Rabu, 18 Oktober 2017

Public Relations Adverserial


Kaget tak kaget ketika saya membaca berita dengan judul “DigeledahPolri Terkait Korupsi, Begini Tanggapan Manajemen Bank BJB’ yang dimuat Tribunnews.com, Rabu, 18 Oktober 2017, pukul 10:13 WIB. Kaget karena di atas judul berita tersebut ada tulisan Advertorial, yang merupakan gabungan antara advertising dan editorial.

Karena advertising sudah tentu untuk pemuatan berita tersebut, perusahaan harus membayarbesaran uang tertentu kepada media sehingga ketika saya share ke beberapa grup, mereka juga kaget bahkan ada yang menilai aneh. “Imho, itu hak jawab, hak klarifikasi utk berita awalan, memang jadi terasa aneh klo harus bayar,” kata seorang teman.


Advertorial merupakan salah satu bentuk periklanan yang ada di media massa dengan menggunakan gaya bahasa jurnalistik. Dalam praktik konvensional, advertorial dimanfaatkan untuk memperkenalkan serta mempromosikan kegiatan, produk, atau jasa dari suatu perusahaan kepada khalayaknya. Dalam konteks tersebut, advertorial biasanya untuk pendamping, penerjemah, sekaligus penafsir iklan display yang terdapat di media massa.  

Saya tidak kaget karena dua hari lalu saya membaca membaca salah satu topik bahasan dalam buku Teori Komunikasi Massa yang ditulis oleh John Vivian tentang public relations adversarial. Di bagian itu ditulis cerita tentang sepak terjang Vice President Public Relations Mobil Oil yang melakukan taktik agresif ketika pada 1970an Mobil Oil memutuskan untuk tidak menerima begitu saja keritikan media.  Tahun 1960an hingga pertengahan 1980an dianggap sebagai zaman keemasan public relations ketika profesi PR seakan mendapat mandat, keterampilan dan amunisi menghadapi kritik yang ditujukan kepada organisasi atau perusahaan dan orang-orang yang mereka wakili.

Herb Schmertz yang menjadi pemandu ujung tombak public relations Mobil Oil Corps yang saat itu di bawah kepemimpinan Rawleigh Warner, Jr, sebagai Chairman dan CEO, “melawan” kritik media yang sering ditujukan kepada perusahaannya. Bisa jadi ini karena latar belakang Schmertz yang mendapatkan gelar sarjana hukum dari Columbia. Tahun 1968 dia sempat cuti dan bekerja sebagai Tim Sukses  Presiden Robert F. Kennedy. Sebelas tahun kemudian, dia juga cuti lagi dan bergabung dalam Tim kampanye Calon Presiden Edward M. Kennedy sebagai konsultan media.

Selama masa jabatan Warner, Mobil beroperasi pada tingkat nol saat krisis energi tahun 1970an, dan merupakan target utama masyarakat Amerika yang frustrasi atas ketersediaan dan harga minyak. Selama lebih dari satu dekade, Mobil terus dibidik media dan sering dianggap sebagai perusahaan yang serakah dan dilabelkan sebagai perusahaan kapitalis yang tak terkendali.

Herb Schmertz membalas kritik publik terhadap Mobil dengan taktik PR hardball. Alasannya, jika perusahaan tidak berpartisipasi secara proaktif dalam wacana atau pembicaraan negatif misalnya,  wajar bila reputasi mereka terganggu. Di bawah rezim "konfrontasi kreatif," Schmertz menerapkan sejumlah taktik inovatif dan kontroversial, seperti:

Memperkenalkan iklan advokasi modern, atau "advertorial", yang untuk pertama kalinya muncul di halaman OpEd New York Times pada tahun 1970. Komentar mingguan Mobil, yang oleh Schmertz disebut sebagai "tindakan pamflet yang terhormat," mencakup serangkaian tema-tema terkait dengan energi secara luas – seperti masalah lingkungan, cadangan minyak, perpajakan, peraturan - dan juga menghadapi para pencela. Advertorial Mobil akhirnya diterbitkan secara berkala mingguan di beberapa surat kabar terkemuka selama tiga dekade, dan berfungsi sebagai template untuk profesi PR.

Selain membuat advertorial, Mobil di era Schmertz juga selalu merespon media yang memberitakan Mobil secara negatif. Mobil tak segan-segan mengirimkan keluhan resmi ketika media meliput pandangan perusahaan secara tidak adil. Bahkan pada tahun 1984 Mobil memboikot Wall Street Journal dengan menolak memberikan informasi bisnis utama negara tersebut, merespon permintaan wawancara wartawan dan beriklan di WSJ sebagai balasan atas tulisan tentang WSJ yang dianggap tidak akurat dan tidak tepat. 

Meskipun taktik over-the-top dianggap kekanak-kanakan oleh banyak eksekutif PR dan media, namun tindakan Mobil tersebut seakan memberikan sinyal kuat kepada publik dan editor Wall Street Journal bahwa mereka tidak tinggal diam. Dalam buku 'Good-Bye to the Low Profile: The Art of Creative Confrontation,' yang ditulisnya bersama William Novak, pada 1986, Schmertz berpendapat bahwa perusahaan harus menarik dukungan finansial mereka dari kelompok yang mengkritik mereka dan iklan mereka dari surat kabar dan stasiun televisi yang cakupannya dianggap tidak adil.

Mobil juga mengirimkan perwakilan perusahaan untuk melakukan tur media guna menyebarkan pandangan mobil ke konstituen mereka sebanyak mungkin. Di luar itu, Mobil menjadi sponsor kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan Mobil secara langsung seperti mensponsori serial acara televisi di PBS, Masterpiece Theatre. Herb Schmertz menyebut ini sebagai "pemasaran yang bertujuan mendapatkan  tujuan", di mana khalayak mengaitkan usaha yang sukses dengan perusahaan yang mensponsori mereka.

Herb Schmertz bukanlah koboi PR yang ceroboh. Filosofi komunikasinya sesuai dengan prinsip demokrasi, dan taktiknya masuk akal dan efektif. Dalam klip berdurasi dua menit di YouTube, Schmertz yang sekarang berusia 84 tahun dengan fasih menggambarkan bagaimana strategi PR yang mencolok dan kadang-kadang abrasif itu merupakan cerminan dari kewajiban perusahaan, sebagai penjaga sumber daya  fisik, manusia dan ekonomi yang signifikan, untuk mempertahankan perannya sebagai salah satu pilar kebebasan.

Berbeda dengan manajemen merek era Schmertz, sebagian besar praktisi PR saat ini terbelenggu oleh pemikiran penasihat hukum perusahaan, yang menganjurkan strategi PR yang tidak konfrontatif, menasihati para CEO untuk duduk dan menunggu badai berlalu. Fokus satu sisi yang bertahan lama terhadap keengganan risiko hukum ini tidak hanya menghalangi banyak organisasi merebut peluang untuk mengelola reputasi merek mereka secara efektif, namun juga melemahkan profesi public relations. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar