Sabtu, 24 Februari 2018

Congeniality - Bersahabat dan Menyenangkan

Image result for perdebatan di WA

Komunikasi merupakan sesuatu yang alami dimiliki oleh manusia. Ini karena kita adalah mahluk  sosial: kita mencari, menemukan dan mengandalkan koneksi kita satu sama lain untuk mencapai kesejahteraan fisik dan psikologis kita.

Jika Anda berdiri di jalan mengamati bagaimana orang berperilaku, Anda akan melihat bahwa mereka sering berkomunikasi; mereka melakukan kontak mata, tersenyum, menyentuh, berbicara, menelepon, mengirim pesan, dan menandatangani.

Sabtu (24/2) kemarin, saya sengaja melibatkan diskusi dalam grup What’sApp yang diakui atau tidak kadang-kadang tidak beraturan. Kadang-kadang ada teman yang asal melemparkan isu tanpa dicek kebenaran, kadang pula ada yang membalasnya dengan komentar yang juga tanpa didukung dengan data.  Terus terang saya asyik mengikutinya. Hanya karena waktu, saya kadang-kadang jeda mengikutinya.

Saya menganggap terlibat dalam diskusi grup tersebut sebagai latihan dan belajar bagaimana berkomunikasi yang baik. Nyatanya, harus saya akui, saya gagal. Kenapa? Tujuan dari komunikasi yang paling utama adalah mencapai kesepahaman. Dalam konteks grup WA tadi, itu berarti – melalui berbagai argumentasi -- saya harus bisa mengubah pandangan lawan diskusi saya.

Saya akui saya gagal dalam memahami kesepahamanan. Dalam bayangan saya, kesepahaman bisa saja berarti kesetujuan atau ketidaksetujuan. Kesetujuan berarti terdapat kesamaan pandangan pada satu gagasan, ketidaksetujuan berarti masing-masing pihak berpegang pendapat atau sikap sendiri-sendiri.

Dalam konteks inilah diperlukan congeniality atau masing-masing mitra komunikasi tetap menjaga hubungan yang bersahabat dan menyenangkan satu sama lain selama dan sampai pada akhirnya menghasilkan ketidaksepakatan. Menjadi komunikator yang menyenangkan penting dalam organisasi agar para pemangku kepentingan tetap bersahabat dan saling bergaul.

Kunci untuk menjadi komunikator yang menyenangkan adalah kemampuan komunikator untuk mengendalikan emosi saat pesan dipertukarkan atau disampaikan namun mendapat tanggapan yang tidak sesuai dengan keinginan sang komunikator atau pasangan komunikasinya secara emosional – dalam penyampaikan pesan atau postingannya menjadi agresif.

Idealnya, ketika terjadi perbedaan pendapat yang kuat, maka-maka pesan yang disampaikan idealnya berfokus pada poin positifnya. Pada kenyataannya, saya sering memfokuskan pada pesan negatifnya sehingga direspon secara negatif pula oleh lawan komunikasi saya.

Demikian pula, manakala sebuah postingan mendapat respon menantang dan diskusi dalam suatu grup memanas, idealnya saya bersikap tenang. Bagaimanapun ketika berada dalam situasi di mana kata-kata membuat situasi memanas, mereka yang terlibat harus bisa mengendalikan diri dan tetap tenang, bersikap dewasa dan professional menjunjung etika berkomunikasi. 

Etika mengacu pada perilaku yang sesuai. Menjadi seorang komunikator yang beretika menyiratkan bahwa seorang komunikator memperlakukan lawan komunikasinya secara jujur, terbuka, dan adil. Komunikasi yang tidak etis biasanya menyebabkan hilangnya kepercayaan dan rasa hormat, sehingga mengganggu inti komunikasi yang efektif. Meskipun masing-masing komunikator tidak memiliki kontrol terhadap perilaku etis mitra komunikasinya, setidaknya yang bersangkutan bisa menjadi komunikator yang beretika.

Robert G. lnsley, dalam buku Communicating in Business, memberikan gambaran bahwa seorang komunikator yang baik adalah yang mengerti bahwa berkomunikasi secara efektif dalam situasi apapun merupakan suatu proses yang kompleks, banyak hambatan dan tantangannya. Ini mengimplikasikan bahwa komunikasi merupakan serangkaian keterampilan yang harus dipelajari, dilatih dan disempurnakan.

Daikuai atau tidak, berkomunikasi tidak hanya suatu rangkaian kegiatan biasa, atau menganggap bahwa kemampuan berkomunikasi pada dasarnya telah terbentuk sejak lahir sehingga tidak perlu diperbaiki. Seseorang mungkin enggan memperbaiki kemampuan untuk mendengarkan karena merasa bahwa kemampuan tersebut telah ada sejak dia lahir sehingga tidak memerlukan perbaikan.

Kadang-kadang sikap seperti itu muncul pada saya. Padahal, mendengarkan memerlukan kerja keras terus menerus, keterampilan khusus, pengetahuan tentang hambatan bersama untuk mendengarkan, dan sikap yang benar.

Terus terang kemampuan saya lemah dalam mengendalikan emosi. Idealnya, bila menerima pesan email yang membuat marah, alih-alih menulis respon yang pedas, menyarankan untuk mendinginkannya sebelum meresponsnya.

Idealnya, komunikator yang baik memahami bahwa waktu memainkan peran dalam mengembangkan, mentransmisikan, menerima, dan menanggapi pesan. Semasih saya bekerja di Jawa Pos, Pak Dahlan Iskan – Bos Jawa Pos – sempat mewanti-wanti saya untuk tidak menanyai reporter yang baru pulang dari liputan. Katanya, orang yang baru pulang atau masuk rumah dari perjalanan itu gampang marah.
  
Di sisi lain, komunikasi bisa jadi tidak efektif manakala komunikator atau komunikannya berada dalam kondisi lelah atau secara semosional marah. Seperti yang disampaikan Pak Dahlan, terkadang orang perlu beristirahat atau mendinginkan diri sebelum melanjutkan komunikasi. Jika seseorang perlu menulis surat penting, tapi dia lelah, disarankan untuk beristirahat dan menuliskan sehabis istirahat jika jadwalnya memungkinkan.

Praktik komunikasi yang baik menunjukkan bahwa masing-masing yang terlibat dalam komunikasi berusaha saling memahami. Dengan pemikiran ini, realitasnya ada yang terjebak dalam upaya memaksa mitra komunikasi masuk ke dalam jadwalnya. Karena ada kebutuhan, tengah malam kita menelpon seseorang.

Jika pasangan komunikasi Anda bukan orang yang biasa bangun pagi, panggilan pukul 08.00 pagi kemungkinan tidak akan direspon sebagaimana panggilan yang dilakukan pada pukul 13.00 siang. Atau, jika Anda menjadwalkan pertemuan pada Jum’at pukul 16.30, maka hal itu tidak akan berlangsung karena pasangan komunikasi Anda mungkin sedang fokus menyelesaikan sesuatu.

Disinilah pentingnya mengetahui dan menganalisis audiens, suatu kemauan untuk mengetahui beberapa faktor tentang pasangan komunikasi. Diakui atau tidak, analisis audiens dalam organisasi saat ini lebih penting daripada sebelumnya. Makin cepatnya kemajuan dan perkembangan teknologi membuat informasi muncul seketika dan jumlah yang begitu banyak.

Dengan menganalisis audiens komunikasi Anda, Anda akan lebih mampu menentukan kata, strategi, dan media yang tepat untuk setiap situasi. Pada gilirannya, dengan analisis Anda, Anda bisa meminimalkan kesalahpahaman, sambil memaksimalkan pemahaman.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar