam memotivasi tim mereka menuju kesuksesan.

Kisah Steve Jobs adalah contoh nyata bagaimana kesombongan dapat berdampak pada karier seseorang, bahkan seorang visioner sekalipun. Meskipun Jobs memiliki visi yang luar biasa dan mencapai kesuksesan besar dengan Apple, ketidakmampuannya untuk berkolaborasi dan merespons masukan orang lain menyebabkan konflik internal yang akhirnya mengarah pada pemecatannya.

Namun, Jobs juga menunjukkan bahwa orang dapat belajar dari kesalahan mereka dan tumbuh sebagai individu. Pengalaman di luar Apple membentuk ulang cara dia berinteraksi dan memimpin, dan ketika dia kembali ke perusahaan, dia menjadi lebih terbuka terhadap kolaborasi dan memahami pentingnya kerendahan hati.

Dalam dunia yang terus berubah, kemampuan untuk belajar, beradaptasi, dan berkolaborasi adalah kunci untuk pertumbuhan dan kemajuan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, penting untuk selalu menjaga diri dari kesombongan dan tetap terbuka terhadap pembelajaran serta ide-ide orang lain. Kesombongan bukanlah tanda keberhasilan, melainkan penghalang potensial terbesar bagi pertumbuhan kita sebagai individu dan organisasi.


Kamis, 25 Januari 2024

PENCIPTA, BUKAN PENIRU



Don’t rely on what the world tells you is possible. Create the world you want

Jangan mengandalkan apa yang dikatakan dunia tentang apa yang mungkin. Ciptakan dunia yang Anda inginkan (Vinod Khosla - pendiri Sun Microsystems dan Khosla Ventures).


Dalam dunia di mana para ahli sering menetapkan batasan, Vinod Khosla berdiri sebagai simbol pemberontakan terhadap status quo.

Khosla adalah seorang investor dan pengusaha di bidang teknologi. Ia adalah salah satu pendiri Sun Microsystems, sebuah perusahaan yang berperan penting dalam pengembangan teknologi komputer dan jaringan.

Setelah Sun Microsystems, Khosla beralih ke dunia investasi, mendirikan Khosla Ventures, sebuah firma ventura kapital yang fokus pada berbagai inisiatif teknologi dan lingkungan.

Sikap inovatif dan keberanian Vinod Khosla dalam berinvestasi -- dia tak ragu mendukung ide-ide yang dianggap radikal -- secara langsung terhubung dengan filosofinya tentang dua jenis orang; ada yang terpaku pada masa lalu dan ada juga yang proaktif menciptakan masa depan yang mereka inginkan.

Khosla menggambarkan dirinya sebagai seseorang yang termasuk dalam kategori kedua. Ini menunjukkan bahwa sikap berani dan inovatif dalam investasi merupakan cerminan dari pemikirannya tentang pentingnya berinovasi dan berpikir secara mandiri, melewati batasan-batasan yang biasanya diberikan oleh pemikiran konvensional.

Mengandalkan para ahli atau pandangan umum, menurut Khosla, seringkali dapat membatasi kemampuan seseorang untuk melihat potensi yang lebih besar dan berbeda. Para ahli biasanya membuat prediksi berdasarkan data dan tren masa lalu, yang mungkin tidak selalu akurat atau relevan untuk masa depan yang terus berubah.

Ini menunjukkan bahwa berpegang pada cara pandang lama dan konvensional bisa menghalangi proses inovasi.

Vinod Khosla menantang cara berpikir yang terpaku pada sejarah untuk meramalkan masa depan. Sebagai contoh, ia menyoroti prediksi Departemen Energi AS pada 2010 yang sangat meremehkan pertumbuhan mobil listrik, dengan hanya memperkirakan sekitar 2,305 unit di pasar AS sampai 2035. Realitanya, pada tahun 2014 saja, Tesla telah mengirim sekitar 80,000 mobil listrik.

Ini menunjukkan bahwa meramal masa depan berdasarkan tren masa lalu bisa sangat menyesatkan dan membatasi inovasi.

Para ahli juga seringkali salah dalam memprediksi masa depan. Dia memberikan contoh bagaimana kartun tahun 1889 menggambarkan listrik sebagai ancaman eksistensial bagi manusia, mirip dengan ketakutan yang muncul seputar AI saat ini.

Contoh lainnya adalah Lord Kelvin, presiden Royal Society pada awal 1900-an, yang pernah mengatakan bahwa mesin terbang lebih berat dari udara adalah hal yang mustahil, tidak lama sebelum Wright Brothers berhasil terbang. Thomas Edison juga pernah meremehkan arus bolak-balik, dan Time Magazine meragukan potensi belanja jarak jauh.

Dari sini, Khosla menyimpulkan bahwa masa depan adalah milik mereka yang berani bermimpi dan cukup 'tidak masuk akal' untuk mencoba mewujudkan mimpi-mimpi tersebut, yang tidak takut gagal, serta yang berani mengambil risiko besar dan radikal.

Pesan penting dari Khosla adalah untuk tidak hanya mengandalkan para ahli atau apa yang dikatakan dunia tentang kemungkinan, melainkan untuk menciptakan dunia yang kita inginkan. Dia mengajak kita untuk membedakan antara orang yang hanya mengekstrapolasi masa lalu dengan mereka yang berani menciptakan dunia yang mereka impikan.

Ini adalah panggilan untuk berinovasi, bertindak berani, dan mandiri dalam menghadapi masa depan. Jadi pencipta, bukan pengikut. Ambil inisiatif untuk menjadi pencipta dan pembuat perubahan, bukan sekedar peniru.

Rabu, 24 Januari 2024

KUTUKAN PENGETAHUAN

 


Kutukan pengetahuan muncul ketika seseorang mengalami kesulitan untuk menjelaskan informasi secara sederhana karena menganggap orang lain memahami topik tersebut dengan cara yang sama. Ini terjadi karena pengetahuan yang mereka miliki.

Tahun 1990, Elizabeth Newton meraih gelar Ph.D. dalam psikologi di Stanford dengan mempelajari permainan sederhana. Dia menugaskan orang ke salah satu dari dua peran: "tappers" atau "listeners."

Tappers menerima daftar dua puluh lima lagu terkenal, seperti "Happy Birthday to You" dan "The Star-Spangled Banner." Setiap tapper diminta untuk memilih lagu dan mengetuk ritme kepada seorang pendengar (dengan menabuh atau mengetuk di atas meja). Tugas pendengar adalah menebak lagu berdasarkan ritme yang ditabuhkan.

Tugas pendengar dalam permainan ini cukup sulit. Selama eksperimen Newton, 120 lagu telah ditabuhkan. Pendengar hanya berhasil menebak 2,5 persen dari lagu-lagu tersebut: 3 dari 120.

Namun, inilah yang membuat hasilnya layak untuk disertasi dalam bidang psikologi. Sebelum pendengar menebak nama lagu, Newton meminta para tapper untuk memprediksi peluang bahwa pendengar akan menebak dengan benar. Mereka memprediksi bahwa peluangnya adalah 50 persen.

Nyatanya, para tapper hanya berhasil menyampaikan pesan mereka 1 dari 40 kali, tetapi mereka berpikir bahwa mereka berhasil menyampaikan pesan mereka 1 dari 2 kali. Mengapa?

Ketika seorang tapper mengetuk, dia mendengar lagu itu di kepalanya. Cobalah sendiri—tabuhkan ritme "The Star-Spangled Banner." Tidak mungkin untuk menghindari mendengar melodi dalam pikiran Anda. Sementara itu, pendengar tidak dapat mendengar melodi itu—yang mereka dengar hanyalah sejumlah ketukan yang terputus, seperti semacam kode morse yang aneh.

Dalam eksperimen ini, para tapper terkejut dengan seberapa kerasnya pendengar bekerja untuk menangkap melodi itu. Bukankah lagunya jelas? Ekspresi wajah para tapper, saat seorang pendengar menebak "Happy Birthday to You" untuk "The Star-Spangled Banner," sangat berharga: Bagaimana mungkin kamu begitu bodoh?

Menjadi seorang tapper sulit. Masalahnya adalah para tapper telah diberi pengetahuan (judul lagu) yang membuatnya mustahil bagi mereka untuk membayangkan bagaimana rasanya tidak memiliki pengetahuan itu. Ketika mereka mengetuk, mereka tidak dapat membayangkan bagaimana pendengar mendengar ketukan yang terisolasi daripada lagu.

Ini adalah *Kutukan Pengetahuan* (Curse of Knowledge). Setelah kita tahu sesuatu, kita merasa sulit membayangkan bagaimana rasanya tidak tahu itu. Pengetahuan kita telah "mengutuk" kita. Dan menjadikan kita kesulitan untuk berbagi pengetahuan kita dengan orang lain, karena kita tidak dapat dengan mudah menciptakan kembali keadaan pikiran pendengar kita.

Contoh dari "Kutukan Pengetahuan" bisa dilihat dalam situasi sehari-hari, misalnya dalam konteks seorang ahli komputer yang mencoba menjelaskan cara kerja komputer kepada seseorang yang tidak memiliki latar belakang di bidang teknologi. Ahli komputer tersebut mungkin menjelaskan dengan menggunakan istilah-istilah teknis seperti "CPU," "RAM," atau "sistem operasi," menganggap bahwa konsep-konsep ini mudah dipahami.

Namun, bagi seseorang yang tidak familiar dengan teknologi, istilah-istilah ini mungkin terdengar asing dan membingungkan. Ahli komputer tersebut mungkin kesulitan memahami mengapa penjelasannya tidak mudah dimengerti. Padahal, menurut dia, pengetahuan tersebut sudah menjadi hal yang sangat mendasar dan jelas.

Dalam kasus ini, ahli komputer tersebut "terkutuk" oleh pengetahuannya sendiri. Dia tidak mampu mengingat atau membayangkan bagaimana rasanya tidak memiliki pengetahuan tentang teknologi komputer. Akibatnya, dia kesulitan menyampaikan pengetahuannya kepada orang lain yang tidak memiliki latar belakang yang sama, membuat komunikasi menjadi tidak efektif.

Ini menunjukkan betapa pentingnya untuk selalu mengingat bahwa apa yang tampak jelas bagi seseorang mungkin tidak jelas bagi orang lain, dan pentingnya mengadaptasi cara kita menjelaskan sesuatu agar sesuai dengan tingkat pemahaman audiens kita.

Eksperimen tappers dan listeners ini terjadi setiap hari di dunia nyata. Ketika CEO membahas "membuka nilai bagi pemegang saham" (unlocking shareholder value), ada pemahaman dalam pikirannya yang tidak terdengar oleh karyawan. Unlocking shareholder value merujuk pada serangkaian strategi atau keputusan manajemen yang bertujuan untuk meningkatkan nilai bagi pemegang saham suatu perusahaan.

Ini berarti membuat perusahaan lebih bernilai di mata investor dan pemegang saham, yang sering kali diukur melalui kenaikan harga saham, pembagian dividen yang lebih tinggi, atau peningkatan kesehatan keuangan perusahaan secara umum.

Saat seorang CEO berbicara tentang "membuka nilai bagi pemegang saham," ia menggunakan istilah dan konsep yang sangat familiar baginya dan mungkin bagi orang-orang di lingkungan bisnis tingkat atas. CEO tersebut memiliki pemahaman mendalam tentang strategi bisnis, keuangan, dan pasar saham yang membentuk latar belakang pemikirannya saat ia menggunakan istilah tersebut.

Namun, bagi karyawan yang tidak memiliki latar belakang atau pengetahuan dalam keuangan korporat atau strategi pasar saham, istilah "membuka nilai bagi pemegang saham" mungkin tidak memiliki arti yang jelas.

Mereka mungkin tidak memahami bagaimana strategi bisnis tertentu dapat meningkatkan nilai saham perusahaan atau apa dampaknya terhadap kinerja perusahaan secara keseluruhan. Karyawan mungkin lebih fokus pada aspek pekerjaan sehari-hari mereka dan mungkin tidak terbiasa dengan jargon keuangan atau strategis yang digunakan di tingkat manajemen atas. Masalah ini sulit dihindari, karena sebagai CEO dengan pengalaman bertahun-tahun dalam bisnis, dia mungkin tidak bisa "melupakan" pengetahuannya.

Dalam situasi ini, CEO, yang "terkutuk" oleh pengetahuannya sendiri, mungkin tidak menyadari bahwa penggunaan istilah spesifik tersebut tidak efektif dalam berkomunikasi dengan karyawan yang tidak memiliki latar belakang yang sama.

Ada dua cara untuk mengatasi Kutukan Pengetahuan: tidak belajar sama sekali atau mengubah cara kita menyampaikan ide. Cara pertama, membuat kita tidak tahu apa-apa. Cara kedua menuntut kita menyesuaikan bahasa dan penjelasan untuk memastikan bahwa semua audiens, terlepas dari tingkat pengetahuan mereka, dapat memahami konsep yang disampaikan. Kita harus mencoba berpikir seperti orang yang tidak tahu apa yang kita tahu.

Kita perlu menjelaskan hal-hal dengan cara yang lebih sederhana dan tidak menganggap bahwa orang lain mengerti apa yang kita bicarakan. Dengan cara ini, kita bisa membantu orang lain mengerti dan belajar lebih baik, dan kita juga bisa membuka pikiran kita sendiri untuk ide-ide baru.

Masalah ini sulit dihindari. Seorang CEO dengan pengalaman bertahun-tahun dalam bisnis mungkin tidak bisa "melupakan" pengetahuannya.

Ada dua cara untuk mengatasi Kutukan Pengetahuan: tidak belajar sama sekali atau mengubah cara kita menyampaikan ide.

Buku ini akan mengajarkan cara mengubah ide untuk mengatasi Kutukan Pengetahuan. Ada enam prinsip yang bisa dijadikan panduan. Contohnya, pernyataan CEO untuk "memaksimalkan nilai bagi pemegang saham" mungkin sederhana, tapi kurang praktis dan tidak menarik.

Tahun 1961, John F. Kennedy menyerukan agar "menempatkan seorang pria di bulan dan mengembalikannya dengan selamat sebelum akhir dekade." Ini sederhana, mengejutkan, konkret, kredibel, emosional, dan seperti sebuah cerita.

Dalam konteks ini, Kennedy tidak menempatkan dirinya sebagai CEO. Seandainya JFK adalah CEO, mungkin dia akan berkata, "Misi kami adalah menjadi pemimpin internasional di industri antariksa melalui inovasi yang berpusat pada tim dan inisiatif antariksa yang ditargetkan secara strategis."

Untungnya, JFK lebih intuitif daripada CEO modern; dia tahu bahwa misi yang abstrak dan tidak jelas tidak akan memikat dan menginspirasi orang. Misi ke bulan adalah contoh bagaimana seorang komunikator menghindari Kutukan Pengetahuan. Ini adalah ide yang brilian dan indah yang memotivasi jutaan orang selama satu dekade.

REFERENSI

Heath, C., & Heath, D. (2007). Made to Stick: Why Some Ideas Survive and Others Die. Random House.

Selasa, 23 Januari 2024

BALLMER


 


Steve Ballmer adalah CEO Microsoft dari tahun 2000 hingga 2014. Ballmer mengambil alih kepemimpinan Microsoft dari Bill Gates pada Januari 2000. Pada saat itu, Microsoft adalah pemimpin yang tak tertandingi di industri perangkat lunak dengan produk-produk seperti Windows dan Office.

Di bawah kepemimpinan Ballmer, Microsoft mencoba mengadaptasi diri dengan perubahan cepat di industri teknologi. Era Ballmer mencakup beberapa keputusan strategis yang penting, namun kadang kontroversial.

Ballmer terus memfokuskan Microsoft pada Windows dan Office, sumber utama pendapatan perusahaan. Namun, ini juga berarti bahwa Microsoft terkadang lambat bereaksi terhadap tren baru di industri teknologi, seperti kebangkitan smartphone dan media sosial.

Microsoft meluncurkan produk-produk baru di bawah Ballmer, termasuk Xbox, Bing, dan Azure. Xbox menjadi sukses besar, sedangkan Bing dan Azure mengalami tantangan lebih dalam bersaing dengan rival seperti Google dan Amazon.

Microsoft di bawah Ballmer juga dikenal karena tindakan kerasnya terhadap pesaing. Misalnya, perusahaan berusaha menantang dominasi iPod Apple dengan Zune, yang akhirnya gagal menarik minat pasar.

Meski Microsoft tetap mengalami pertumbuhan finansial di bawah Ballmer, perusahaan ini menghadapi tantangan dalam beradaptasi dengan perubahan lanskap teknologi, terutama dalam hal mobile dan cloud computing.

Di bawah Ballmer, Microsoft gagal menangkap tren penting di industri, terutama di bidang mobile dan media sosial. Keterlambatan memasuki pasar smartphone, dengan Windows Phone, dan kegagalan untuk bersaing secara efektif dengan Apple dan Google di area ini, adalah titik kritis.

Pada 2013, Ballmer mengumumkan rencananya untuk pensiun sebagai CEO Microsoft, dan pada 2014, ia digantikan oleh Satya Nadella. Pergantian ini membawa perubahan signifikan dalam strategi dan budaya perusahaan, dengan fokus yang lebih besar pada cloud computing, kecerdasan buatan, dan kolaborasi produk.

Salah satu praktik kontroversial yang diperkenalkan oleh Ballmer adalah sistem 'stack ranking'. Sistem ini merupakan bagian dari model manajemen sumber daya manusia di perusahaan tersebut, yang bertujuan untuk menilai kinerja karyawan secara periodik.  Dalam sistem ini, karyawan dinilai dan dibandingkan satu sama lain.

Karyawan diberi peringkat relatif terhadap rekan-rekan mereka, dengan sebagian kecil dari karyawan di puncak peringkat, sebagian besar di tengah, dan sebagian kecil di bagian bawah. Karyawan yang mendapatkan nilai bagus menempati posisi di atas dan mendapatkan imbalan, sedangkan karyawan yang berada di bagian bawah peringkat sering kali menghadapi konsekuensi negatif, termasuk pemecatan.

Kebijakan ini mungkin dimaksudkan untuk memacu kompetisi sehat.  Meskipun dimaksudkan untuk mendorong kinerja, pada praktiknya, kebijakan ini dikritik karena merusak kerja tim dan moral karyawan.

Ia menciptakan lingkungan kerja yang toxic. Karyawan menjadi lebih fokus pada bagaimana mengungguli rekan kerja daripada bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Akibatnya, lingkungan kerja berubah menjadi arena pertarungan, di mana kesuksesan individu dicapai dengan mengorbankan orang lain.

Menurut beberapa laporan, sistem ini menciptakan lingkungan kerja yang toxic dan menghambat inovasi karena karyawan lebih fokus pada persaingan internal daripada kolaborasi dan inovasi.

Kebijakan 'stack ranking' dikatakan berkontribusi pada kegagalan Microsoft dalam mengembangkan produk-produk inovatif baru. Ada kesan bahwa perusahaan menjadi lebih berkonsentrasi pada menjaga keberhasilan produk yang sudah ada daripada mengambil risiko dengan ide-ide baru.

Masa kepemimpinan Steve Ballmer di Microsoft mengajarkan kita tentang dampak mendalam dari kebijakan dan praktik manajemen dalam membentuk budaya organisasi dan persepsi karyawan. Era kepemimpinan Steve Ballmer di Microsoft merupakan suatu periode di mana kebijakan yang diadopsi tidak hanya merusak kepercayaan internal tapi juga menanamkan sikap sinisme di antara karyawan.

Kebijakan dan praktik yang diterapkan di tempat kerja memiliki dampak signifikan terhadap budaya organisasi dan persepsi karyawan. Dalam konteks ini, adalah penting membangun kepercayaan dan menghindari pembentukan budaya kerja yang toxic.

Kebijakan seperti 'stack ranking', yang dimaksudkan untuk mendorong kinerja melalui persaingan, sebenarnya menciptakan lingkungan yang merusak semangat tim dan menghambat kolaborasi serta inovasi. Hal ini mengungkapkan betapa kerusakan moral dan kepercayaan internal dapat berdampak negatif pada kinerja dan pertumbuhan perusahaan.

Dari sudut pandang praktis, era Ballmer menunjukkan pentingnya manajemen kinerja yang seimbang dan berorientasi pada pertumbuhan. Ini menggarisbawahi kebutuhan untuk fleksibilitas dan adaptasi dalam merespons perubahan tren pasar, seperti yang terlihat dari lambatnya Microsoft dalam mengadopsi inovasi di era mobile dan media sosial. Juga terlihat bahwa fokus pada inovasi dan kemauan untuk bereksplorasi di luar zona nyaman merupakan kunci untuk tetap relevan di pasar yang kompetitif.

Pergantian kepemimpinan dari Ballmer ke Satya Nadella membawa perubahan dalam strategi dan budaya perusahaan, menggambarkan betapa pentingnya kepemimpinan yang mendukung kolaborasi dan inovasi, bukan kompetisi internal. Kepemimpinan yang inklusif dan mendorong kerja tim ternyata lebih efektif dalam mencapai tujuan bersama dan memastikan kesejahteraan karyawan.

Masa kepemimpinan Ballmer di Microsoft memberikan pelajaran berharga tentang bagaimana kebijakan dan praktik di tempat kerja dapat mempengaruhi tidak hanya hasil perusahaan tetapi juga kesejahteraan dan motivasi karyawan. Hal ini menjadi peringatan bagi organisasi lain untuk merancang kebijakan dan praktik yang mendukung kepercayaan, kerja sama, dan inovasi.

REFERENSI

Zaki, J. (2023). Don’t Let Cynicism Undermine Your Workplace. Dalam HBR’s 10 Must Reads On Trust. Harvard Business Review Press.

Sabtu, 13 Januari 2024

*PIL PAHIT*

 


Pil pahit merupakan sebuah metafora. Orang barat sering meggambarkannya sebagai pil pahit yang harus ditelan (a bitter pill to swallow). Istilah itu berasal dari praktik medis di mana pil sering kali tidak dilapisi dan memiliki rasa yang sangat pahit. Hal ini terutama berlaku untuk pil yang mengandung quinine dari kulit pohon cinchona, yang efektif dalam mengobati malaria.

Karena rasa pahitnya, ekspresi ini kemudian digunakan secara figuratif untuk menggambarkan situasi yang sulit atau tidak menyenangkan yang harus diterima atau dihadapi. Sekarang istilah itu digunakan secara luas untuk menggambarkan pengalaman atau berita yang tidak menyenangkan, tetapi harus diterima.

Asal-usul frasa ini mengingatkan kita bahwa dalam kehidupan, terkadang ada situasi yang sulit atau pahit yang harus dihadapi, mirip dengan pengalaman menelan pil yang pahit di masa lalu.

Dalam konteks sosial dan pribadi, "pil pahit" ini dapat berupa kegagalan, kehilangan, atau kekecewaan yang mendalam. Namun, kemampuan untuk "menelan pil pahit" ini sering kali menjadi titik balik untuk introspeksi, ketahanan, dan akhir kebijaksanaan.

Metafora "pil pahit" mengajarkan kita untuk menerima realitas yang sulit, belajar darinya, dan bergerak maju dengan pemahaman yang lebih dalam tentang kehidupan. Ini adalah pengingat bahwa kesulitan sering kali membuka jalan bagi pertumbuhan pribadi dan pemahaman yang lebih mendalam tentang diri dan dunia di sekitar kita.

Dalam novel "The Great Gatsby" karya F. Scott Fitzgerald (terbit tahun 1925), tokoh utama, Jay Gatsby, harus menelan pil pahit ketika dia mengetahui bahwa cintanya, Daisy Buchanan, telah menikah dengan orang lain. Pada tahun 2013, novel ini diangkat menjadi film drama romansa 3D tahun 2013. Film ini ditulis dan disutradarai Baz Luhrmann dan dibintangi Leonardo DiCaprio, Tobey Maguire, Carey Mulligan, dan Joel Edgerton.

_The Great Gatsby_ menceritakan kisah cinta yang tragis antara Jay Gatsby, seorang jutawan misterius, dan Daisy Buchanan, seorang wanita bangsawan yang sudah menikah. Novel ini berlatar di Long Island, New York, pada tahun 1920-an, era Jazz Age yang ditandai dengan kemakmuran dan hedonisme.

Narator novel ini adalah Nick Carraway, seorang penulis iklan yang baru pindah ke Long Island. Nick berteman dengan Gatsby, yang tinggal di rumah mewah di West Egg. Gatsby mengadakan pesta-pesta mewah yang selalu dipadati oleh orang-orang kaya dan terkenal. Nick mulai penasaran dengan Gatsby dan mulai mencari tahu tentang masa lalunya.

Gatsby berasal dari keluarga miskin di Midwest. Dia jatuh cinta pada Daisy Buchanan ketika mereka masih muda, tetapi mereka terpaksa berpisah karena perbedaan kelas. Gatsby bertekad untuk menjadi kaya dan sukses sehingga dia bisa merebut kembali cinta Daisy. Dia bekerja keras dan akhirnya menjadi jutawan.

Gatsby akhirnya bertemu kembali dengan Daisy, tetapi dia mengetahui bahwa Daisy sudah menikah dengan Tom Buchanan, seorang pria kaya dan kasar. Daisy masih mencintai Gatsby, tetapi dia takut untuk meninggalkan Tom. Gatsby dan Daisy mulai berselingkuh, tetapi hubungan mereka tidak bisa bertahan lama.

Ketika Tom mengetahui perselingkuhan Daisy, dia marah dan mengancam untuk menghancurkan Gatsby. Gatsby dan Daisy akhirnya menyadari bahwa mereka tidak bisa bersama. Gatsby dibunuh oleh George Wilson, suami Myrtle Wilson, seorang pelacur yang dicintai Tom. Daisy melarikan diri bersama Tom, meninggalkan Nick sendirian di Long Island.

Kisah "The Great Gatsby" adalah tentang penerimaan realitas yang menyakitkan dan pentingnya memahami batasan dari apa yang bisa kita kontrol dalam hidup. Jay Gatsby harus menerima kenyataan pahit bahwa cinta yang ia perjuangkan, Daisy Buchanan, tidak bisa bersamanya.

Ini mengajarkan kita bahwa terkadang, tidak peduli seberapa keras kita berusaha, beberapa hal dalam hidup tidak berjalan sesuai dengan harapan kita. Selain itu, novel ini juga mengajarkan tentang bahaya mengidolakan masa lalu dan kegagalan dalam melepaskan diri dari kenangan yang tidak lagi relevan.

Gatsby terjebak dalam ilusi tentang masa lalu yang ideal, yang akhirnya membawanya ke kehancuran. Kisahnya mengingatkan kita untuk hidup di masa kini dan menerima kenyataan dengan apa adanya, daripada terjebak dalam impian yang tidak mungkin terwujud.

Rabu, 10 Januari 2024

MENGAJARKAN KEINGINAN

 



Jika Anda ingin membangun sebuah kapal, jangan hanya menyuruh orang untuk mengumpulkan kayu, membagi tugas, dan memberi perintah. Sebaliknya, ajarkan mereka untuk merindukan lautan yang luas dan tak berujung.

 

Antoine de Saint-ExupĂ©ry, lahir pada 29 Juni 1900 di Lyon, Prancis, adalah seorang penulis dan pilot Prancis yang terkenal dengan karyanya _"Le Petit Prince"_ (Sang Pangeran Kecil). 

Pada tahun 1931, ia menikahi Consuelo Suncin dan mengalami kecelakaan di gurun Libya pada 1935. Musibah ini menginspirasinya untuk menulis buku "Wind, Sand and Stars" (Terre des Hommes).

Otobiografi yang kemudian terpilih sebagai pemenang National Book Award menggambarkan tentang keajaiban terbang. Buku ini menawarkan narasi menarik tentang petualangan udara, dikombinasikan dengan prosa lirik dan semangat seorang filsuf, menjadikannya salah satu karya paling populer yang pernah ditulis tentang penerbangan.

Salah satu pernyataannya yang terkenal adalah_jika Anda ingin membangun sebuah kapal, jangan hanya menyuruh orang untuk mengumpulkan kayu, membagi tugas, dan memberi perintah. Sebaliknya, ajarkan mereka untuk merindukan lautan yang luas dan tak berujung_.

Antoine de Saint-Exupéry menekankan peran penting inspirasi dan motivasi dalam kepemimpinan, terutama dalam konteks pembangunan kapal. Alih-alih hanya memberikan tugas teknis seperti mengumpulkan kayu atau membagi pekerjaan, ia menyarankan agar mengajarkan tim untuk merindukan laut yang luas dan tak berbatas.

Pendekatan Saint-Exupéry menunjukkan bahwa dalam kepemimpinan, membangkitkan minat dan rasa ingin tahu dapat lebih berharga daripada sekadar menyampaikan pengetahuan atau keterampilan.

Dalam konteks ini, Saint-ExupĂ©ry menekankan pentingnya menginspirasi tim dengan visi yang lebih besar dan bermakna. Ini tentang menciptakan keinginan yang mendalam dan kecintaan pada tujuan akhir yang akan mendorong tim untuk lebih berdedikasi dan inovatif dalam pekerjaan mereka. 

Seorang pemimpin yang mampu menumbuhkan hasrat akan laut, dalam metafora ini, akan lebih berhasil dalam membangun kapal yang kuat dan efisien daripada yang hanya memberi perintah.

Pendekatan kepemimpinan seperti ini memerlukan pemahaman mendalam tentang apa yang memotivasi dan menggerakkan orang. Ini bukan tentang memaksakan tujuan, tetapi tentang menumbuhkan keinginan alami untuk mencapai sesuatu yang luar biasa. 

Kepemimpinan yang menginspirasi membuka jalan bagi eksplorasi, kreativitas, dan komitmen yang lebih besar dari tim, karena mereka merasa terhubung secara emosional dengan tujuan yang mereka kejar.

Namun, menginspirasi tim dengan visi yang luas tidak berarti mengabaikan aspek teknis atau organisasi dalam proyek. Sebaliknya, inspirasi harus berjalan seiring dengan arahan dan bimbingan yang jelas tentang bagaimana mencapai tujuan tersebut. Keseimbangan antara memberi inspirasi dan memberi arahan merupakan kunci dari kepemimpinan yang efektif.

Senin, 08 Januari 2024

TIM YANG SUKSES


 

JAM 6 TENG

*TRUST*

A team is not a group of people that work together. A team is a group of people that trust each other

Simon Sinek

Sebuah tim bukan sekadar kumpulan orang yang bekerja bersama, melainkan sekelompok individu yang saling percaya, menghormati, dan peduli satu sama lain. Apa yang dikatakan Sinek menawarkan perspektif yang lebih dalam tentang esensi sebenarnya dari sebuah tim.

Pendekatan ini menunjukkan bahwa fondasi utama sebuah tim yang sukses adalah kepercayaan dan rasa saling menghargai di antara anggotanya. Intinya adalah sebuah tim yang efektif bukanlah semata-mata kolaborasi kerja, melainkan kepercayaan mutual antar anggota

Pentingnya kepercayaan dalam sebuah tim tidak bisa diabaikan. Tanpa kepercayaan, kolaborasi hanya berjalan di permukaan dan seringkali tidak mampu menghasilkan sinergi yang sebenarnya. Kepercayaan memungkinkan anggota tim untuk bekerja secara terbuka, saling mendukung, dan berbagi ide tanpa rasa takut atau curiga. Hal ini menciptakan lingkungan kerja yang lebih kondusif untuk inovasi dan kreativitas.

Namun, membangun dan mempertahankan kepercayaan dalam tim bukanlah tugas yang mudah. Kepercayaan membutuhkan waktu untuk tumbuh dan sangat bergantung pada interaksi serta komunikasi yang jujur dan transparan di antara anggota tim. Ini juga menuntut pemimpin yang dapat menjadi contoh dan mendorong budaya kepercayaan dalam tim.

Di sisi lain, ketiadaan kepercayaan dapat mengarah pada berbagai masalah seperti konflik internal, penurunan produktivitas, dan bahkan sabotase. Ketika anggota tim tidak percaya satu sama lain atau kepada pimpinannya, mereka cenderung bekerja secara individualistik dan kehilangan fokus pada tujuan bersama.

Dalam praktiknya, mengembangkan tim yang berlandaskan pada kepercayaan memerlukan upaya yang berkelanjutan dan konsisten. Ini termasuk mendorong komunikasi yang terbuka, menghargai kontribusi setiap individu, dan menangani konflik dengan cara yang konstruktif. Oleh karena itu, pemahaman bahwa tim yang kuat dibangun atas dasar kepercayaan harus menjadi prinsip dasar dalam setiap organisasi atau perusahaan yang ingin mencapai kesuksesan jangka panjang.

Simon Sinek adalah seorang penulis, pembicara, dan konsultan bisnis asal Inggris-Amerika. Dia dikenal dengan konsep "Golden Circle", yang menggarisbawahi pentingnya memahami "Mengapa" di balik apa yang Anda lakukan, sebelum "Bagaimana" dan "Apa".

Sinek lahir di Wimbledon, London, pada tahun 1973. Dia lulus dari Universitas Brandeis dengan gelar di bidang sejarah dan studi Amerika. Setelah lulus, dia bekerja sebagai copywriter di agen periklanan New York, Euro RSCG dan Ogilvy & Mather.

Pada tahun 2009, Sinek merilis buku pertamanya, "Start with Why: How Great Leaders Inspire Everyone to Take Action". Buku ini menjadi bestseller internasional dan memicu gerakan untuk mendorong orang untuk memahami "Mengapa" di balik apa yang mereka lakukan.

Sabtu, 06 Januari 2024

MAYA ANGELOU

 



A bird does not sing because it has an answer. It sings because it has a song

"Seekor burung tidak bernyanyi karena ia memiliki jawaban. Ia bernyanyi karena ia memiliki sebuah lagu."

MAYA ANGELOU

Maya Angelou adalah seorang penulis, penyair, dan aktivis hak sipil Amerika yang terkenal. Lahir pada 4 April 1928 di St. Louis, Missouri, dengan nama asli Marguerite Annie Johnson, Angelou mengalami masa kecil yang penuh tantangan, termasuk rasisme, pelecehan seksual, dan trauma yang menyebabkan dia menjadi bisu selama beberapa tahun.

Ungkapan A bird does not sing because it has an answer. It sings because it has a song sangat populer di kalangan penggiat kesetaraan. Ungkapan itu adalah metafora tentang pentingnya mengekspresikan diri dengan bebas, tanpa tekanan untuk selalu memberikan jawaban atau mencapai sesuatu yang spesifik.

Ini seperti mengingatkan bahwa dalam membuat karya seni atau saat berkreasi, tidak selalu harus ada alasan atau tujuan yang jelas; kadang-kadang, melakukan sesuatu hanya karena ingin melakukannya adalah alasan yang cukup.

Ungkapan ini juga menekankan keunikan setiap individu. Seperti burung yang memiliki lagunya masing-masing, setiap orang memiliki cara unik dalam mengekspresikan diri. Hal ini menggarisbawahi pentingnya menghargai dan merayakan perbedaan, serta menyadari bahwa tidak semua orang harus berkontribusi atau berekspresi dengan cara yang sama.

Di sisi lain, ungkapan ini juga mengajak individu untuk merenungkan dan mengeksplorasi diri sendiri. Ini adalah tantangan untuk menemukan apa yang benar-benar membuat seseorang bersemangat dan apa yang ingin mereka bagi dengan dunia, menemukan 'lagu' mereka sendiri di tengah banyaknya suara dan hiruk pikuk kehidupan.

Angelou, seorang perempuan yang lahir di tengah pergolakan zaman, merangkai perjalanan hidupnya dengan benang-benang peristiwa yang keras namun berwarna. Di lembah kelam rasisme dan diskriminasi yang membayangi masa kecilnya di Amerika Selatan, ia bertumbuh, berakar dalam ketidakadilan yang mendalam. Sebagai wanita Afrika-Amerika, ia berjalan di atas jembatan yang goyang antara warna kulit dan gender, tempat setiap langkahnya diwarnai prasangka dan hambatan.

Tragedi yang mencekam mengejarnya sejak usia muda, saat ia menjadi korban kekerasan seksual oleh pacar ibunya. Luka itu bukan hanya mengiris tubuhnya, tapi juga menjalar ke jiwa, membungkam suaranya selama bertahun-tahun dalam kebisuan yang menyakitkan. Angelou, yang percaya bahwa suaranya telah memicu tragedi yang lebih besar, memilih untuk menenggelamkan kata-katanya dalam lautan kesunyian.

Dalam melintasi padang gurun kesulitan ekonomi sebagai ibu tunggal, Angelou menyulam kehidupannya dengan seribu satu pekerjaan. Dari pelayan hingga penari, setiap pekerjaan yang ia lakoni bukan hanya untuk bertahan hidup, tetapi juga menjadi medan tempa kekuatan dan ketahanannya.

Sebagai penulis dan aktivis, Angelou sering menemui tembok penghalang. Industri yang didominasi oleh orang kulit putih dan laki-laki membuat jalan yang ia tempuh menjadi lebih berliku dan menantang. Namun, dengan tekad yang tak kunjung padam, ia terus merangkak, mendaki, bahkan menerobos hambatan tersebut.

Kritik dan penolakan pun seringkali menghampiri karya dan pandangannya. Namun, sebagaimana batu yang terkikis menjadi patung yang indah, setiap kritik dan penolakan itu hanya menempa Angelou menjadi lebih kuat dan teguh. Dari setiap cobaan dan kesulitan, ia menemukan benih-benih inspirasi dan motivasi yang ia taburkan dalam karyanya.

Maya Angelou, dengan segala pergulatan dan tantangan yang ia hadapi, tak pernah berhenti tumbuh dan berkembang. Setiap pengalaman pahitnya bertransformasi menjadi sumber inspirasi yang ia bagikan kepada dunia. Melalui kata-kata dan tindakannya, ia mengajarkan tentang kekuatan untuk bangkit, berbicara, dan membuat perubahan. Dalam setiap lembar karyanya, terukir pelajaran bahwa di balik setiap kesulitan, terdapat kekuatan dan motivasi untuk terus bergerak maju.

Jumat, 05 Januari 2024

*RAHASIA KEBERUNTUNGAN DALAM PERSPEKTIF KRITIS*

 


Rahasia keberuntungan adalah kebahagiaan yang ada dalam genggaman kita

Ralph Waldo Emerson, Self-Reliance and Other Essays

Makna dari frase yang diungkapkan Ralph Waldo Emerson adalah bahwa keberuntungan atau kesuksesan tidak sepenuhnya bergantung pada faktor eksternal atau keberuntungan belaka, melainkan lebih banyak terletak pada sikap dan tindakan kita sendiri.

Ungkapan ini menggarisbawahi pentingnya menemukan kebahagiaan dan kepuasan dalam diri sendiri, bukan hanya mencari kebahagiaan dalam hal-hal luar atau pencapaian material. Dengan kata lain, kebahagiaan dan keberuntungan bukan sesuatu yang hanya terjadi pada kita atau yang kita tunggu datang, melainkan sesuatu yang kita ciptakan dan bentuk melalui cara kita melihat dunia, bagaimana kita merespons situasi, dan tindakan yang kita ambil.

Ini menekankan pentingnya kekuatan pribadi dan proaktivitas dalam menciptakan kehidupan yang memuaskan dan bermakna.

Ralph Waldo Emerson adalah seorang esais, penyair, dan pemimpin gerakan transendentalis Amerika Serikat pada abad ke-19. Ia dikenal sebagai salah satu pemikir Amerika yang paling berpengaruh dan karya-karyanya telah menginspirasi banyak orang di seluruh dunia. Emerson lahir di Boston, Massachusetts pada tahun 1803. Ia lulus dari Harvard College pada tahun 1821

Seperti kita ketahui, konsep "rahasia keberuntungan" sering diangkat sebagai mantra bagi mereka yang mencari kesuksesan. Namun, seberapa sering kita berhenti dan mempertanyakan apa sebenarnya yang tersembunyi di balik tirai glamor ini?

Rahasia keberuntungan, seringkali diinterpretasikan sebagai kombinasi kerja keras, integritas, ketepatan waktu, dan serangkaian nilai mulia lainnya, tentu memegang peran penting. Namun, apakah kisah-kisah sukses seperti Thomas Edison, Warren Buffett, atau Oprah Winfrey memberikan gambaran yang lengkap dan realistis tentang pencapaian kesuksesan?

Pertama, kita harus mengakui bahwa narasi keberuntungan sering kali disederhanakan menjadi cerita yang rapi, di mana usaha keras dan nilai-nilai mulia selalu menghasilkan ganjaran. Namun, realitas sering kali lebih rumit. Misalnya, Thomas Edison tidak hanya terkenal karena kerja kerasnya, tetapi juga karena strategi bisnisnya yang cerdas dan kadang kontroversial, serta pemanfaatan ide-ide dari para peneliti lain.

Dalam lembaran sejarah inovasi, kita menemukan Thomas Edison, penemu yang visioner. Ia, dengan lebih dari 1.000 paten di namanya, hidup dengan filosofi "Genius adalah 1% inspirasi dan 99% keringat." Cerita Edison tidak hanya tentang lampu yang menyala, tapi tentang jam-jam tak terhitung yang dihabiskan dalam gelap, mencari cahaya pengetahuan.

Warren Buffett, di sisi lain, memang dikenal dengan integritas dan kebijaksanaannya dalam investasi. Namun, kesuksesannya juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti waktu, lingkungan ekonomi, dan akses ke sumber daya yang tidak dimiliki oleh banyak orang.

Dalam kehidupan, Warren Buffett, raja dari dunia investasi, selalu berjuang menegakkan integritas sebagai pilar kuat dalam setiap keputusan bisnisnya. Dia percaya bahwa tidur dengan perasaan puas lebih berharga daripada bangun dengan penyesalan. Keberhasilannya, lebih dari sekadar angka, adalah cerminan dari prinsip yang tak tergoyahkan.

Di panggung politik, Angela Merkel mengajarkan kita tentang keindahan ketepatan waktu. Kanselir Jerman yang disiplin ini menghormati waktu seperti menghormati janji, menunjukkan bahwa setiap detik dalam kepemimpinan adalah berharga dan harus dimanfaatkan dengan bijak.

Oprah Winfrey, meski merupakan contoh luar biasa dari dampak sopan santun dan empati, juga harus dinilai dalam konteks peluang dan tantangan unik yang ia hadapi sebagai seorang wanita kulit hitam dalam industri media yang didominasi kulit putih.

Oprah Winfrey, ratu media yang karismatik, membawa seni sopan santun ke dalam setiap percakapan. Dengan gaya wawancaranya yang empatik, dia membuka hati jutaan orang, membuktikan bahwa kehangatan dan penghargaan bisa lebih berdampak daripada kata-kata yang paling cerdas sekalipun.

Di dunia yang terus berubah, Bill Gates, sang pionir teknologi, tak pernah berhenti belajar. Dengan setiap buku yang dibuka, dia mengembangkan wawasan yang lebih luas, menggarisbawahi bahwa kecerdasan adalah tentang kemampuan untuk terus tumbuh dan berkembang.

Steve Jobs, yang filosofi hidupnya sejajar dengan desain revolusionernya, mengajarkan kita tentang pentingnya mengenal diri sendiri. Dia percaya bahwa intuisi adalah kompas paling akurat dalam menciptakan, sebuah pelajaran tentang bagaimana keunikan diri dapat mengubah dunia.

Di tengah badai perjuangan, Nelson Mandela berdiri sebagai simbol optimisme. Dengan harapan yang tak pernah pudar, ia mengubah sebuah negara dan memberikan inspirasi bagi dunia, membuktikan bahwa kekuatan positif bisa mengalahkan rintangan terbesar.

Dan akhirnya, kita temukan Mother Teresa, yang dengan tulusnya membantu orang lain, menjadi lambang kebaikan dan kemurahan hati. Kisah hidupnya mengingatkan kita bahwa kebahagiaan sejati datang dari memberi tanpa mengharapkan kembali.

Melalui cerita-cerita ini, kita diajak untuk merenung dan menerapkan nilai-nilai keberuntungan dalam kehidupan kita. Dari Edison hingga Mother Teresa, setiap narasi mengajarkan kita bukan hanya bagaimana mencapai kesuksesan, tetapi bagaimana menjadikan perjalanan itu bermakna dan memuaskan.

Seringkali, dalam sebuah narasi ada beberapa aspek seperti keberuntungan, warisan, dan kondisi sosial-ekonomi yang tidak cukup mendapat perhatian. Padahal, seperti kita ketahui, di banyak kasus, kesuksesan seseorang juga dipengaruhi oleh latar belakang keluarga, pendidikan, dan jaringan sosial yang ada sejak awal. Hal ini membawa kita pada pertanyaan tentang meritokrasi dan seberapa jauh usaha individu sebenarnya dapat membawa mereka.

Dalam menganalisis "rahasia keberuntungan", kita juga harus mempertimbangkan faktor keberuntungan itu sendiri. Berapa banyak kesuksesan yang sebenarnya adalah hasil dari keadaan yang tepat pada waktu yang tepat, daripada hanya usaha keras atau nilai pribadi?

Kisah-kisah inspiratif para tokoh terkenal memang menyediakan motivasi dan panduan yang berharga. Namun, penting untuk menyadari bahwa jalan menuju kesuksesan sering kali tidak linier dan dipenuhi dengan variabel yang tidak terduga.

Memahami ini bukan hanya membantu kita memandang perjalanan kita sendiri secara lebih realistis, tetapi juga memberikan apresiasi yang lebih mendalam terhadap kompleksitas dan keunikan setiap cerita sukses.

Rabu, 03 Januari 2024

CRAZY DREAMS TAKE CRAZY EFFORT

 


Mengejar mimpi besar sering kali membutuhkan upaya yang luar biasa. Christopher Paul Gardner lahir pada 9 Februari 1954. Gardner mengalami banyak tantangan dan rintangan dalam hidupnya yang menjadikannya contoh nyata bagaimana seseorang bisa mengubah nasibnya melalui usaha keras dan tekad yang kuat.

Sebagai seorang salesman, Gardner berjuang membesarkan anaknya setelah istrinya meninggalkannya. Gardner memiliki impian untuk menjadi seorang pialang saham, tetapi impiannya tersebut tampak mustahil karena ia tidak memiliki pendidikan yang layak. Namun, Gardner tidak menyerah dan bekerja keras untuk mewujudkan impiannya.

Masa kecilnya tidak mudah, diwarnai oleh ketidakhadiran ayah dan kekerasan dalam rumah tangga. Namun, ibunya, Bettye Jean Gardner, menjadi sosok yang memberikan inspirasi dan dorongan bagi Chris untuk percaya pada dirinya sendiri. Bettye Jean mengajarkan kepadanya bahwa "Kamu hanya bisa mengandalkan dirimu sendiri. Bantuan tak akan datang."

Pengalaman-pengalaman sulit ini membentuk tekad Chris untuk menjauhi segala bentuk kelemahan dan ketidakbahagiaan di masa depan.

Setelah mengabdikan diri dalam Angkatan Laut Amerika Serikat dan menjalani pelatihan medis, Gardner menghadapi dilema besar saat menyadari bahwa impian menjadi seorang dokter akan menjadi sulit untuk diwujudkan. Namun, dengan tekad yang sama, dia mencari peluang lain dan menemukan panggilan di dunia keuangan. Itu adalah pertemuan dengan seorang pialang saham yang mengubah arah hidupnya secara dramatis.

Gardner tidak hanya bekerja keras dalam program pelatihan pialang saham, tetapi dia juga harus mengatasi masalah pribadi yang rumit. Dia menjadi ayah tunggal untuk anaknya, Christopher Jarrett Gardner Jr., dan mengalami masa sulit sebagai gelandangan, bahkan harus tidur di kantor dan tempat-tempat umum. Meskipun keadaan sulit, dia tidak pernah menyerah.

Kisah perjuangan Gardner tidak hanya menginspirasi, tetapi juga menjadi contoh nyata bahwa kita semua memiliki kekuatan dalam diri kita untuk meraih impian kita, asalkan kita memiliki tekad dan ketekunan yang kuat. Melalui ketekunan dan kerja kerasnya, Gardner akhirnya mendirikan perusahaannya sendiri, Gardner Rich & Co, yang merupakan prestasi luar biasa.

Kisah hidup Christopher Paul Gardner juga menjadi inspirasi bagi banyak orang di seluruh dunia dan telah diabadikan dalam film "The Pursuit of Happyness," yang diperankan oleh Will Smith. Dalam pesan dan perjalanan hidupnya, kita belajar bahwa ketika kita memiliki impian dan tekad yang kuat, tidak ada halangan yang tidak bisa kita atasi. Christopher Paul Gardner adalah bukti hidup bahwa dengan tekad, kerja keras, dan keyakinan pada diri sendiri, kita dapat meraih kebahagiaan dan sukses dalam hidup kita

Selasa, 02 Januari 2024

DISAGREE AND COMMIT - BERBEDA PENDAPAT TAPI SATU TUJUAN


Dalam dunia yang sering kali terbelah oleh perbedaan, ada satu prinsip yang mendobrak tembok pemisah: *Disagree and commit*. Pemikiran revolusioner ini bukan hanya mengubah cara kita berdiskusi, tapi juga bagaimana kita bersatu demi mencapai tujuan bersama.

Di tengah dinamika kerja tim yang sering kali diwarnai oleh perdebatan panjang dan melelahkan, muncul sebuah prinsip yang menawarkan solusi efisien: _"Disagree and commit"_ atau _"Setuju untuk tidak setuju dan berkomitmen"._ Prinsip ini bukan sekadar jargon, melainkan filosofi praktis yang mengajarkan kita untuk menghargai proses pembelajaran dari ketidaksepakatan sambil tetap bergerak maju bersama.

Dalam sebuah organisasi atau tim, perbedaan pendapat adalah hal yang lumrah. Namun, pada titik tertentu, keputusan harus diambil. Di sinilah "setuju untuk tidak setuju dan berkomitmen" berperan sebagai jembatan yang memungkinkan transisi dari perbedaan menuju aksi kolektif.

Dalam hierarki perusahaan, seringkali individu dengan posisi lebih tinggi yang membuat keputusan terakhir. Namun, kebijaksanaan tidak selalu berpihak pada mereka yang berada di puncak. Terkadang, mereka yang lebih dekat dengan 'kebenaran lapangan' memiliki perspektif yang lebih akurat terhadap situasi yang dihadapi.

Jeff Bezos, pendiri Amazon, dalam masterclassnya tentang resolusi konflik, memaparkan betapa seringnya dia harus berada dalam posisi dimana dia tidak sepenuhnya setuju dengan usulan timnya. Namun, bukannya menghalangi, dia memilih untuk memberi kepercayaan—berkomitmen—pada keputusan tersebut.

Komitmen ini bukanlah tanpa syarat; itu adalah taruhan pada kepercayaan dan pengalaman kolega yang memungkinkan tim untuk bergerak maju, meski dalam ketidakpastian.

Prinsip ini juga mencerminkan pengakuan bahwa tidak semua keputusan hitam dan putih. Ada momen-momen dimana kebenaran tidak sepenuhnya terungkap, dan dalam situasi seperti itu, kompromi atau kekerasan kepala tidak akan membawa kita pada solusi yang efektif.

 "Setuju untuk tidak setuju dan berkomitmen" menjadi pendekatan yang mengedepankan pencarian kebenaran melalui aksi bersama, bukan melalui kelelahan atau setengah-setengah.

Dalam praktiknya, "setuju untuk tidak setuju dan berkomitmen" menghimbau kita untuk melampaui ego, mengakui bahwa ada saatnya pandangan kita mungkin tidak lengkap, dan bahwa keputusan kolektif—dibuat dengan cepat dan tanggung jawab—adalah kunci untuk mempertahankan kecepatan dan efisiensi.

Ini adalah tentang membangun budaya kerja dimana keputusan diambil tidak hanya atas dasar konsensus semu, tetapi melalui komitmen bersama untuk mencapai hasil yang optimal.

Amazon, sebagai contoh, dengan karyawan sejuta lebih, tetap cepat dan tangkas bukan karena kurangnya perbedaan, melainkan karena adanya komitmen untuk maju bersama meski terdapat perbedaan. Ini adalah pembuktian bahwa kecepatan dan keputusan berkualitas tinggi bukanlah produk dari keseragaman pendapat, tetapi hasil dari prinsip "setuju untuk tidak setuju dan berkomitmen" yang telah tertanam dalam budaya mereka.

Prinsip ini, pada intinya, adalah sebuah pujian terhadap kerja sama, sebuah pengakuan bahwa dalam keragaman pendapat terdapat potensi sinergi yang besar, asalkan kita berani berkomitmen untuk mengejar tujuan bersama.

*Rempoa, 3 Januari 2024*Bagian Atas Formulir