Kecepatan komunikasi kini makin menakjubkan. Namun demikian, itu
juga berarti kecepatan dapat memperbanyak distribusi informasi yang tidak
benar. Bagaimana agensi menghadapi tantangan ini?
Pada tahun 2012, sebagian besar atau sektar 83 persen perusahaan pedonor mengatakan bahwa sebelum mengambil keputusan untuk memberikan sumbangan atau tidak dan kepada siapa sumbangan itu akan diberikan, mereka melakukan beberapa tingkatan penelitian. Menurut Penelope Burk (2012) dari Cygnus Donor Research, ini menunjukkan adanya kenaikan karena lima tahun sebelumnya, hanya 65 persen yang melakukan penelitian lebih duku sbeleum memberikan sumbangannya.
Lalu apa yang dilihat? Intinya, sebelum memberikan sumbangannya, pedonor mempertimbangkan masukan dari pihak ketiga seperti teman dan keluarga (dari mulut ke mulut), lembaga pemeringkat amal, dan media. Mereka juga mempertimbangkan sumber informasi lain seperti yang mereka dapat dari situs web Anda; publikasi Anda, seperti buletin; dan media sosial.
Lalu apa yang dilihat? Intinya, sebelum memberikan sumbangannya, pedonor mempertimbangkan masukan dari pihak ketiga seperti teman dan keluarga (dari mulut ke mulut), lembaga pemeringkat amal, dan media. Mereka juga mempertimbangkan sumber informasi lain seperti yang mereka dapat dari situs web Anda; publikasi Anda, seperti buletin; dan media sosial.
Ekosistem bisnis saat ini adalah membawa perubahan besar dan
mengacak-acak struktur, operasi dan model bisnis yang ada. Konvergensi pasar
telah mengurangi hambatan bisnis untuk masuk, menggoyahkan bisnis yang telah
lama berdiri dan berjaya dan model bisnis yang mendasari mereka. Pemain bisnis
baru yang secara teknis mungkin tidak terlalu canggih namun bisa bekerja cepat
dan signifikan telah mengganggu pemain bisnis dan cara lama dan mapan.
Adopsi teknologi kreatif menciptakan ketidakseimbangan
strategis perusahaan-perusahaan yang belum memahami bagaimana menggunakan
teknologi secara efektif dan perusahaan yang belum menyadari bahwa mereka
bermain dalam suatu ekosistem yang tidak stabil. Adopsi teknologi digital telah
menyebabkan gangguan proses di beberapa industri (misalnya otomotif dan jasa)
dan menyebabkan makin menyeruaknya model bisnis baru (mis Über, Airbnb) dan
produk baru (misalnya robot, cetak 3D, dll).
Manajer pemasaran di era milenium baru kini dihadapkan pada
pilihan saluran media yang luas dan beragam untuk mengirim komunikasi pemasaran
kepada pelanggan. Dulu orang menganggap saluran internet banner, e-mail dan
blog, dan juga komunikasi ponsel, seperti pesan teks (SMS) dan TV ponsel
sebagai yang paling signifikan. Internet dan e-mail telah telah menjadi bagian
sehari-hari di tempat kerja dan rumah kehidupan jutaan orang di seluruh dunia.
Pesan teks melalui ponsel juga meningkat (Barwise dan Strong, 2002). Namun
semua itu kini terasa ketinggalan.
Dengan penyerapan yang cepat dan luas dari saluran media
elektronik baru, saluran komunikasi tradisional seperti televisi, mail,
telemarketing, dan penjualan dari pintu ke pintu pintu-ke-pintu akan menurun,
setidaknya sampai batas tertentu. Bukti ini sudah jelas seperti yang terjadi
pada jaringan televisi di Amerika Serikat, di mana rata-rata peringkat menurun
dan televisi mengalami penurunan pangsa pendapatan iklan (La Monica, 2006).
Televisi masa depan bukanlah televisi seperti yang ada
sekarang. Operator TV kabel ke depan berjuang untuk mendapatkan sebuah
kotak yang bisa memposisikannya teratas dalam pencarian program. Gangguan paling
nyata dalam televisi bukan datang dari smart-TV, melainkan aplikasi pintar yang
menggunakan layar TV sebagai tampilan. Aplikasi seperti Wappzapp memungkinkan seseorang
untuk menemukan konten video populer
online, konten yang disukai teman-temannya atau bersama-sama mereka. Tablet
atau ponsel menjadi baik remote control dan aplikasi pintar mengungguli TV-broadcasters
dalam membantu orang untuk menemukan konten yang mereka (atau teman-teman
mereka) sukai.
Ketika model komunikasi pemasaran berubah, muncul tantangan
yang harus diatasi dan peluang yang harus diraih. Sebagai contoh, ada kebutuhan
yang berkembang di antara klien untuk mendapatkan pemahaman tentang budaya dan
tren yang membentuk perilaku konsumen. Pemasaran massal bukan lagi dengan pesan
yang seragam untuk semua. Namun mentaerget banyak orang dengan mempromosikan produk yang terdiferensiasi berbagai
lapisan branding. Ini membutuhkan begitu banyak kreativitas sehingga bisa
membuat produk komoditas dipercakapan banyak orang secara layak, dipercaya dan
menarik.
Hari-hari makin banyak perusahaan atau merek bahkan personal
menggunakan internet atau media online untuk branding. Ketika pengguna internet
masih kecil, penggunaan media online mungkin tanpa strategi yang canggih
peluang untuk mendongkrak popularitas bahkan transaksi mungkin besar.
Platform seperti Facebook, Pinterest, Twitter, dan Snapchat
kini mengalahkan penerbit tradisional sebagai pemain yang paling besar
kekuasaan dalam lanskap media. Penerbit modern seperti BuzzFeed, BuzzFeed, Mic,
Popsugar, dan Vice kini menyadari bahwa rahasia sukses mereka tidak terletak
pada waktu yang dihabiskan pada properti mereka, tetapi frekuensi kunjungan ke
properti mereka dan jangkauan konten mereka.
Jangkaun memang menjadi penentu. Beberapa perusahaan media besar, saat ini tidak lagi menjadi terbesar karena distribusi yang kurang
baik. Sebagai lawan penerbit seperti Condé Nast, atau portal jaringan seperti Yahoo! yang selama beberapa
tahun memegang tempat teratas sejak awal era digital, platform terbaik saat ini
adalah yang paling cocok untuk lingkungan saat ini dan berhasil menggeser tuntutan
konsumen dan bisa dioptimalkan pada konteks kebutuhan konsumen. Yang terbaik
adalah mereka yang berhasil menyesuaikan dengan kualitas setiap konsumen, masing-masing
dan pada setiap kunjungan konsumen. Ini karena semua orang mengumpani Facebook
atau Twitter pada waktu berbeda dan unik.
Persoalannya, kecepatan itu juga berarti memperbesar peluang
beredar informasi yang kurang akurat atau mungkin dibuat kurang kurang oleh
orang-oang yang kebetulan membenci merek. Disinilah tantangan agensi marketing
communication. Ketika orang berbicara tentang " content marketing"
atau " native advertising," "platformification" media, itu adalah
alasan, dan adopsi media sosial dan migrasi ke perangkat mobile adalah akar
penyebabnya.
Content marketing harus ada karena platformification media
modern telah mengubah perilaku orang yang setiap hari berusaha dijangkau oleh
praktisi marketing communication. Mereka telah menjadi sekumpulan
pribadi-pribadi dan pengadopsi budaya populer yang lebih dari sebelum-sebelumnya.
Platform sosial media menjadi tempat mereka tidak hanya untuk mengekspresikan
diri, tetapi menemukan konten mereka sendiri. Berkat platform, orang semakin
bisa hidup di luar jangkauan iklan. Dengan platform, terutama yang ada pada
perangkat mobile, orang-orang bisa membatasi jumlah iklan yang benar-benar ingin
dilihat.
Ketika pengguna internat makin banyak, dan makin banyak
merek yang memanfaatkan media online bahkan media sosial, peluang menjadi semakin
kecil karena yang memperebutkannya semakin banyak. Disini tantangannya karena
sementara banyak merek menggunakan media sosial untuk pitch dan menjual secara
online, logikanya peluangnya semakin kecil. Namun, sepertinya peluang itu
justru semakin lebar karena makin banyak media yang bisa digunakan.
Platform media sosial bukanlah tempat untuk secara
terang-terangan menawarkan produk atau mempertontonkan kekuatan persuasi Anda.
Inti dari media sosial adalah menjadi sosial, bukan untuk jualan. Media sosial
adalah tempat orang menyuarakan pendapat, merasakan nikmatnya berkomunitas, dan
berbagi foto. Jadi ketika seseorang menyerang ruang yang nyaman itu dengan
penjualan, orang merasa privasi
diserang. Orang sebetulnya tidak ingin orang lain menjual produk melalui
online.
Makin banyaknya orang memanfaatkan content marketing
(pemasaran konten) merupakan bukti bahwa kita semakin menjauh dari model
penjualan tua. Model pemasaran yang makin berorientasi pada upaya merangkul
pelanggan dilakukan secara lebih terintegrasi, secara terus menerus berubah,
dan dilakukan dengan pendekatan hubungan yang makin terfokus.
Agensi marketing communications yang bertanggung jawab dalam
eksekusi penggunaan channel komunkasi pemasaran dituntut untuk semakin peduli
tentang semua yang berlangsung pada pelanggan. Tugasnya adalah memastikan bahwa
mereka memang mempunyai keahlian dalam memilih chanel tersebut. Ini karena klien
menelepon mereka ketika pesan-pesan pemasaran yang mereka sampaikan melalui
iklan misalnya mengalami kelelahan. Mereka (klien) selalu menginginkan solusi
baru. Disinilah kepercayaan klien terhadap agensi menjadi taruhan, apakah akan
menjadi mitra terus atau selesai.
Agensi marketing communication tidak membuat teknologi
sendiri (meskipun dalam beberapa hal adalah keharusan) - tapi mereka
membutuhkan orang-orang kreatif baik di otak kiri maupun kanan yang dapat
menarik tuas, tahu kapan harus berbuat dan kadang-kadang ketika menemukan tuas
baru mereka menggunakannya untuk mendorong inovasi dan membangun tim dengan
sudut pandang yang berbeda namun memiliki kreatif, data dan alur kerja yang
saling melengkapi.
Teknologi mungkin telah berubah. Akan tetapi orang-orang
didalamnya mungkin belum benar-benar berubah banyak. Evolusi adalah proses yang
sangat lambat, dan orang benar-benar menghargai hubungan pribadi. Ini berarti,
di era disruptif, agensi tetap perlu menumbuhkan visi kemitraan, karena klien
yang menyadari bahwa Anda benar-benar berinvestasi dalam relationship, melihat
Anda lebih dari sekadar sebagai vendor atau pemasok. Menghabiskan uang pada
teknologi untuk institusi itu sendiri, bukan untuk pelanggan, adalah sesuatu
yang pemilik agensi sering lakukan. Untuk itu, bsaat inilah waktu yang tepat
mengelola hubungan pelanggan dengan lebih baik.