Kamis, 19 Januari 2023

ANDA ITU PEMIMPIN YANG JENIUS ATAU PEMBUAT JENIUS?



ANDA TERMASUK PEMIMPIN YANG JENIUS ATAU PEMBUAT JENIUS? Kita semua memiliki pengalaman dengan dua tipe pemimpin yang sangat berbeda.

Tipe pertama, pemimpin yang memiliki kecenderungan menguras kecerdasan, energi, dan kemampuan dari orang-orang di sekitar mereka. Dia juga selalu harus menjadi orang yang terpintar di ruangan itu. Mereka ini adalah tipe pemimpin pembunuh ide, penghisap energi, pelemah bakat dan komitmen.

Di sisi lain spektrum adalah pemimpin yang menggunakan kecerdasannya untuk memperkuat kecerdasan dan kemampuan orang-orang di sekitar mereka. Saat para pemimpin ini masuk ke sebuah ruangan, bola lampu menyala di atas kepala orang, ide mengalir, dan masalah terselesaikan.

Inilah para pemimpin yang menginspirasi karyawan untuk mengembangkan diri untuk memberikan hasil yang melampaui ekspektasi. Dia adalah tipe pemimpin Multipliers (Pengganda).

Dunia membutuhkan lebih banyak pemimpn pengganda, terutama sekarang, ketika para pemimpin diharapkan untuk berbuat lebih banyak dengan lebih sedikit.

Di buku Multipliers: How the Best Leaders Make Everyone Smarter  yang menarik dan sangat praktis ini, pakar kepemimpinan Liz Wiseman dan konsultan manajemen Greg McKeown mengeksplorasi dua gaya kepemimpinan ini, secara persuasif. 

Mereka menunjukkan bagaimana Pengganda dapat memberikan efek yang sangat positif dan menguntungkan pada organisasi—menyelesaikan lebih banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit, mengembangkan dan menarik bakat, dan menumbuhkan ide dan energi baru untuk mendorong perubahan dan inovasi organisasi.

Dalam menganalisis data dari lebih dari 150 pemimpin di dunia, Wiseman dan McKeown telah mengidentifikasi lima disiplin ilmu yang membedakan Pengganda dari Pengurang. Kelima disiplin ini tidak didasarkan pada bakat bawaan, meainkan pada keterampilan dan praktik yang dapat dipelajari oleh setiap orang untuk digunakan agar menjadi pemimpin pemberdaya, bahkan oleh Diminisher seumur hidup dan bandel sekalipun.

Studi kasus dunia nyata yang hidup serta tips dan teknik praktis menghidupkan setiap prinsip ini, menunjukkan kepada Anda bagaimana menjadi Pengganda juga, apakah Anda seorang manajer baru atau berpengalaman. B

ayangkan saja apa yang dapat Anda capai jika Anda dapat memanfaatkan semua energi dan kecerdasan di sekitar Anda. Dunia akan semakin berdaya, minimal karena diri kita menjadi pemimpin pemberdaya diri sendiri.

 

Senin, 16 Januari 2023

POST-IT NOTES - GAGASAN TENTANG TIDAK ADA "ITU MILIK SAYA"



Banyak orang yang tahu apa itu Post-it Notes. Tapi apa yang kebanyakan orang tidak tahu adalah bagaimana produk itu diciptakan sehingga menjadi sebuah produk yang keren (sederhana tapi sangat bermanfaat). 

Tidak seperti kebanyakan perusahaan yang mengembangkan produk dengan "membayangkan" dan mencoba membuatnya, 3M mengembangkan Post-it Notes -- dan banyak produk lainnya -- berkat satu hal sederhana: budaya berbagi.

Suatu saat, Spencer Silver -- ilmuwan yang sebagian disebut-sebut sangat berperan dalam penciptaan Post-it -- sedang bekerja di labnya di perusahaan yang berbasis di Minnesota. Sebenarnya dia dan Timnya mencoba mengembangkan perekat yang sangat kuat. 

Sayangnya, dia tidak berhasil. Apa yang dia hasilkan adalah perekat yang daya lekatnya sangat lemah. Berdasarkan spesifikasi pekerjaan yang diberikan kepadanya, dia telah gagal memenuhi spefikasi yang diminta (di proposal karena ini menyangkut biaya dan ROI?). 

Tapi Silver tidak membuang "kegagalannya" ke tempat sampah karena malu. Dia tidak merahasiakan salah langkahnya karena takut atau malu karena pekerjaannya tidak memeunhu harapan. Dia tetap  menjaganya dan menyimpan produk “gagal” itu dengan harapan suatu hari nanti mendapat untung darinya. Dia justru bangga dengan kegagalannya itu. 

Produk “gagal” itu dibagikan kepada orang lain di perusahaan. . . Dia sebenarnya ingin tahu, produk “gagal” itu sebaiknya diapakan. Dalam pikirannya, mungkin ada orang lain yang bisa menemukan cara untuk menggunakannya.

Dan itulah yang terjadi. Beberapa tahun kemudian, Art Fry, ilmuwan lain di 3M, saat memandu grup paduan suara gereja merasa frustrasi karena dia tidak bisa membuat bookmarknya halaman dan notasi bukunya. Benda-benda yang ditempatkannya terus jatuh dari halaman buku, dari dudukan musik dan ke lantai. 

Dia ingat perekat lemah Silver, dan menyadari dia bisa menggunakannya untuk membuat pembatas buku yang sempurna! Dan itulah kelahiran dari apa yang akan menjadi salah satu merek paling dikenal dalam sejarah, dengan empat ribu varietas terjual di lebih dari seratus negara.

Inovasi di 3M bukan hanya hasil dari turunan pendidikan atau keahlian teknis. Inovasi adalah hasil dari budaya kolaborasi dan berbagi perusahaan. Berbeda sekali dengan pola pikir para pemimpin di beberapa perusahaan lain, 3M tahu bahwa orang melakukan pekerjaan terbaik mereka ketika mereka bekerja bersama, berbagi ide, dan dengan nyaman saling meminjam pekerjaan untuk proyek mereka sendiri. Tidak ada gagasan tentang "milik saya".

Selasa, 03 Januari 2023

Experiential Public Relations, Relevankah?

 


Marketing bukan lagi tentang produk yang Anda ciptakan, tetapi tentang apa yang Anda ceritakan. Buatlah orang terkesan. Orang akan membeli sesuatu dari orang mereka sukai. – Prita Kemal Gani

Kalimat diatas saya kutip dari buku Prita Kemal Gani: 30 Tahun Sebagai Pendidik Multi Peran menjadi Pemimpin, Tokoh Humas, Istri, dan Ibu (KPG - Kepustakaan Pouler Gramedia, 2022). Narasi itu penting sebab bagaimana pun realitas kini menunjukkan bahwa sebuah cerita – seperti yang dikatakan Prof Alo, guru besar dari Universitas Nusa Cendana, Kupang – narasi atau cerita yang membentuk pemahaman kita tentang dunia.

Cerita membuat orang lebih mudah untuk memahami dunia, dan satu-satunya cara yang kita tahu untuk menyebarkan ide, kata Seth Godin (2005). Apa pun yang dijual orang – apakah agama, kandidat, produk, layanan, dan sebagainya) dibeli oleh seseorang bukan karena untuk memenuhi kebutuhan yang sederhana, melainkan karena yang dijual itu telah menciptakan keinginan emosional.

Premisnya adalah pemasar yang sukses tidak berbicara tentang fitur atau bahkan manfaat. Sebaliknya, mereka bercerita. Cerita tentang produk mereka yang memenuhi harga diri dan pandangan dunia konsumen. “Cerita yang ingin kita percayai,” kata Godin.

Seperti diketahui, tantangan perusahaan sepanjang kiprahnya adalah bagaimana mempertahankan pelanggan saat ini dan menarik pelanggan baru. Grunig dan kawan-kawannya (2002) melihat lingkungan yang dinamis seperti itu sebagai elemen penting dari public relations (PR) yang baik.

Itu karena lingkungan yang berubah membutuhkan perubahan pula dalam pola dan kebijakan komunikasi yang dilakukan perusahaan. Implikasinya, keahlian dan kecakapan yang dibutuhkan juga berubah. Pada waktu dan keadaan yang berbeda, kata Grunig, jenis keahlian tertentu lebih penting daripada yang lain.

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan kesuksesan organisasi—misalnya, kecakapan di bidang manufaktur selama Revolusi Industri sangat dibutuhkan, bidang keuangan menjadi sangat penting saat era merger dan akuisisi, pemasaran ketika merek dan perushaan baru bermunculan, atau sumber daya manusia selama perampingan.

Secara historis, perusahaan cenderung produk-sentris. Skala dan ruang lingkup ekonomi menjadi pertimabngan yang sangat penting, karena keuntungan terutama merupakan cerminan pangsa pasar. Akibatnya, perusahaan lebih berorientasi internal, dengan perhatian mereka terfokus pada pembuatan produk unggulan daripada berorientasi pada pembeli dan pengguna produk tersebut (Levitt 1960). Singkatnya, efisiensi produksi memegang prioritas tertinggi.

Revolusi teknologi informasi (TI) di bagian akhir abad ke-20 memperkenalkan peningkatan luar biasa dalam mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, dan mentransmisikan sejumlah besar informasi. Perusahaan menyadari bahwa perubahan ini menghadirkan peluang besar untuk berinvestasi di TI untuk mengelola hubungan pelanggan.

Manajemen hubungan pelanggan (Customer Relationship Management) menjadi kata kunci dan perusahaan mulai menginvestasikan miliaran rupiah untuk membangun dan memperkuat perangkat lunak CRM, inisiatif pemasaran basis data, dan infrastruktur TI untuk mendukung pemasaran berbasis teknologi. Perusahaan-perusahaan ini termotivasi oleh kesempatan untuk membangun dan mencapai dialog yang berkelanjutan di semua titik kontak pelanggan. Perlakuannya dipersonalisasi pada titik  paling berharga pada pelanggan.

Kini – ketika strategi bersaing makin berfokus pada pelanggan, semakin banyak organisasi yang bergantung pada hubungan masyarakat. Sampai beberapa tahun lalu, public relations berkembang dengan konsep inti bercerita. Orang berusaha untuk bercerita dan berkata-kata, orang mengasah kemampuannya untuk menyampaikan pesan yang menarik, dinikmati oleh konsumen, pemerintah, media, dan siapa pun. Ujungnya adalah membangun hubungan.

Kemudian media sosial tiba. Seperti ditulis Faaez Samadi di PR Week, June 2016 silam, pada awalnya media sosial datang dengan mengorbankan cerita yang bagus, karena orang-orang mengutamakan kecepatan interaksi di atas makna dari interaksi itu sendiri. Untungnya tren itu, meskipun tidak sepenuhnya hilang, kini menjadi lebih jarang. Media sosial dan cerita kini menjadi teman tidur yang menyenangkan.

Integrasi media sosial dan cerita, ditambah perubahan perilaku konsumen milenial, muncullah gelombang kedua, pengalaman (experiential). Dalam konteks marketing, Experiential Marketing ada di berbagai industri. Perusahaan telah beralih dari pemasaran "fitur-dan-manfaat" tradisional ke arah menciptakan pengalaman bagi pelanggan mereka. Bagaimana dengan PR?

 

Minggu, 01 Januari 2023

EXPERIENTIAL PUBLIC RELATIONS (1)



Selama bertahun-tahun, public relations hanya sebagai pelengkap (sebuat saja sebagai figuran) dari aktivitas pemasaran berbasis pengalaman (experiential marketing). Apakah sekarang PR bisa menjadi pemain utama dalam kampanye yang berbasis pada pengalaman (experiential public relations)?


Tahun 2016, saya menulis catatan tentang peran public relations dalam memperkuat experiential marketing. Ini saya tulis setelah melihat kesukesan P&G meluncurkan produk popok bayi sekali pakai terbarunya Pampers Baby Dry Pants.

Event pertengahan Maret 2015 yang dirancang dengan tema “Senyum Pagi Bayi No.1 di Indonesia,” berkonsep marketing yang diintegrasikan dengan public relations (PR) event, dan social media engagement. (https://mix.co.id/corcomm-pr/public-relations/mengapa-experiential-marketing-membutuhkan-public-relations/)

Selain mengundang media, P&G menghadirkan blogger ibu-ibu untuk memperkenalkan sekaligus mengedukasi audiens terkait produk terbarunya itu. Pada event tersebut, venue didekorasi bak ruang tidur bayi yang penuh gambar produk Pampers seakan ingin menunjukkan bahwa produk itu didesain agar bayi dapat tidur nyenyak.

Untuk mendukung event, kampanye digital dalam bentuk kontes foto diaktifkan. Disini P&G mengajak para ibu Indonesia untuk mengirimkan foto senyum ceria bayi mereka melalui microsite www.everydayme.co.id/Pampers/SenyumPagiBayiNo1. 

Kontes ini mendapat sambutan positif, sekitar 2.745 ibu meng-upload foto bayi mereka, dan sekitar 100 foto terbaik ditampilkan di billboard raksasa Mal Taman Anggrek pada event Pampers pada 18 Mei 2015.

Selama rangkaian kampanye Pampers Baby Dry Pants Maret-Mei 2015, P&G juga aktif memanfaatkan social media untuk meningkatkan social engagement antara brand dengan user atau konsumen. P&G menggunakan hashtag #PampersMorningSmile untuk highlight kampanye tersebut.

Agustus 2022, Brett Hyman dan Brian Rubin – dua-duanya dari NVE Experience Agency, di PR Daily menuliskan kerisuannya tentang tentang peran PR dalam konteks experiential marketing. Menurut mereka, selama bertahun-tahun, PR sekadar pelengkap permainan reaksioner dalam pemasaran berdasarkan pengalaman (experiential marketing).

Sebuah merek atau agensi, kata mereka, membangun, mempromosikan, mengaktivasi pemasaran yang kreatif, dan kemudian menggunakan PR untuk memperkuatnya. Biasanya ada foto peserta terkenal yang memegang produk, dan sebagaiya. Pada kenyataannya, liputan pada pasca-acara yang berpusat pada selebritas atau influencer jarang memberikan hasil yang berarti karena, yah, itu tidak melibatkan  keinginan konsumen untuk disertakan.

Tahun 2013, saya menulis tentang kampanye yang berbasis pengalaman konsumen dengan menjadikan konsumen sebagai pahlawan (tokoh utama). Ide ini didasarkan pada realitas makin berkembangnya kampanye pemasaran berbasis cerita atau storytelling, sebuah  sebuah bentuk seni terkenal dan kuno. 

Disini karakter menarik dikiaskan dan diceritakan baik melalui kata-kata verbal atau tulis secara luas dan bahkan bisa menyebar di seluruh dunia. (https://www.edhyaruman.com/2013/06/ceritakan-pelanggan-adalah-pahlawan.html)

Suatu cerita mampu memperkaya memori -- sebagai sarana untuk memahami dunia -- untuk membuat dan memperkuat hubungan emosional pelanggan dan merek. Dengan kalimat lain, sebuah cerita bisa sebagai cara untuk membantu pelanggan mengenali dan mengidentifikasi dirinya dengan merek.

Secara khusus, cerita yang berfokus pada hal-hal yang bersifat pribadi (persona) sangatlah penting untuk branding. Karena itulah untuk menciptakan narasi yang kuat tentang merek, persona – sebuah bentuk yang diartikulasikan dalam karakter merek dan kepribadian – harus lebih ditampilkan dengan mengungkap semua elemen lain tentang persona tersebut.

Sebuah merek yang menarik dimulai dengan sesuatu yang kuat tentang persona – misalnya dengan menciptakan koneksi penting antara apa yang perusahaan katakan dan apa yang dilakukannya. 

Jadi siapa persona itu? Dialah konsumen yang berperan sebagai pahlawan yang berjuang mengatasi persoalannya. Sebagai pahlawan, dia tentu sarat dengan pengalaman termasuk jatuh bangunnya dalam menmukan sebuah merek yang mereka harapkan bisa menjadi solusi untuk mengatasi persoalannya.