Merek-merek besar dibangun
dengan PR - Al Ries (2002). Era pandemic, publikasi konten berita dan konsumsi
media berita melonjak. Peran PR kain kuat. Yang menarik, komunikasi dengan
karyawan levelnya juga menguat.
Edhy Aruman
Tahun 2002, Al Ries dan Laura Ries
meluncurkan buku laris, The Fall of
Advertising &The Rise of PR. Di
bukunya itu mereka memaparkan perubahan dramatis yang terjadi dalam 10 tahun
terakhir (hingga 2002). Perubahan yang paling signifikan di bidang komunikasi
pemasaran (marketing communications)
adalah pergeseran dari fokus iklan ke public relations.
Pergeseran itu merupakan bagian dari
revolusi dalam komunikasi pemasaran (marketing communications) yang terjadi
sejak tahun 1950an. Jauh sebelum Al Ries dan Laura Ries menulis buku
kebangkitan PR itu, Al dan sejawatnya, Jack Trout menulis serangkaian artikel
untuk Advertising Age dengan judul The Positioning Era Cometh. Mereka menyebut tahun 1950an sebagai era produk, tahun
1960-ansebagai era pencitraan, dan 1970an sebagai era positioning. Selama itu,
strategi adalah rajanya. Yang menarik, dalam setiap dekade selalu terjadi
pergeseran. Menurut Al, paska positioning terjadi lompatan untuk publisitas
sehingga dia menyebutnya sebagai The
Public Relations Era Cometh.
Menurut mereka, merek-merek besar berhasil
memikat konsumen bukan karena gencarnya beriklan, melainkan berkat kejelian dan
kelihaian public relations (PR) mereka. Bahkan, kata mereka, beberapa merek
seperti Starbucks, Google, Amazon.com berhasil tanpa iklan sama sekali.
Merek-merek itu kokoh karena kredibilitas. Mereka sadar bahwa iklan tidak dapat
diandalkan karena kredibilitasnya yang mulai surut. Sebagai altrenatifnya,
mereka membangun dengan publisitas atau PR.
Dengan PR, mereka bisa menyampaikan kisah
mereka secara tidak langsung melalui pihak ke tiga, terutama media. Ada
beberapa alasan kenapa merek lebih memilih PR ketimbang iklan. Pertama, karena
orang lain yang menceritakan (jadi modelnya, orang lain bercerita tentang saya,
red) maka mereka lebih bisa dipercaya ketimbang mereka menggunakan iklan yang
lebih banyak “saya bicara tentang saya.” Ketika orang lain berbicara tentang
kita misalnya, ceritanya akan lebih bisa dipercaya ketimbang kita atau saya
bicara tentang kita atau saya sendiri. Dengan kata lain, PR lebih mempunyai
kredibilitas ketimbang iklan.
Kedua, dengan semkain banyak organisasi,
perusahaan atau merek yang beriklan di media massa, bahkan di sepanjang jalan,
iklan telah kehilangan dayanya karena konsumen sudah jenuh dengan segala yang
disodorkan di hadapan mata mereka. Konsumen measa bahwa informasi yang
disajikan dalam iklan-iklan itu sepihak, tidak semua hal diceritakan, tidak
semua alternative disodorkan. Hampir semua mengklaim sebagai “yang paling” atau
“lebih” atau “pertama’ namun tidak menjelaskan konteksnya. Dengan kata lain,
iklan telah menjadi tidak otentik.
Sekarang, Pandemi 2020 menciptakan VUCA; Volatile (bergejolak), Uncertain (tidak
pasti), Complex (kompleks), dan Ambigue (tidak
jelas). Selama periode ketidakpastian itu, bisnis dan konsumen bereaksi, dan
reaksi tersebut memiliki efek riak yang mendobrak. Strategi pemasaran berubah
dan saat awal-awal pandemic, terjadi pemotongan anggaran periklanan
besar-besaran.
Sejak pandemi, konsumen bereaksi dengan
mengalihkan fokus mereka lebih ke hal-hal informasioanal daripada
komersialisme. Mereka asyik dengan berita dan informasi terkini, yang dapat
memengaruhi kesejahteraan mereka. Volume konten berita yang dipublikasikan,
serta konsumsi media berita, melonjak tajam.
Berdasarkan data Nielsen dari krisis besar
yang sebelumnya pernah tercatat sejarah AS, baru-baru ini terjadi peningkatan
dalam total penggunaan TV sebesar 60 persen. Ruang keluarga di seluruh negeri
sekarang memiliki aliran berita yang terus-menerus masuk, sementara sofa
ditempati dengan sinar matahari, dengan orang-orang yang menelusuri umpan media
sosial. Perilaku konsumsi media ini secara alami mengubah tren media sosial dan
pemasaran influencer.
Influencer semakin bergairah dan piawai
dalam menyesuaikan dengan memproduksi lebih banyak konten dengan harga lebih
murah dan meluncurkan inisiatif sosial yang baik. TikTok misalnya melompat ke
aplikasi yang paling banyak diunduh untuk Q1 2020. Tren yang menyenangkan dan
menggembirakan ini membuktikan bahwa, pada akhirnya, orang masih membutuhkan
alasan untuk tersenyum.
Dalam situasi seperti itu, peran PR adalah
sangat penting karena mereka yang sejatinya mampu dan kredibel untuk
menempatkan merek secara positif ke dalam berita. Itulah mengapa PR adalah
salah satu fungsi dalam organisasi pemasaran yang diposisikan untuk lebih
ditonjolkan dan dikedepankan, mengambil posisi kepemimpinan dan memiliki dampak
terbesar pada reputasi perusahaan selama periode ini.
Di bagian lain, earned media yang paling
hemat biaya kini justru menjadi bentuk pemasaran paling tepercaya. Agak
paradoks, namun realtiasnya – dalam situasi pandemic - tidak ada instrumen yang
lebih baik selain komunikasi. Dalam situasi pandemi - orang membutuhkan banyak
hal yang lebih banyak. Mereka perlu
dididik, dihibur, dan dicerahkan. Orang membutuhkan cerita yang bagus. Public
relations bergerak di dunia ekonomi naratif, dan inilah inti dari fungsi
komunikasi: mengidentifikasi ide yang menarik, menyusun narasi, dan menemukan
mitra yang tepat untuk menceritakan kisah tersebut.
Dalam dekade terakhir, dunia media telah
berubah secara dramatis. Bagi penggiat PR, mengelola reputasi perusahaan hingga
sampai melewati krisis global sangatlah berbeda dan lebih sulit daripada saat
krisis-krisis sebelumnya. Namun situasi itu justru memunculkan peluang. Kini,
di dunia komunikasi telah terdapat lebih banyak penulis, blogger, dan pemberi
pengaruh yang berkontribusi ke lebih banyak outlet media daripada sebelumnya.
Dalam konteks ini, public relations dapat
memanfaatkan influencer dan pencipta konten di seluruh langkah dalam proses
komunikasi pemasaran - dari penelitian dan wawasan hingga ide kampanye hingga
media dan distribusi cerita - serta sepanjang perjalanan pelanggan agar lebih
berhasil membangun kepercayaan dan transparansi di antara konsumen.
Public relations juga dapat menciptakan
bukti sosial berupa testimonium dan ulasan
untuk memengaruhi dan membangun reputasi di banyak titik kontak dan
membangun kepercayaan di sepanjang bentangan titik kontak itu. Memantau topik, istilah, dan tema di media
yang sedang tren telah menjadi latihan ilmiah sebanyak latihan pemasaran.
Pergeseran di pasar keuangan, sistem perawatan kesehatan, dan industri energi
dan regulasi dapat berdampak dramatis pada siklus berita.
Istilah-istilah dan diksi baru masuk ke
media dan dengan cepat mendominasi percakapan. Kemudian mereka tiba-tiba
menghilang, hanya untuk digantikan oleh sound
bite du jour. Sound bite adalah terminologi yang digunakan oleh
jurnalis televisi atau reporter radio yang menyebutnya sebagai klip atau
pemenggalan potongan pernyataan yang penting (Kaid & Haltz-Bach, 2008).
Menurut Lilleker (2005), sound bite merupakan satu garis
kalimat yang diambil dari pidato atau pernyataan yang panjang atau dari seperangkat
teks yang dapat digunakan sebagai indikasi dari pesan yang lebih besar.
Tim komunikasi pemasaran saat ini
diharapkan tidak hanya melacak perubahan ini, tetapi juga secara dinamis
mensintesis dan mengontekstualisasikannya sedemikian rupa sehingga perusahaan
mereka dapat mengambil tindakan yang sesuai. Di sisi lain, komunikator modern
bukan hanya pendongeng yang hebat. Mereka perlu memahami data: bagaimana
mengaturnya, bagaimana membacanya, bagaimana menafsirkannya. Dan karena segala
sesuatunya berubah hari demi hari, jam demi jam, menit demi menit, informasi
perlu tersedia dengan cepat dan berkelanjutan.
Kini, profesional komunikasi internal
memainkan peran penting dalam organisasi mereka karena merekalah yang, di
antara tim lain, memastikan bahwa bisnis berjalan semulus mungkin. Mereka
memungkinkan kolaborasi lintas departemen yang efektif, memastikan komunikasi
yang sempurna, memberdayakan karyawan dan terlibat dengan mereka, dan mereka
juga bertanggung jawab untuk memberikan pengalaman karyawan yang positif.
Sederhananya, fungsi IC adalah detak
jantung organisasi mana pun, dan peran profesional IC bahkan lebih penting
dalam masa-masa yang tidak pasti dan sulit ini. Di masa seperti sekarang ini, karyawan
harus mengatasi cara-cara baru untuk bekerja dan berkolaborasi, yang dapat
menyebabkan kebingungan dan ketakutan di tempat kerja. Sementara beberapa karyawan
terbiasa bekerja jarak jauh sebelum wabah virus corona dimulai beberapa bulan
yang lalu, ini adalah perubahan dan tantangan besar bagi yang lain.
Di bagian lain, tidak semua karyawan
memiliki koneksi Internet yang baik atau ruang kerja yang tepat di rumah. Sementara
orang tua bekerja di rumah sambil mengawasi anak-anak mereka, karyawan jarak
jauh lainnya mungkin merasa kesepian selama wabah. Disnilah pentingnya seorang
pemimpin. Dalam situasi sekarang, pemimpin tim sekarang dituntut untuk mengelola
tim jarak jauh yang tersebar di seluruh dunia dan memastikan kolaborasi yang
lancar dengan departemen lain.
Para pemimpin bisnis harus menemukan cara
baru untuk membangun kepercayaan di tempat kerja dan melindungi karyawan dari
pandemi. Situasi ini belum pernah terjadi sebelumnya (dan kacau) ini. Karena
tulah, para ahli internal communications dituntut untuk menggandakan upaya
mereka guna menjaga bisnis agar tetap berjalan, bahkan semakin ke depan,
semulus mungkin.
Mereka membangun strategi baru dalam waktu
singkat untuk memastikan kolaborasi lintas fungsi, terhubung dan terlibat
dengan karyawan, menjaga produktivitas tempat kerja, dan yang terpenting -
melindungi keselamatan dan kesejahteraan karyawan selama krisis.
Keberhasilan strategi yang mereka luncurkan
selama pandemi akan berdampak langsung pada seberapa baik bisnis akan pulih
dari krisis. Para ahli setuju bahwa masa depan pekerjaan sedang terjadi
sekarang. Lantas, bagaimana pandemi COVID-19 mengubah komunikasi internal?
Bagaimana strategi komunikasi internal baru membantu bisnis membangun ketahanan
selama masa-masa sulit ini? Perubahan apa yang akan tetap ada saat penguncian
berakhir?
Dalam bukunya, Post-Capitalist Society, Drucker berpendapat bahwa sumber utama
dari masyarakat pasca-kapitalis adalah pengetahuan, bukan modal. Revolusi
produktivitas manufaktur telah berakhir. Sekarang produktivitas pekerja
non-manual yang penting. Berbagai kelas masyarakat kapitalis lama sedang
digantikan oleh hanya dua pekerja berpengetahuan dan pekerja layanan.
Dalam organisasi semacam itu, aliran ide,
informasi, dan pengetahuan di sekitar organisasi akan sangat penting bagi kesuksesan,
terutama bagi kesuksesan perusahaan untuk keluar dari krisis. Peran komunikasi
sebagai proses pencapaian aliran ini adalah inti dari manajemen organisasi.
Penelitian menunjukkan bahwa di tingkat
global, jutaan dolar dihabiskan untuk
komunikasi internal selama 10 tahun terakhir, namn hasilnya kepuasan karyawan
hampir tidak meningkat. Di Indoesia – tak ada data kongkret soal ini. Namun
indikasi dari beberapa program PR yang selama ini dilakukan sangat jarang
menyentuh aspek komunikasi internal.
Sebuah bisnis hanya dapat mencapai yang
terbaik ketika energi setiap orang di dalam bisnis atau perusahaan itu bisa diarahkan
ke arah yang sama dan tidak bertentangan. Karyawan perlu memiliki gambaran yang
jelas tentang keseluruhan arah dan ambisi perusahaan. Setiap karyawan harus
memiliki perasaan yang jelas tentang di mana dia cocok dan bagaimana dia
berkontribusi pada tujuan perusahaan.
Ketika owned
dan earned media menjadi semakin
penting, pemberdayaan karyawan sebagai company ambassador and endorser menjadi
semkian penting untuk menciptakan sesuatu yang otentik. Itu mempunyai makna bahwa komunikasi
eksternal dan interaksi klien tidak akan
autentik jika karyawan Anda tidak diberi cukup informasi untuk
melakukannya. Karena itulah komunikasi internal menjadi kebutuhan bagi
perusahaan, terutama untuk mendukung perubahan yang cepat di tempat kerja.
Dalam situasi pandemic, karyawan adalah
aset penting sehingga mereka harus mendapat perhatian lebih tinggi dari
sebelumn-sebelumnya. Disinilah, mengingat tekanan untuk mengubah sifat dan
keefektifan komunikasi internal, sangatlah bijaksana untuk melihat seberapa
jauh organisasi harus mengejar ketinggalan. Penting juga untuk melakukan kaji
ulang atas komunikasi internal yang dilakukan selama ini. Kekurangan yang
terjadi di asa lalu harus diperbaiki dan kalau perlu komunikasi internal dalam
skala besar perlu direvitalisasi.
Objective dari revitalisasi intenal communications
adalah improving employee engagemenet.
Catatan The Human Resources Communication
Study 2015 menunjukkan bahwa hampir 100 persen responden membaca atau
membaca sepintas semua yang mereka terima, tetapi hanya 30 persen yang senang
dengan komunikasi, dan 50 persen merasa acuh tak acuh.
Tapi inilah kesimpulan yang benar-benar mengkhawatirkan:
Sebagian besar karyawan mengatakan komunikasi SDM tidak mempersiapkan mereka
untuk membuat keputusan yang cerdas. Hanya 25 persen karyawan yang merasa
mendapat informasi lengkap tentang kompensasi, 15 persen merasa nyaman dengan
informasi tunjangan, dan hanya 11,5 persen yang memiliki pengetahuan yang cukup
untuk mengambil tindakan terkait manajemen kinerja. (Majalah MIX-Marketing Communication edisi 01/2020)