Secara individu, seekor semut mungkin tidak mampu berbuat
banyak dan tidak mempunyai kekuatan. Namun, secara kolektif, semut mampu
mencapai hal-hal besar. Mereka membangun dan mempertahankan sarang, mencari
makan, merawat induk, membagi kerja, membentuk jembatan, dan banyak lagi.
Itu yang membuat nasib semut berbeda dengan dinosaurus.
Sejak puluhan juta tahun yang lalu, semut selamat dari perubahan lingkungan,
iklim dan usia. Mereka kini masih dijumpai di banyak tempat di dunia seperti
sekarang ini. Sementara itu, dinosaurus kini punah. Yang masih ada sekarang adalah
cerita-cerita atau dongengan tentang binatang raksasa itu.
Apa rahasia kesuksesannya? Ekologi semut memang luar biasa.
Kuncinya adalah pada sosialitas (Keller dan Gordon, 2009). Apabila barisan dan ekologinya
diperhatikan, melalui berbagai cara, komunitas semut seakan memamerkan sebuah
organisasi sosial yang luar biasa. Bayangkan, mereka hidup dalam masyarakat
yang terorganisir yang terdiri dari individu-individu yang saling bekerja sama,
berkomunikasi, dan membagi tugas sehari-hari.
Semut memiliki kemampuan mengesankan dalam menemukan jalan
mereka, membangun sarang mereka, dan menemukan persediaan makanan. Mereka bukan
hanya makhluk yang efisien, tetapi pekerja keras dan hemat yang dapat
beradaptasi dengan berbagai ekosistem dan bertahan dalam kondisi cuaca buruk.
Sebagai sebuah komunitas, semut terbagi dalam paling tidak
dua lapis. Yang memerintah atau ratu, dan yang diperintah atau anak buah. Mereka
berkomunikasi satu sama yang lain dan berbagi tugas untuk bersama-sama memenuhi
kebutuhan mereka. Ratu semut atau lebah tidak dilayani karena dia memerintahkan
semut anak buanya untuk melakukannya. Evolusi seakan mengajarkan serangga bahwa
perlindungan ratu berarti perlindungan kumpulan gen mereka untuk bertahan
hidup.
Hal yang sama berlaku untuk orang-orang yang bekerja bersama
dalam kolaborasi. Orang yang bekerja dengan inovator tidak bekerja untuknya
karena mereka telah diperintahkan untuk melakukannya, tetapi karena mereka
ingin inovasi itu berhasil. Mereka semua memiliki visi dan tujuan yang sama
(dalam arti, "gen" yang sama); mereka ingin sukses, dan mereka ingin
melihat inovasi mereka menyebar dan diterima oleh dunia luar.
Kolaborasi yang efektif antara perusahaan dan organisasi
penelitian adalah kunci keberhasilan sistem inovasi. Terobosan yang paling
radikal seperti penemuan pesawat televisi, pesawat terbang, email, dan bahkan
papan permainan Monopoly, bisa terjadi karena adanya kolaborasi.
Kreativitas memang telah lama dianggap sebagai hadiah
individu, seseorang mendapatkan penghargaan seagai yangterbaik dari sekolah,
organisasi atau industri. Namun bagaimana jika kepercayaan paling umum tentang
cara kerja kreativitas itu salah? Keith Sawyer dalam Group Genius: The Creative
Power of Collaboration (Basic Books, 2008) meruntuhkan beberapa mitos paling
populer tentang kreativitas tersebut.
Menurut Sawyer (2008), kreativitas selalu kolaboratif —
bahkan sekalipun ketika Anda sendirian. Berbagi hasil penelitiannya yang
terkenal tentang kelompok jazz, ansambel teater, dan analisis percakapan, yang
dilakukan Sawyer menunjukkan kepada bagaimana menjadi lebih kreatif dalam
pengaturan kelompok kolaboratif, bagaimana mengubah dinamika organisasi menjadi
lebih baik, dan bagaimana memanfaatkan cadangan kita sendiri kreativitas.
Kolaborasi adalah instrumen untuk memfasilitasi penciptaan,
pertukaran, dan transfer pengetahuan dalam ekosistem yang dinamis. Tujuannya
adalah untuk mengembangkan kompetensi dan sumber daya yang unik untuk
meningkatkan daya saing (Asheim & Coenen, 2005; Etzkowitz &
Leydesdorff, 2000). Kolaborasi terdiri dari pembelajaran dari pengetahuan yang
ada dan penciptaan pengetahuan baru untuk mencapai daya saing (Asheim &
Coenen, 2005).
Namun kolaborasi juga menciptakan kesalingtergantungan
antara organisasi dan evolusi nilai (Adner & Kapoor, 2010; Autio &
Thomas, 2014), dan membutuhkan biaya. Kenapa? Kolaborasi melibatkan penanganan
masalah bersama. Individu yang berbeda mungkin membawa beragam perspektif ke
dalam suatu masalah.
Dalam ekosistem inovasi, perusahaan tidak berinovasi secara
individu, melainkan bergantung pada sumber daya dan pengetahuan organisasi lain
(Adner & Kapoor, 2010). Masing-masing individu berupaya dan mempunyai cara untuk mengatasi
masalah. Namun, dengan bekerja bersama, peluang
mereka untuk menemukan solusi atas masalah itu lebih besar dan solusinya
jauh lebih bagus dan tidak akan bisa dicapai oleh siapa pun apabila bekerja
sendiri-sendiri.
Seseorang harus melakukan atau mengeluarkan upaya
mengkomunikasikan pendekatan seseorang kepada yang lain. Kolaborasi memerlukan
persetujuan tentang strategi untuk mengatasi masalah. Pada titik ini, seorang mungkin
sulit atau tidak membantu.
Ketika ekosistem inovasi tumpang tindih, bidang inovasi
menjadi sangat dinamis (Etzkowitz & Leydesdorff, 2000). Pengembangan proses
kolaboratif untuk belajar dan menciptakan pengetahuan menimbulkan tantangan khusus
bagi para pelaku inovasi. Mungkin ada seseorang yang menolaknya. Hal itu sering
terjadi manakala kelompok menumbuhkan kemungkinan patologi epistemik lain
seperti pemikiran yang lebih menekankan ego dan latar belakang masing-masing,
atau ketika muncul ketidaktahuan kolektif.
Apakah kolaborasi itu bermanfaat atau berbahaya tergantung
pada pertimbangan biaya dan manfaatnya. Banyak penelitian tentang kolaborasi
difokuskan pada penghitungan, berteori, dan membandingkan berbagai biaya dan
manfaat ini. Para peneliti biasanya fokusnya adalah pada manfaat atau bahaya bila
berkolaborasi dan risiko manakala mereka yang terlibat langsung dalam upaya
kolaborasi.