Selasa, 31 Oktober 2017

Content is King, But Distribution is Queen


Kecepatan komunikasi  kini makin menakjubkan. Namun demikian, itu juga berarti kecepatan dapat memperbanyak distribusi informasi yang tidak benar. Bagaimana agensi menghadapi tantangan ini?

Pada tahun 2012, sebagian besar atau sektar 83 persen perusahaan pedonor mengatakan bahwa sebelum mengambil keputusan untuk memberikan sumbangan atau tidak dan kepada siapa sumbangan itu akan diberikan, mereka melakukan beberapa tingkatan penelitian. Menurut Penelope Burk (2012) dari Cygnus Donor Research, ini menunjukkan adanya kenaikan karena lima tahun sebelumnya, hanya 65 persen yang melakukan penelitian lebih duku sbeleum memberikan sumbangannya.

Lalu apa yang dilihat? Intinya, sebelum memberikan sumbangannya, pedonor mempertimbangkan masukan dari pihak ketiga seperti teman dan keluarga (dari mulut ke mulut), lembaga pemeringkat amal, dan media. Mereka juga mempertimbangkan sumber  informasi lain seperti yang mereka dapat dari situs web Anda; publikasi Anda, seperti buletin; dan media sosial.

Ekosistem bisnis saat ini adalah membawa perubahan besar dan mengacak-acak struktur, operasi dan model bisnis yang ada. Konvergensi pasar telah mengurangi hambatan bisnis untuk masuk, menggoyahkan bisnis yang telah lama berdiri dan berjaya dan model bisnis yang mendasari mereka. Pemain bisnis baru yang secara teknis mungkin tidak terlalu canggih namun bisa bekerja cepat dan signifikan telah mengganggu pemain bisnis dan cara lama dan mapan.

Adopsi teknologi kreatif menciptakan ketidakseimbangan strategis perusahaan-perusahaan yang belum memahami bagaimana menggunakan teknologi secara efektif dan perusahaan yang belum menyadari bahwa mereka bermain dalam suatu ekosistem yang tidak stabil. Adopsi teknologi digital telah menyebabkan gangguan proses di beberapa industri (misalnya otomotif dan jasa) dan menyebabkan makin menyeruaknya model bisnis baru (mis Über, Airbnb) dan produk baru (misalnya robot, cetak 3D, dll).

Manajer pemasaran di era milenium baru kini dihadapkan pada pilihan saluran media yang luas dan beragam untuk mengirim komunikasi pemasaran kepada pelanggan. Dulu orang menganggap saluran internet banner, e-mail dan blog, dan juga komunikasi ponsel, seperti pesan teks (SMS) dan TV ponsel sebagai yang paling signifikan. Internet dan e-mail telah telah menjadi bagian sehari-hari di tempat kerja dan rumah kehidupan jutaan orang di seluruh dunia. Pesan teks melalui ponsel juga meningkat (Barwise dan Strong, 2002). Namun semua itu kini terasa ketinggalan.

Dengan penyerapan yang cepat dan luas dari saluran media elektronik baru, saluran komunikasi tradisional seperti televisi, mail, telemarketing, dan penjualan dari pintu ke pintu pintu-ke-pintu akan menurun, setidaknya sampai batas tertentu. Bukti ini sudah jelas seperti yang terjadi pada jaringan televisi di Amerika Serikat, di mana rata-rata peringkat menurun dan televisi mengalami penurunan pangsa pendapatan iklan (La Monica, 2006).

Televisi masa depan bukanlah televisi seperti yang ada sekarang. Operator TV kabel ke depan berjuang untuk mendapatkan sebuah kotak yang bisa memposisikannya teratas dalam pencarian program. Gangguan paling nyata dalam televisi bukan datang dari smart-TV, melainkan aplikasi pintar yang menggunakan layar TV sebagai tampilan. Aplikasi seperti Wappzapp memungkinkan seseorang  untuk menemukan konten video populer online, konten yang disukai teman-temannya atau bersama-sama mereka. Tablet atau ponsel menjadi baik remote control dan aplikasi pintar mengungguli TV-broadcasters dalam membantu orang untuk menemukan konten yang mereka (atau teman-teman mereka) sukai.

Ketika model komunikasi pemasaran berubah, muncul tantangan yang harus diatasi dan peluang yang harus diraih. Sebagai contoh, ada kebutuhan yang berkembang di antara klien untuk mendapatkan pemahaman tentang budaya dan tren yang membentuk perilaku konsumen. Pemasaran massal bukan lagi dengan pesan yang seragam untuk semua. Namun mentaerget banyak orang dengan  mempromosikan produk yang terdiferensiasi berbagai lapisan branding. Ini membutuhkan begitu banyak kreativitas sehingga bisa membuat produk komoditas dipercakapan banyak orang secara layak, dipercaya dan menarik.

Hari-hari makin banyak perusahaan atau merek bahkan personal menggunakan internet atau media online untuk branding. Ketika pengguna internet masih kecil, penggunaan media online mungkin tanpa strategi yang canggih peluang untuk mendongkrak popularitas bahkan transaksi mungkin besar.
Platform seperti Facebook, Pinterest, Twitter, dan Snapchat kini mengalahkan penerbit tradisional sebagai pemain yang paling besar kekuasaan dalam lanskap media. Penerbit modern seperti BuzzFeed, BuzzFeed, Mic, Popsugar, dan Vice kini menyadari bahwa rahasia sukses mereka tidak terletak pada waktu yang dihabiskan pada properti mereka, tetapi frekuensi kunjungan ke properti mereka dan jangkauan konten mereka.

Jangkaun memang menjadi penentu. Beberapa perusahaan media besar, saat ini tidak lagi menjadi terbesar karena distribusi yang kurang baik. Sebagai lawan penerbit seperti Condé Nast, atau portal  jaringan seperti Yahoo! yang selama beberapa tahun memegang tempat teratas sejak awal era digital, platform terbaik saat ini adalah yang paling cocok untuk lingkungan saat ini dan berhasil menggeser tuntutan konsumen dan bisa dioptimalkan pada konteks kebutuhan konsumen. Yang terbaik adalah mereka yang berhasil menyesuaikan dengan kualitas setiap konsumen, masing-masing dan pada setiap kunjungan konsumen. Ini karena semua orang mengumpani Facebook atau Twitter pada waktu berbeda dan unik.

Persoalannya, kecepatan itu juga berarti memperbesar peluang beredar informasi yang kurang akurat atau mungkin dibuat kurang kurang oleh orang-oang yang kebetulan membenci merek. Disinilah tantangan agensi marketing communication. Ketika orang berbicara tentang " content marketing" atau " native advertising," "platformification" media, itu adalah alasan, dan adopsi media sosial dan migrasi ke perangkat mobile adalah akar penyebabnya.

Content marketing harus ada karena platformification media modern telah mengubah perilaku orang yang setiap hari berusaha dijangkau oleh praktisi marketing communication. Mereka telah menjadi sekumpulan pribadi-pribadi dan pengadopsi budaya populer yang lebih dari sebelum-sebelumnya. Platform sosial media menjadi tempat mereka tidak hanya untuk mengekspresikan diri, tetapi menemukan konten mereka sendiri. Berkat platform, orang semakin bisa hidup di luar jangkauan iklan. Dengan platform, terutama yang ada pada perangkat mobile, orang-orang bisa membatasi jumlah iklan yang benar-benar ingin dilihat.

Ketika pengguna internat makin banyak, dan makin banyak merek yang memanfaatkan media online bahkan media sosial, peluang menjadi semakin kecil karena yang memperebutkannya semakin banyak. Disini tantangannya karena sementara banyak merek menggunakan media sosial untuk pitch dan menjual secara online, logikanya peluangnya semakin kecil. Namun, sepertinya peluang itu justru semakin lebar karena makin banyak media yang bisa digunakan.

Platform media sosial bukanlah tempat untuk secara terang-terangan menawarkan produk atau mempertontonkan kekuatan persuasi Anda. Inti dari media sosial adalah menjadi sosial, bukan untuk jualan. Media sosial adalah tempat orang menyuarakan pendapat, merasakan nikmatnya berkomunitas, dan berbagi foto. Jadi ketika seseorang menyerang ruang yang nyaman itu dengan penjualan, orang merasa  privasi diserang. Orang sebetulnya tidak ingin orang lain menjual produk melalui online.

Makin banyaknya orang memanfaatkan content marketing (pemasaran konten) merupakan bukti bahwa kita semakin menjauh dari model penjualan tua. Model pemasaran yang makin berorientasi pada upaya merangkul pelanggan dilakukan secara lebih terintegrasi, secara terus menerus berubah, dan dilakukan dengan pendekatan hubungan yang makin terfokus.

Agensi marketing communications yang bertanggung jawab dalam eksekusi penggunaan channel komunkasi pemasaran dituntut untuk semakin peduli tentang semua yang berlangsung pada pelanggan. Tugasnya adalah memastikan bahwa mereka memang mempunyai keahlian dalam memilih chanel tersebut. Ini karena klien menelepon mereka ketika pesan-pesan pemasaran yang mereka sampaikan melalui iklan misalnya mengalami kelelahan. Mereka (klien) selalu menginginkan solusi baru. Disinilah kepercayaan klien terhadap agensi menjadi taruhan, apakah akan menjadi mitra terus atau selesai.

Agensi marketing communication tidak membuat teknologi sendiri (meskipun dalam beberapa hal adalah keharusan) - tapi mereka membutuhkan orang-orang kreatif baik di otak kiri maupun kanan yang dapat menarik tuas, tahu kapan harus berbuat dan kadang-kadang ketika menemukan tuas baru mereka menggunakannya untuk mendorong inovasi dan membangun tim dengan sudut pandang yang berbeda namun memiliki kreatif, data dan alur kerja yang saling melengkapi.

Teknologi mungkin telah berubah. Akan tetapi orang-orang didalamnya mungkin belum benar-benar berubah banyak. Evolusi adalah proses yang sangat lambat, dan orang benar-benar menghargai hubungan pribadi. Ini berarti, di era disruptif, agensi tetap perlu menumbuhkan visi kemitraan, karena klien yang menyadari bahwa Anda benar-benar berinvestasi dalam relationship, melihat Anda lebih dari sekadar sebagai vendor atau pemasok. Menghabiskan uang pada teknologi untuk institusi itu sendiri, bukan untuk pelanggan, adalah sesuatu yang pemilik agensi sering lakukan. Untuk itu, bsaat inilah waktu yang tepat mengelola hubungan pelanggan dengan lebih baik. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar