Pada tahun 2003, pemerintah Nigeria memulai
program vaksinasi polio yang tidak berhasil karena masih ada segmen masyarakat
yang belum divaksinasi, kekurangan stok vaksin dan sebagainya. Penyebaran virus
polio semakin meluas di Nigeria dan menyebar ke negara-negara tetangga.
Salah satu faktor penyebab kegagalan
program vaksinasi polio di Nigeria pada tahun 2003-2004 adalah kurangnya
komunikasi efektif antara pemerintah dan masyarakat. Banyak masyarakat di
Nigeria yang tidak percaya bahwa vaksin polio aman dan dianggap sebagai bagian
dari konspirasi pemerintah dan organisasi internasional.
Penyebaran polio di
Nigeria juga disebabkan oleh adanya kelompok militan yang menguasai wilayah
tertentu dan tidak memberikan akses bagi petugas kesehatan untuk melakukan
vaksinasi.
Pemerintah Nigeria kemudian memperbaiki
komunikasi dengan masyarakat, termasuk dengan melibatkan pemimpin-pemimpin
agama dan masyarakat dalam kampanye vaksinasi. Dalam beberapa tahun terakhir,
Nigeria berhasil mengurangi jumlah kasus polio secara signifikan melalui
program vaksinasi yang lebih efektif dan komunikasi yang lebih baik dengan
masyarakat.
Tahun 2020, Jo Tacchi
dan Thomas Tufte menerbitkan buku yang berjudul "Communicating for Change:
Concepts to Think With." Buku ini membahas berbagai konsep penting yang
terkait dengan komunikasi untuk perubahan sosial.
Jo Tacchi adalah
seorang profesor di bidang komunikasi dan teknologi di RMIT University di
Melbourne, Australia, sedangkan Thomas Tufte adalah seorang profesor di bidang
desain komunikasi di Universitas Roskilde di Denmark. Keduanya memiliki latar
belakang yang luas dalam penelitian dan praktik komunikasi untuk perubahan
sosial dan pembangunan berkelanjutan.
Top of Form
Tachi dan Tufte mendefinisikan
perubahan sosial sebagai suatu proses yang melibatkan
berbagai tindakan dan praktik untuk menghasilkan transformasi sosial yang
positif. Contoh transformasi sosial yang positif seperti muncul atau
meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan mental, dan semakin
terbukanya masyarakat untuk mencari bantuan dan dukungan dalam mengatasi
masalah mental. Ini menghasilkan transformasi positif dalam cara pandang dan
stigma terhadap masalah kesehatan mental misalnya.
Menurut Tacchi dan Tufte, proses perubahan dapat terjadi
dalam berbagai skala, mulai dari individu – seperti gangguan kepribadian
antisosial, borderline, dan narcissistic -- hingga masyarakat secara
keseluruhan. Transformasi sosial di masyarakat secara keseluruhan dapat
melibatkan perubahan-perubahan dalam tata nilai, kebiasaan, cara berpikir, cara
hidup, dan pola interaksi sosial yang lebih luas.
Contohnya, perubahan sosial yang terjadi
pada masyarakat yang awalnya memiliki nilai konservatif yang kuat dalam hal ekonomi
misalnya. Dalam konteks ini, perubahan sosial yang terjadi dapat melibatkan
perubahan struktur sosial, seperti terjadinya pergeseran dari masyarakat
agraris menjadi masyarakat industri atau dari masyarakat berbasis keluarga
menjadi masyarakat yang lebih individualis. Perubahan sosial ini sering kali
disebabkan oleh faktor-faktor seperti teknologi, ekonomi, politik, dan budaya.
Proses perubahan tersebut bisa meliputi
pengenalan dan pengakuan adanya masalah, pencarian dukungan dan sumber daya,
pengambilan tindakan, dan pembentukan kebiasaan sehat untuk menjaga kesehatan
mental di masa depan. Perubahan ini dapat memberikan dampak positif pada
kesehatan fisik, interaksi sosial, dan kualitas hidup secara keseluruhan.
Proses ini melibatkan banyak aktor dan
organisasi dalam menciptakan pemahaman yang lebih baik dan solusi untuk
berbagai masalah sosial dan lingkungan yang ada. Dalam konteks ini, komunikasi
dianggap sebagai alat yang sangat penting dalam mencapai perubahan sosial yang
diinginkan.
Dalam membawa
perubahan sosial sosal, komunikator memainkan peran penting. Dalam konteks ini,
komunikator harus memahami konteks dan masyarakat yang dituju, serta memiliki
keterampilan dan keahlian yang dibutuhkan untuk mengkomunikasikan pesan dengan
efektif.
Jo Tacchi dan Thomas
Tufte tidak secara khusus berfokus pada komunikasi organisasi. Mereka lebih memfokuskan
bahasannya pada penggunaan komunikasi sebagai alat untuk perubahan sosial dan
pengembangan masyarakat. Buku ini membahas berbagai konsep dan teori dalam
komunikasi yang dapat digunakan dalam konteks komunikasi untuk perubahan
sosial, seperti komunikasi partisipatif, komunikasi pemberdayaan, dan
komunikasi alternatif.
Komunikator dianggap
sebagai fasilitator yang menghubungkan dan memfasilitasi interaksi antara
individu, kelompok, dan organisasi dalam konteks perubahan. Contoh konkret dari peran komunikator sebagai fasilitator dapat
terlihat dalam proyek pengembangan masyarakat yang melibatkan partisipasi warga
dalam proses perencanaan dan implementasi program.
KREDIBILITAS KOMUNIKATOR
Seorang komunikator dapat bertindak sebagai
mediator antara kelompok warga dan pihak pengembang program, membantu
menjembatani perbedaan pandangan dan memfasilitasi dialog yang konstruktif.
Selain itu, seorang komunikator juga dapat memfasilitasi sesi pelatihan atau
workshop yang memungkinkan para peserta untuk berbagi pengalaman, pengetahuan,
dan keterampilan, sehingga dapat memperkuat kapasitas individu dan kelompok
dalam merespons perubahan sosial yang terjadi.
Terdapat beberapa faktor yang membuat
komunikator mudah diikuti orang lain atau tidak. Salah satunya adalah kredibilitas.
Komunikator yang memiliki kredibilitas tinggi cenderung lebih mudah diikuti
karena dianggap memiliki pengetahuan, pengalaman, atau otoritas yang mumpuni
dalam topik yang dibahas.
Hasil penelitian Aruman et al. (2018, 2023)
memperlihatkan bahwa kredibilitas komunikator (sumber pesan) memiliki peran
dalam membentuk kualitas komunikasi, dan Kesiapan Berubah. Sedangkan variable
lainnya tidak memiliki peran. Kredibilitas
adalah persepsi bahwa seseorang memiliki informasi yang bisa dipercaya. Jika
khalayak menilai tinggi komunikator dan menghargai informasi yang diberikan,
komunikasi tersebut dikatakan memiliki kredibilitas tinggi.
Menurut Hovland & Weiss (1951), sumber
pesan – asal dari pesan disampaikan -- memiliki pengaruh yang kuat pada
kepercayaan terhadap pesan. Kredibilitas terkait erat dengan kepercayaan,
sebuah elemen penting dalam hubungan pribadi dan profesional.
Kredibilitas sumber mengacu pada persepsi
penerima pesan bahwa sumber pesan adalah ahli dan dapat dipercaya (Kelman &
Hovland, 1953; Tormala et al., 2006). Pesan dan argumen dari sumber yang
dipersepsikan memiliki keahlian lebih dipercaya (Sternthal et al., 1978). Penelitian
Aruman et al. (2018; 2023) menunjukkan pengaruh kredibilitas sumber pesan
sangat menonjol, sedangkan pesan dan komunikasi partisipatif tidak berpengaruh.
Dalam konteks perubahan konteks komunikasi
biasanya melibatkan dialog, umpan balik, keterbukaan, kebersamaan, rasa saling
percaya antara komunikator dan komunikan, serta rasa keadilan. Kualitas saluran
komunikasi yang digunakan dalam komunikasi bisa saja tidak memuaskan, namun hal
ini bisa diatasi dengan menampilkan komunikator yang memiliki kredibiltas.
Menurut Johnson et al (2005), atribut dari
sumber pesan juga dapat menimbulkan insentif tertentu pada perubahan sikap.
Konsisten dengan model perubahan sikap, pesan dari sumber yang menarik,
memiliki status sosial yang tinggi, disukai, diangap ahli, dapat dipercaya, dan
kuat lebih, efektif daripada pesan dari sumber yang tidak memiliki atribut ini.
Hal itu berlaku sebaliknya. Bila sumber pesan kurang kredibel, akan memberikan
dampak sebaliknya (Johnson et al., 2005)
Sebagaimana didefinisikan oleh Hovland
& Weiss (1951), kredibilitas pesan adalah aspek yang bergantung pada pesan
yang dikomunikasikan, bukan pada sumbernya atau media komunikasi. Dengan
demikian, kredibilitas pesan tergantung pada semua informasi yang terkandung
dalam pesan itu sendiri.
Pesan-pesan yang disampaikan kepada
pedagang terkait dengan revitalisasi (transformasi dari pasar tradisional ke
modern) bisa jadi dilakukan dengan lebih banyak pengulangan pesan-pesan lama
yang sudah disampaikan. Hal ini berisiko karena bisa menimbulkan kejemuan.
Seperti yang dikatakan Rethans, Swasy, dan Marks (1986), ketika pengulangan
pesan meningkat, dua proses psikologis yang berbeda dan berlawanan - pembiasaan
positif dan kebosanan - ikut bermain (teori dua faktor, Berlyne 1970).
Pembiasaan positif menyiratkan bahwa, saat
paparan stimulus baru meningkat, ketidakpastian orang dan perasaan konflik
tentang stimulus berkurang. Akan tetapi, dengan meningkatnya paparan terhadap
suatu stimulus, maka afek seseorang terhadap stimulus tersebut berkurang karena
mengalami kebosanan, kebosanan, dan reaktansi.
Sumber informasi yang kredibel lebih handal
dan lebih dapat dipercaya karena sumber-sumber ini mewakili tingkat keahlian
tertentu. Penelitian ini memberikan gambaran bahwa keahlian pengelola pasar
yang dipersepsikan pedagang masih rendah. Sementara itu, tanpa ketepercayaan,
pembelajaran bersama, berbagi dan transfer pengetahuan, pemecahan masalah
secara kreatif, dan perbaikan proses sulit dihasilkan (Argyris, 1999).
Hal ini, seperti dikatakan Morosan &
Fesenmaier (2007), persepsi kualitas informasi atau argumen dan kredibilitas
sumber sangat penting dalam hal kekuatan konten untuk mempengaruhi sikap
seseorang. Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan dalam sumber pesan.
Berdasarkan penelitian Tormala & Petty (2004), perubahan sumber pesan dapat
membuat orang yang semula menolak perubahan, berubah menjadi menerima.
Dari sudut pandang teori response kognitif
(Blackwell, 1995), kesediaan orang yang menerima perubahan karena kredibilitas
sumber pesan dapat menghalangi argumentasi kontra terhadap pesan semisal yang
tidak menyokong sehingga menghasilkan penerimaan.
Jika sumber memiliki kredibilitas rendah,
penerima pesan sulit mendengarkan pesan dari sumber (Walster & Festinger,
1962). Sumber yang memiliki kredibilitas rendah bisa mempengaruhi penerima
pesan bila menyajikan bukti faktual (McCroskey, 1969). Dalam hal revitalisasi
pasar, yang disampaikan sumber masih bersifat harapan, bukan bukti faktual.
Situasi ini yang membuat pesan yang disampaikan sumber tidak diperhatikan.
Penelitian menunjukkan bahwa sumber yang
sangat kredibel menghasilkan pesan yang lebih persuasif apabila argumen yang
disampaikan cocok dengan pandangan penerima pesan (Tormala et al., 2006).
Kredibilitas sumber dapat menjadi petunjuk penting dalam melihat pengaruh
kepercayaan terhadap kualitas penyedia layanan kepercayaan, dan persepsi risiko
perilaku yang kurang baik.
Tingkat ketepercayaan terhadap sumber pesan
juga mempengaruhi tingkat penerimaan pesan. Priester dan Petty (1995) menemukan
bahwa sumber pesan yang tidak dapat dipercaya menyebabkan seseorang melakukan
lebih banyak elaborasi pesan. Hal ini dikarenakan ketika menghadapi sumber yang
tidak dapat dipercaya, orang tidak yakin apakah informasi yang diberikan
akurat. Karenanya, mereka semakin berhati-hati sebelum memastikan validitas
pesan yang disampaikan sumber pesan yang kurang dipercaya tadi.
Sebaliknya, ketika dihadapkan dengan sumber
yang dapat dipercaya, orang dengan mudah yakin bahwa informasi yang diberikan
akurat dan dengan demikian menerima pesan tersebut tanpa berpikir lagi apakah
pesan itu valid atau tidak. Nan (2009) memperluas gagasan tersebut pada sumber
kredibilitas lainnya, yakni keahlian sumber pesan. Jika sumber memiliki
keahlian rendah, orang cenderung untuk terlibat dalam elaborasi pesan yang
lebih luas untuk memastikan validitas informasi yang disampaikannya. Di sisi
lain, jika sumber memiliki keahlian yang tinggi, orang cenderung untuk menerima
pesan sebagai sah tanpa terlalu banyak berpikir (Nan 2009).
Berdasarkan itu, Nan (2009) menyimpulkan
kredibilitas sumber yang mempengaruhi tingkat elaborasi sebuah pesan, dapat
berdampak terhadap sikap kepastian. Lebih khusus, sumber pesan dengan
kredibilitas yang rendah, dibandingkan dengan satu dengan kredibilitas tinggi,
untuk membangun sikap kepastian penerima pesan, sumber pesan harus berusaha
lebih keras untuk membangun keahlian dan tingkat kepercayaannya.