Senin, 17 Mei 2021

TERTAWA



Beberapa kali saya mengalami kesulitan untuk tertawa ketika membaca lelucon sendirian di rumah. Akan tetapi, ketika saya mendengar lelucon pada saat bersama-sama teman, saya berteriak keras dengan tawa yang tak terbendung. Ternyata tertawa memiliki fungsi sosial yang penting; itulah cara untuk menjalin hubungan.

Tahun 1992, Robert Provine – ilmuwan University of Maryland Baltimore County, Baltimore, Maryland – melakukan penelitian tentang rangsangan tertawa dengan mewawancarai 128 mahasiswa peserta program sarjana psikologi. Dia ingin melihat potensi tertawa membuay orang lain tertawa dengan mengamati tanggapan dari 128 subjek di tiga kelas psikologi sarjana.  

Subjek mencatat – dari 10 kali percobaan -- apakah mereka tertawa dan atau tersenyum masing-masing sample tertawa selama 18 detik, dan diikuti dengan diam selama 42 detik. 

Sebagian besar subjek tertawa dan tersenyum menanggapi presentasi – yang dianggap – lucu pada sesi pertama. Namun, polaritas responsnya berubah dengan cepat. Pada percobaan ke-10, beberapa subjek tertawa dan / atau tersenyum, dan sebagian besar menganggap stimulus itu "menjengkelkan".

Meskipun penelitian lain telah mendeskripsikan efek tawa, dia tidak mempertimbangkan hipotesis yang terkonfirmasi, bahwa tertawa membangkitkan tertawa. Menurut Provine, hanya 15% dari tawa kita yang berasal dari hiburan lelucon!  Mungkin mekanismenya adalah dengan teraktivakannya detektor fitur pendengaran khusus tawa.

Hasil ini relevan dengan dasar neurologis komunikasi sosial, etologi manusia, dan teori produksi dan persepsi bicara.

Dalam konteks pemasaran atau komunikasi pemasaran, perusahaan atau pengelola metek sering memanfaatkan stimulus yang dapat membuat orang tertawa atau tersenyum. Mereka menggunakan iklan lucu. 

Kenapa? Humor dapat menjelaskan subjek atau situasi sekaligus menciptakan rasa pengalaman dan pemahaman bersama. Ini bisa menjadi cara yang efektif bagi merek untuk terlibat dengan orang-orang individu sambil menjangkau khalayak yang luas.

Cara ini sering dilakukan oleh sejumlah merek besar, termasuk Spotify, Burger King, KFC, Irn-Bru, dan Virgin Trains. Misalnya, sebagai bagian dari kampanye akhir tahun, Spotify memanfaatkan data pendengar sebagai inspirasi untuk kampanye iklan bernama, 'Wrapped'.

Ini termasuk iklan yang mengolok-olok pengguna karena menyusun playlist seperti 'I love gingers' dengan 48 lagu Ed Sheeran di dalamnya, dan bahkan mengajak satu pengguna untuk memutar 'Sorry' sebanyak 42 kali di Hari Valentine.

Kampanye itu diterima dengan sangat baik oleh konsumen. Informasi ini sekaligus memberikan gambaran bahwa ketika merek menangani data pelanggan dengan cara yang lucu, hal itu tidak perlu dilihat sebagai gangguan.

Contoh bagus lainnya adalah restoran ayam siap santap, KFC. Tahun 2018, rantai makanan cepat saji menghadapi kekurangan ayam di seluruh negeri. Gara-garanya, KFC ganti pemasok, yang menyebabkan penutupan toko. Ini tentu saja mendapat reaksi keras dari pelanggan di media sosial.

Menanggapi situasi tersebut, merek memutuskan untuk melakukan permainan cerdas pada tulisan KFC dalam kampanye iklan online. Mereka mencap ember ayam populer mereka dengan 'FCK' sebagai permintaan maaf atas kesalahan mereka. Iklan tersebut menjadi viral di media sosial, membuktikan bahwa penanganan bencana PR yang cerdik dan lucu dapat menyembuhkan sejumlah masalah untuk bisnis.

Jadi? Humor adalah cara yang bagus untuk terhubung dengan orang - tidak ada yang lebih menggembirakan daripada berbagi tawa dengan seseorang. Faktanya, orang memang lebih cenderung bersikap hangat kepada Anda jika Anda bisa membuat mereka tertawa. Artinya, memasukkan humor ke dalam strategi pemasaran Anda, sering kali merupakan cara yang pasti untuk menghasilkan asosiasi merek yang positif. 





Sabtu, 08 Mei 2021

TORIQ HADAD

 


Innalillahiwainnailaihirojiun. Sabtu (8 Mei 2021) seorang teman nge-WA mengabarkan kepulangan sahabat saya Toriq Hadad. Saya juga pasti menyusulnya, entah kapan hanya Allah yang tahu.

Pagi ini (9 Mei 2021) saya membuka kembali chat WA saya dengan Toriq. Saya mencoba mengkilas balik percakapan saya dengan Toriq sambil mengenang masa lalu.

Toriq angkatan 16 (masuk tahun 1979) IPB. Saya angkatan 17 (masuk tahun 1980). Waktu mahasiswa dia jualan majalah Tempo di kampus IPB Baranasngiang, Bogor. Dia pehobbi sepakbola. Perkenalan saya dengan Toriq saat sama-sama KKN di Kecamatan Pagentan, Kabupaten Banjarnegara tahun 1983. Saat KKN kami pernah satu Tim sepakbola melawan Tim Muspika yang sebagian besar anggotanya adalah personel Koramil. Kami dicukur habis dg skor 8:0..

Setelah lulus, kami sama-sama memilih jadi wartawan. Saya masuk koran Jawa Pos tahun 1985, Toriq bergabung dengan Tempo tahun 1984. Tahun 1987an Troriq menjadi Kabiro Tempo Jawa Timur. Kalau nggak salah waktu itu kantor Tempo Biro Jawa Timur di Kembang Jepun menempati sebuah ruangan di gedung Jawa Pos Kembang Jepun. Tapi saya nggak sempat ketemu Toriq karena tahun 1986 saya dipindah ke Jakarta. Saya cuma 6 bulan di Surabaya.

Lama tidak ketemu sampai saya kerja ke Harian Berita Buana dan selanjutnya ke Republika. Ketemu Toriq justru pas ada demo protes pembredelan tiga media, Majalah Tempo, Tabloid Detik, dan Majalah Editor di Monas.

Kami sempat beda jalan sewaktu pembredelan Majalah Tempo. Toriq di Majalah Tempo yang dibredel karena pembelian kapal perang ex Jerman. Saya di Republika (koran ICMI yang identik dg Habibie). Waktu ketemu di Monas (demo pembredelan), Toriq nanya, "Ed gimana?" (Maksudnya ceritanya versi Republika).

Saya bilang, "Saya juga heran. Yang memberitakan pertama kali kan Republika."...

Pemberitaan di Republika itu isinya tentang palka salah satu kapal yang pecah terhempas ombak dalam perjalanan dari Jerman Timur ke Indonesia. Saya lupa di perairan mana persisnya. Republika menurunkan berita itu mengutip kantor berita Reuter. Cukup panjang perdebatan apakah Republika menurunkan berita itu atau tidak. Pimpinan Republika nggak berani memutuskan (kejadian sama saat memberitakan tokoh Petisi 50 yang diundang Habibie ke IPTN).

Saya selaku Redaktur Pelaksana penanggungjawab halaman satu bersikukuh memberitakan. Alasan saya, karena beritanya dari Reuters, koran2 lain pasti memberitakannya. Jadi sangat lucu kalau Republika tidak memberitakan. Akhirnya berita itu dimuat di halaman satu tapi cuma satu kolom. Besoknya ternyata tak ada satupun koran yang memberitakannya..

Alhamdulillah, beberapa tahun terakhir komunikasi – meski jarang ketemu – akrab. Kami sama-sama ada dalam WAG jurnalis alumni IPB. Tahun 2015an, Toriq saya undang FGD tentang Papua di CARE IPB dan hadir.

Sejak itu kami makin akrab. Atas bantuan Toriq saya bisa membawa mahasiswa PR UI – kebetulan saya ngajar disana – jalan-jalan ke Tempo, meski Toriq sendiri tak bisa menemani. Tapi saat itu ada Mas Zulkifli, Pemred Majalah Tempo merangkap Direkur Pemberitaan, Elik Susanto, Redpel Koran Tempo dan Meiky Sofyansya, Direktur Marketing Tempo.

Beberapa masalah sering kami diskusikan melalui WA. Dia sering mengingatkan saya. Tahun lalu, dia saya minta mengsi kelas PR saya di FISIP UI, namun dia sibuk. “Nanti deh klo waktunya memungkinkan. Sekarang masih padat,” katanya.

Pertengahan Februari 2021 lalu, tiba-tiba ngeWA saya menanyakan tentang program S3 IPB. “Dengar2 lagi ambil doktor di ipb ya?”

Rupanya dia tertarik untuk sekolah lagi. Tapi saya nggak tahu apakah dia jadi mendaftar atau tidak.

Pertegahan Desember 2020, kami sama-sama hadir via Zoom di acara mengenang Mas Daru Priyambodo yang pernah menjadi Pemimin Redaksi Koran Tempo. Saat itu Toriq yang memimpin acara memberi kesempatan kepada saya untuk memberikan testimoni tentang kebaikan Mas Daru.

Seperti diketahui, sebelum bergabung ke Kelompok Media Tempo, Daru adalah warawan Hara Republika. Saat sebagai Redaktur Pelaksana Republika, Daru Priyambodo merupakan salah satu redaktur (opini) Republika. Sebelumnya kam bergabung di Harian Berita Buana. Saat di Berita Buana itu, saya dan Daru bikin heboh karena pemberitaan Tiimor Timur di rubric Dialog yang Daru asuh. Gara-gara itu pula – mungkin salah satu pemicu -- kongsi Sutrisno Bachir (belakangan Ketua Umum Partai PAN) dan pemilik lama Harian Berita Buana bubar.

11 April lalu, kami ngobrol lagi soal Laporan Utama Majalah Tempo investigasi praktek jual beli jabatan di sebuah kementrian. Kebetulan ada teman yang menjadi korban praktek itu. Cukup panjang ngobrolnya meski via WA.

Setelah itu kami tak berkabar. Baru beberapa hari lalu, seorang teman ex Republika yang kini bekerja di Tempo mengabarkan kalau Toriq dirawat di ICU Rumah Sakit Pondok Indah.  

NB dari Prof Radjab Ritonga: Kapal yang dimaksud adalah KRI Teluk Lampung, nyaris karam di Teluk Biscay, Atlantik Utara. ABK diselamatkan helikopter tim SAR Spanyol. Kapal bisa diselamatkan dan dievakuasi ke Malaga. Komandan kapalnya, Letkol Laut (P) Tedjo Edhy Purdjijatno, kelak menjadi Kasal dan Menkopolhukamnya Jokowi.