Jumat, 03 September 2021

Bagaimana Pedagang Kakilima Berbisnis



9 Januari 2017, pukul 15.57.10 saya sambil jalan ke stasiun Bogor pukul 11.45 ngobrol sama Ucok, 37 tahun, PKL di Jl. Dewi Sartika. Katanya, sehari omsetnya Rp 1-2 juta hari biasa. Untungnya 10-20%. Kalau hari libur atau puasa bisa dua kalinya...

Dia ngambil barang, busana daleman, dari Rangkuti (Ciawi). Ambilnya sistem bulk, tak boleh milih baik ukuran maupun kualitasnya. Di produknya memang tak tercantum ukuran. Istilah Ucok, all size. Harga _daleman_ di Jl. DS lebih murah dibandingkan di toko seperti Point Square. Busa separoh nya karena barang rijekan pabrik. Istilah kerennya FO.      
   
Rangkuti sendiri ngambil dari Haji Umar atau Haji abdullah di Cipulir, Jaksel. Haji Umar dan Haji Abdullah ngambil barang dari perusahaan garmen seperti Ricky (GT Man) atau Rider. Mereka,  maksudnya Rangkuti - kata Ucok- harus punya deposit Rp 2 M. Umar dan Abdullah tentu lebih besar lagi.

Barang yang dijual barang rijekan yang tak ada mereknya karena dicabutin. Setiap hari Ucok kulakan ke Rangkuti Rp 1-2 juta perhari. Di sepanjang jalan Dewi Sartika ada 250 pedagang KL. Sekitar 10-15 pedagang daleman di DS ngambil barang dari Rangkuti. Selain memasok PKL Jl. DS, Rangkuti juga memasok pedagang di pasar lain. Istilah Ucok se Bogor, bahkan Sukabumi dan sekitarnya.

Setiap kulakan dibayar kontan. Biasanya barang didrop ke pedagang sesuai dg pesanan. Sore hari biasanya. Makanya, kalau kita beli kaos di DS misalnya, harganya tidak beda antara pedagang satu dan pedagang lainnya. Dalam bahasa Clifford Geerts ada model sliding price. Model harga tawar menawar pedagang pembeli.

Tak ada persaingan antar pedagang. Kalau gak ada benang di pedagang A, pedagang A akan ngambil barang dari pedagang B. Begitu sebaliknya. Mungkin karena itu di Pasar jarang terjadi pertikaian sesama pedagang. Kalau di pasar ada pertikaian tapi paling sesama tukang parkir....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar