Minggu, 18 Juni 2023

BABAK BELUR DALAM SURVEI: REALITAS VS INTERPRETASI




Di era yang semakin kompetitif ini, pemahaman terhadap pendapat dan preferensi konsumen menjadi suatu keharusan dalam merumuskan strategi penjualan produk. Dalam konteks ini, survei memainkan peran krusial. 

Namun, dari pengalaman seorang peneliti padi di IRRI, Filipina, realitas menunjukkan bahwa hasil survei bisa menjadi labirin penyesatan jika pertanyaannya tidak disusun dengan cermat dan obyektif. Jadi, bagaimana sebenarnya kita menerjemahkan suara konsumen melalui survei? Ini adalah kisah yang menggali lebih dalam tentang peran survei dan tantangan interpretasi di baliknya.

Survei, sebagai alat untuk memahami pendapat dan preferensi konsumen, memiliki potensi yang signifikan dalam menentukan arah kebijakan atau strategi penjualan sebuah produk. Tetapi, dalam praktiknya, interpretasi hasil survei bisa menjadi rumit dan bahkan menyesatkan jika penyusunan pertanyaannya tidak dilakukan dengan hati-hati dan obyektif.

Pagi ini, di group WA, seorang teman yang kini bekerja di pusat penelitian padi (IRRI) di Filipina menceritakan pengalamannya tentang survey. Suatu ketika dia membaca laoran hasil survei yang dilakukan pada konsumen produk organik dan Organisme Hasil Rekayasa Genetik (GMO).

Survei pertama yang dilakukan terhadap konsumen di California menunjukkan preferensi utama pada produk organik yang bebas pestisida daripada non-GMO. Padahal, seperti yang dia yakini, pada kenyataannya, label non-GMO menjadi daya tarik utama di pasar global. Dalam penafsiran dia, setelah membaca hasil survey itu, hasil survei tidak selalu mencerminkan realitas pasar.

Lebih lanjut, survei kedua yang dilakukan oleh ahli komunikasi membuktikan bagaimana framing pertanyaan bisa mempengaruhi hasil survei. Dengan hanya mengubah sudut pandang pertanyaan, respons konsumen terhadap produk GMO dan non-GMO berubah drastis. Artinya, pengetahuan dan persepsi konsumen dapat sangat dipengaruhi oleh cara sebuah pertanyaan disajikan.

Dalam survei terakhir, konsumen Eropa tampaknya menolak adanya DNA rekombinan dalam makanan mereka. Tetapi, ketika ditanya lebih lanjut, hanya sebagian kecil yang benar-benar paham bahwa semua tanaman memiliki DNA. Ini menggarisbawahi betapa rendahnya pemahaman konsumen tentang topik ini dan bagaimana hal itu dapat mempengaruhi jawaban mereka dalam survei.

Dari ketiga contoh ini, terungkap bahwa framing dan penyusunan pertanyaan dalam survei sangat mempengaruhi hasilnya. Dalam konteks ini, penting bagi peneliti untuk menyusun pertanyaan survei yang netral dan dirancang untuk memahami apa yang sebenarnya diinginkan konsumen. Menyesatkan atau mempengaruhi konsumen untuk menjawab sesuai keinginan peneliti hanya akan menghasilkan data yang tidak akurat dan berpotensi merusak kepercayaan konsumen.

Dengan kata lain, survei harus disusun dengan pemahaman yang mendalam tentang subjek dan audiens yang dituju. Hanya dengan cara ini, data yang diperoleh dari survei dapat mencerminkan realitas yang sebenarnya dan memberikan wawasan yang berharga. Kesimpulannya, peran kritis survei dalam memahami konsumen menuntut obyektivitas, kejujuran, dan transparansi dalam proses penyusunan dan interpretasinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar