Selasa, 15 Januari 2019

City Branding Berbasis Budaya




Dalam branding sebuah kota (city branding) terdapat beberapa hal yang membuat strategi tersebut berhasil. Pertama, branding adalah emosional. Setiap orang pada dasarnya adalah seorang yang ahli dalam bidang yang mereka suka dan penjelasan meyakinkan dari pendapat pribadi pada suatu merek jarang menjadi prasyarat ketika seseorang mengekspresikan opininya.

Untuk itu, ada sesuatu yang harus ditampilkan dalam merek sebuah kota. Dalam konteks ini, identitas merek - identifikasi dasar organisasi; pesan promosi visual, kepribadian merek dan karakteristik emosional kota menciptakan image. Visual merek yang meliputi warna dan grafis juga merupakan identitas merek, bahkan pemerintahan kota merupakan identitas dari sebuah kota.

Sebuah bangunan pun bisa menjadi daya tarik. Hilton Hotel di Sydney dikenal sebagai landmark  kota sebagai pernyataan kepercayaan diri warga di kawasan bisnis utama yang sedang booming itu. Hotel itu juga dijadikan sebagai komponen strategi pembaharuan perkotaan, dengan desain sebagai ikon untuk industri konvensi bisnis dan destinasi.

Bentuk bangunan menunjukkan selera eksterior dan interior yang sangat terapeutik. Para perancangnya seakan dengan hati-hati mempertimbangkan harmonisasi antara sifat publik dan pribadi warganya. Ruang hotel juga ekspresif dengan ritual konsumsi, status, dan menarik selera.

Kota Seoul misalnya mengalami beberapa kali transformasi. Pemerintah kota Seoul secara konsisten terus menambah nilai kota dengan menekankan pada kebijakan berbasis budaya, dengan menggunakan berbagai media dan kegiatan kreatif untuk merangsang pertumbuhan sosial dan ekonomi.

Paska krisis ekonomi 1996, Seoul memperbaiki 'citra merek'nya dan strategi pemasarannya dengan fokus pada event dan transformasi fisik. Kebijakan budaya dan acara kreatif tersebut menjadi kekuatan pendorong di balik perubahan kota Seoul. Secara khusus, di bawah Walikota Oh Se-hoon, kota tersebut meningkatkan dirinya sendiri melalui kebijakan budaya dengan menggunakan desain sebagai konsep utamanya, menciptakan 'kota desain' dan serangkaian kegiatan acara budaya.

Konteks budaya ini bahkan ditingkatkan menjadi diplomasi budaya. Pentingnya budaya dalam city atau place branding makin penting dalam konteks ekonomi global karena budaya dapat menyatukan produk dan memberikan nilai yang lebih besar bagi sebuah kota. 

Ini karena budaya itu sendiri membedakan antara satu negara dengan negara lain. Implikasinya, dalam city branding, karena kemungkinan ada kemiripan antara satu kota dengan lainnya, maka kota harus menampilkan sesuatu yang berbeda dala budaya itu.

Kedua, merek memiliki sudut pandang ganda, yang mewakili siapa pengelolanya yang visioner. Pengelola kota yang sukses pada umumnya yang memiliki visi ke depan yang didasarkan pada masa lalu.

Ketiga, kota harus memiliki tagline seperti Michigan, taglinenya adalah Pure Michigan. Meskipun tidak penting, tagline dapat membantu dalam menyampaikan makna kognitif suatu simbol visual. Hal ini dapat menjadi sarana utama untuk menyampaikan pesan, yang memungkinkan seseorang membagun interpretasi lebih simbolis untuk sebuah visual. Slogan yang terbaik lebihb banik kurang dari tiga kata yang menyiratkan arti.

Akhirnya, merek tidak bisa menjadi segalanya bagi semua orang. Ada segmen tertentu yang membutuhkan kebutuhan tertentu. Karena itu, sebuah kota dianjurkan fokus pada keunggulan tertentu seperti alam, sungai, menara jam, kerajinan, adat istiadat masyarakat, tempat untuk sekolah, bisnis, pertemuan, warisan budaya dan sebagainya.

Setiap yang ditampilkan harus memberikan ruang bagi pesan tunggal dengan dampak terbesar pada audience terbesar, baik penduduk dan pengunjug. Pada gilirannya, bahwa pesan tunggal harus dibuat sehingga memungkinkan interpretasi yang bermakna. Ini memang bukan pekerjaan mudah, tapi itu layak diusahakan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar