Ketika Edward Bernays –
bapak public relations dan keponakan Sigmund Freud, menangani kampanye merokok kaum perempuan pada 1920-an, dia
berhasil mengatasi persoalan yang dihadapi industri rokok karena pandangan tabu
terhadap perempuan yang merokok di depan publik. Kliennya saat itu adalah Lucky
Strike. Bagaimana kampanyenya? Dia membujuk perancang busana, acara amal,
interior
desainer, dan lain-lain
untuk membuat warna hijau menjadi trendi. Karena bungkus rokok Lucky Strike saat itu berwarna hijau, perempuan tidak lagi
tabu membawa rokok berbungkus hijau karena warnanya yang modis itu.
Dia dilaporkan sebagai
mengatakan, ada tiga unsur utama dalam praktek PR yang telah berumur setua
masyarakat sendiri, yakni menginformasikan, membujuk orang, atau
mengintegrasikan orang dengan orang lainnya.
Dalam episode Mad Men,
penonton akan melihat bagaimana sebuah kampaye PR bekerja. Meski beberapa seri
berfokus pada sebuah advertising agency, ada satu dimana Peggy Olson
menunjukkan suatu cara membuat perempuan yang datang ke supermarket berbelanja
lebih ham lebih banyak untuk liburan berikutnya. Mereka menyewa seorang aktris
dan memperlihatkan bagaimana sang artis mengambil ham terakhir dari tangan
pembelanja, menciptakan kontroversi,
menciptakan hukum permintaan dan pasokan.
Produk-produk Hollywood
juga sering memamerkan praktek PR. Film
Wag the Dog misalnya, salah satu yang mempertontonkan praktek "spin
doctor" (yang diperankan oleh Robert De Niro) yang mengalihkan perhatian
publik dari skandal seks dengan menyewa seorang produser film untuk menciptakan
perang palsu dengan Albania.
Wag the Dog adalah film
komedi yang diproduksi pada 1997 dan disutradarai oleh Barry Levinson. Skenario
dibuat oleh Hilary Henkin dan David Mamet yang diadaptasi dari novel Larry
Beinhart, sebuah novel tentang kepahlawanan Amerika.
Seting film yang dibuat
hanya beberapa hari sebelum pemilihan presiden, menunjukkan bagaimana seorang
spin doctor dari Washington, DC (De Niro) mengalihkan perhatian para pemilih
dari skandal seks yang merebak saat itu dengan menyewa seorang produser film di
Hollywood (Hoffman) untuk membangun perang palsu dengan Albania. Film ini
dirilis satu bulan sebelum pecahnya skandal Lewinsky yang melibatkan Presiden
Clinton dan pemboman pabrik farmasi Al-Shifa di Sudan yang mendorong media
untuk menarik perbandingan antara film dan realitanya.
Spin bertujuan untuk
mempromosikan sudut pandang dengan biaya berapapun, terlepas dari apapun
faktanya. Spin doctor Mr. Clinton, dalam kasus Lewinsky, melakukan apa saja
agar pesan mereka keluar. Mereka melakukan misalnya dengan cara membingungkan
masalah, mengubah topik pembicaraan, serangan balik terhadap pengkritik Mr.
Clinton.
Ketika Penyelidik
Independen Kenneth Starr melakukan investigasi terhadap kasus pelecehan seksual
Clinton terhadap Monica Lewinsky, dengan spin doctor Gedung Putih mengatakan
bahwa seolah-olah tindakan Starr itu hanya menghabiskan jutaan dolar dari
pembayar pajak. Merea mengatakan bahwa yang dilakukan Starr adalah untuk
menyelidiki kecenderungan seksual Mr. Clinton dan itu hanya untuk mempermalukan
presiden. Padahal, Starr melakukan investigasi atas kejahatan serius potensial,
termasuk sumpah palsu, penyuapan dari sumpah palsu dan obstruksi keadilan.
Dalam Sex and the City,
karakter Samantha (diperankan oleh Kim Cattrall) menggambarkan seorang humas
yang selalu melontarkan isu njlimet dan menghabiskan malamnya di klub-klub dari
event yang luar biasa ke acara yang luar biasa lainnya. Bintang reality TV
Lizzie Grubman melakukan pekerjaannya sebagai humas para selebriti di
Manhattan, sementara dunia menyaksikannya. Dia dan para asisten timnya
merencanakan pembukaan klub malam, meluncurkan album, dan berbaur dengan
selebriti dan media.
Karena penggambaran
ini, ketika mewawancarai orang yang baru lulus dari perguruan tinggi, muncul
alasan mereka ingin bekerja di dunia PR dengan mengatakan bahwa "Aku
berhubungan baik dengan orang-orang" dan "Saya suka merencanakan
sebuah pesta" dhingga "Aku orang biasa bekerja atau keluar malam"
dan "keluarga saya tidak keberatan jika saya pergi ke acara dan klub
dengan klien."
Tidak ada gelar khusus
yang diperlukan untuk bergabung dengan industri PR. Bahkan, hampir semua orang
bisa bergaul dan menyebut diri mereka sebagai seorang PR profesional. Tidak ada
lembaga global yang memantau perilaku praktisi di industri PR. Gelar dan
pengujian tidak diperlukan. Itu sebabnya orang sering mendengar banyak cerita
dalam berita tentang bagian-bagian yang buruk profesi PP mulai dari model
astroturfing, berbohong, memutarbalikkan kebenaran, mencipatakan pribadi palsu
untuk menulis suatu ulasan, melakukan kampanye bisik-bisik, duduk diwawancara
sehingga klien tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan untuk diri mereka sendiri.
Bahkan para pemimpin
bisnis menyewa profesional atau perusahaan PR, biasanya karena mereka telah
mendengar dari rekan-rekan mereka yang mendapatkan nama mereka dari koran untuk
menyelesaikan semua masalah mereka. Satu tahun, dua minggu sebelum Natal, kami
menerima telepon dari seorang pria yang mencari sebuah perusahaan PR untuk
membantu meluncurkan produk barunya. Selama percakapan, dia mengemukakan
harapannya agar dia bisa menjual produknya pada Natal. Bagaimana caranya?
Dengan ingin produknya itu muncul di
halaman depan New York Times hanya seminggu sebelu peluncuran.
Padahal, semua orang
tahu bahwa dua minggu sebelum tanggal peluncuran, tepat sebelum Natal, adalah
waktu yang tidak cukup untuk mendapatkan hasil. Selain itu, keingin dia untuk
muncul muncul di halaman depan salah
satu surat kabar yang paling terkenal dan dihormati di Amerika Serikat
sangatlah kecil kemungkinannya. Sebab bagaimana pun tidak pernah ada produk
yang mucul di halaman depan karena halaman itu biasanya disediakan untuk berita
peristiwa dunia, krisis terbaru di negara itu, atau paparan politik.
Demikian juga, berada
di Chicago, tidaklah mungkin untuk menghitung berapa prospek dan klien
mengatakan, "Jika Anda hanya bisa menempatkan kita di Oprah, semua masalah
kita terpecahkan." Ini karena menjelang akhir acara, dia hanya tuan rumah
penulis dan selebriti, dan tidak pernah menghentikan pemimpin bisnis di bidang
manufaktur, kesehatan, perangkat lunak, dan B2B lainnya untuk mencari peluang dari peluru ajaib
Oprah.
Industri ini, tulis
Dietrich dalam pengantarnya, secara keseluruhan tidak banyak berbuat untuk
mengubah persepsi bahwa mereka semua adalah spin doctor, pembohong, perencana
pesta, club hoppers, dan pesulap. Memang ada The Public Relations Society of
America (PRSA) sebagai organisasi yang anggota-anggota bergelut dengan industri
ini. Mereka melayani kebutuhan anggota-anggotanya untukmengembangkan
profesionalisme, mengadakan konferensi, membangun jaringan dan konten – namun
merekatidak mengatur industri ini dari praktik yang tidak etis.
Definisi resmi public
relations, seperti yang didefinisikan ulang oleh PRSA pada 2012, "Public
relations adalah proses komunikasi strategis yang membangun hubungan saling
menguntungkan antara organisasi dan masyarakatnya." Tapi cobalah jelaskan
hal itu kepada seorang pemimpin bisnis (atau profesional muda, atau teman-teman
Anda, atau seorang pendidik, atau nenek Anda), apakah mereka memahaminya?
Pada dasarnya orang
memahami hal-hal yang nyata. Dalam konteks media relations misalnya, orang baru
mengerti tentang apa itu media relations setelah dia, perusahaannya, atau
produknya, muncul di media cetak atau mengudara di televisi atau radio. Orang melihat, menyentuh, dan merasakannya.
Jelas hal itu bukan seperti sulap sebagaimana orang pikirkan tentang PR.
Pelajaran yang bisa
dipetik adalah sementara hubungan dengan media merupakan bagian penting dari
program komunikasi, banyak taktik lain yang bisa digunakan dalam strategi
membangun kohesifitas mulai dari konten, pemasaran malalui email, media sosial,
manajemen krisis dan manajemen reputasi, peristiwa, iklan sosial, hubungan
investor, lobi dan peraturan kerja, dan banyak lagi.
Itu sebabnya buku ini
disebut Spin Sucks. Sebuah cabang dari
blog tentang PR nomor satu (atau nomor tiga, tergantung pada daftar Anda
melihat), buku ini ditulis bagi pemimpin bisnis yang merasa perlu ingin lebih
memahami bagaimana industri berubah, apa yang diharapkan dari PR profesional
yang Anda sewa, dan bentuk pengembalian dari waktu dan uang yang telah Anda habiskan
dengan menyewa profesional PR. Jika Anda seorang profesional komunikasi, buku
ini penting.
Bagi mereka yang tengah
menjalankan sebuah organisasi, yang dalam tim eksekutif memiliki (atau harus
memiliki) profesional komunikasi atau pelaporan perusahaan kepada Anda, buku
ini akan menunjukkan cara untuk mempersiapkan bisnis Anda untuk bermaraton
bukan sprint, bagaimana membangun program komunikasi yang dapat menahan
perubahan konstan pada Google, dan bagaimana bekerja secara etis - sementara
tidak memberikan instan ROI – yang dapat memberikan hasil yang tahan lama dan lebih berharga, serta bereputasi
bersih. Anda juga akan belajar tentang bagaimana menarik garis antara
pemasaran, iklan, digital, dan PR yang kini makin kabur, dan apa yang harus
Anda lakukan bila mendapat kritik melalui online.
Buku ini memang berbeda
dengan buku-buku tentang public relations lainnya. Buku-buku tentang PR
kebanyakan lebih banyak menjelaskan tentang tentang bagaimana membuat realita
menjadi sesuatu yang positif atau dikehendaki. Ini karena harus diakui bahwa pada
kenyataannya, PR memang dianggap memiliki kemampuan untuk men"spin"
cerita untuk klien mereka.
Berbeda dengan fenomena
itu, buku Spin Sucks ini mengajarkan kepada kita tentang bagaimana
berkomunikasi dengan jujur, bertanggung jawab, terbuka, dan otentik serta benar-benar
mendapatkan kepercayaan pelanggan, stakeholder, investor, dan masyarakat.
Pemikir PR dan blogger
top Gini Dietrich telah menjalankan blog PR nomor satu di dunia, spinsucks.com.
Disitu dia berbagi tips mutakhir dan alat yang efektif, seta komunikasi etis.
Sekarang, dia mengintegrasikan semua pelajaran dia secara lengkap ke dalam buku
yang bisa menjadi panduan bagi setiap
pemimpin bisnis yang memahami adanya aturan baru komunikasi, tetapi tidak tahu
apa yang harus dilakukan.
Tidak peduli apa
organisasi Anda lakukan, melalui buku ini, Dietrich akan membantu Anda berbagi
cerita secara lebih kuat - tanpa bumbu seks. Juga memanusiakan organisasi Anda,
bahkan jika Anda tidak memiliki kepribadian luar biasa sekalipun. Sejujurnya,
dengan menggunakan teknik terbaik diasah oleh abad pendongeng, bukuini
mengajarkan tentang bagaimana menbuat kampanye yang bisa mengatasi bisik-bisik,
penyerang anonim, dan sebagainya.
Menurut Dietrich,
"spin" menyiratkan ketidakbenaran. Di luar implikasi moral, berbohong
adalah bisnis yang buruk, katanya. Itu sebabnya, kehadiran media sosial memaksa
perusahaan atau siapapun menjadikan transparansi dan kejujur sebagai satu-satunya
pendekatan yang layak.
Bertentangan dengan apa
yang bisa diharapkan, Spin Sucks tidak membicarakan tentang semua yang
berkaitan dengan bisnis public relations, atau hal-hal yang berkaitan dengan
perubahan dramatis yang terjadi di dunia industri sebagai akibat dari
perkembangan di dunia digital saat ini. Sebaliknya, Spin Sucks adalah pelajaran
praktis tentang komunikasi pemasaran untuk pengelola perusahaan besar dan
kecil.