Rabu, 08 Maret 2023

KOMUNIKASI PERUBAHAN: PENTINGNYA KREDIBILITAS KOMUNIKATOR


Pada tahun 2003, pemerintah Nigeria memulai program vaksinasi polio yang tidak berhasil karena masih ada segmen masyarakat yang belum divaksinasi, kekurangan stok vaksin dan sebagainya. Penyebaran virus polio semakin meluas di Nigeria dan menyebar ke negara-negara tetangga.

Salah satu faktor penyebab kegagalan program vaksinasi polio di Nigeria pada tahun 2003-2004 adalah kurangnya komunikasi efektif antara pemerintah dan masyarakat. Banyak masyarakat di Nigeria yang tidak percaya bahwa vaksin polio aman dan dianggap sebagai bagian dari konspirasi pemerintah dan organisasi internasional. 

Penyebaran polio di Nigeria juga disebabkan oleh adanya kelompok militan yang menguasai wilayah tertentu dan tidak memberikan akses bagi petugas kesehatan untuk melakukan vaksinasi.

Pemerintah Nigeria kemudian memperbaiki komunikasi dengan masyarakat, termasuk dengan melibatkan pemimpin-pemimpin agama dan masyarakat dalam kampanye vaksinasi. Dalam beberapa tahun terakhir, Nigeria berhasil mengurangi jumlah kasus polio secara signifikan melalui program vaksinasi yang lebih efektif dan komunikasi yang lebih baik dengan masyarakat.

Tahun 2020, Jo Tacchi dan Thomas Tufte menerbitkan buku yang berjudul "Communicating for Change: Concepts to Think With." Buku ini membahas berbagai konsep penting yang terkait dengan komunikasi untuk perubahan sosial.

Jo Tacchi adalah seorang profesor di bidang komunikasi dan teknologi di RMIT University di Melbourne, Australia, sedangkan Thomas Tufte adalah seorang profesor di bidang desain komunikasi di Universitas Roskilde di Denmark. Keduanya memiliki latar belakang yang luas dalam penelitian dan praktik komunikasi untuk perubahan sosial dan pembangunan berkelanjutan.

Top of Form

Tachi dan Tufte mendefinisikan perubahan sosial sebagai suatu proses yang melibatkan berbagai tindakan dan praktik untuk menghasilkan transformasi sosial yang positif. Contoh transformasi sosial yang positif seperti muncul atau meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan mental, dan semakin terbukanya masyarakat untuk mencari bantuan dan dukungan dalam mengatasi masalah mental. Ini menghasilkan transformasi positif dalam cara pandang dan stigma terhadap masalah kesehatan mental misalnya.

Menurut Tacchi dan Tufte, proses perubahan dapat terjadi dalam berbagai skala, mulai dari individu – seperti gangguan kepribadian antisosial, borderline, dan narcissistic -- hingga masyarakat secara keseluruhan. Transformasi sosial di masyarakat secara keseluruhan dapat melibatkan perubahan-perubahan dalam tata nilai, kebiasaan, cara berpikir, cara hidup, dan pola interaksi sosial yang lebih luas.

Contohnya, perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat yang awalnya memiliki nilai konservatif yang kuat dalam hal ekonomi misalnya. Dalam konteks ini, perubahan sosial yang terjadi dapat melibatkan perubahan struktur sosial, seperti terjadinya pergeseran dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri atau dari masyarakat berbasis keluarga menjadi masyarakat yang lebih individualis. Perubahan sosial ini sering kali disebabkan oleh faktor-faktor seperti teknologi, ekonomi, politik, dan budaya.

Proses perubahan tersebut bisa meliputi pengenalan dan pengakuan adanya masalah, pencarian dukungan dan sumber daya, pengambilan tindakan, dan pembentukan kebiasaan sehat untuk menjaga kesehatan mental di masa depan. Perubahan ini dapat memberikan dampak positif pada kesehatan fisik, interaksi sosial, dan kualitas hidup secara keseluruhan.

Proses ini melibatkan banyak aktor dan organisasi dalam menciptakan pemahaman yang lebih baik dan solusi untuk berbagai masalah sosial dan lingkungan yang ada. Dalam konteks ini, komunikasi dianggap sebagai alat yang sangat penting dalam mencapai perubahan sosial yang diinginkan.

Dalam membawa perubahan sosial sosal, komunikator memainkan peran penting. Dalam konteks ini, komunikator harus memahami konteks dan masyarakat yang dituju, serta memiliki keterampilan dan keahlian yang dibutuhkan untuk mengkomunikasikan pesan dengan efektif.

Jo Tacchi dan Thomas Tufte tidak secara khusus berfokus pada komunikasi organisasi. Mereka lebih memfokuskan bahasannya pada penggunaan komunikasi sebagai alat untuk perubahan sosial dan pengembangan masyarakat. Buku ini membahas berbagai konsep dan teori dalam komunikasi yang dapat digunakan dalam konteks komunikasi untuk perubahan sosial, seperti komunikasi partisipatif, komunikasi pemberdayaan, dan komunikasi alternatif.

Komunikator dianggap sebagai fasilitator yang menghubungkan dan memfasilitasi interaksi antara individu, kelompok, dan organisasi dalam konteks perubahan. Contoh konkret dari peran komunikator sebagai fasilitator dapat terlihat dalam proyek pengembangan masyarakat yang melibatkan partisipasi warga dalam proses perencanaan dan implementasi program.

KREDIBILITAS KOMUNIKATOR

Seorang komunikator dapat bertindak sebagai mediator antara kelompok warga dan pihak pengembang program, membantu menjembatani perbedaan pandangan dan memfasilitasi dialog yang konstruktif. Selain itu, seorang komunikator juga dapat memfasilitasi sesi pelatihan atau workshop yang memungkinkan para peserta untuk berbagi pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan, sehingga dapat memperkuat kapasitas individu dan kelompok dalam merespons perubahan sosial yang terjadi.

Terdapat beberapa faktor yang membuat komunikator mudah diikuti orang lain atau tidak. Salah satunya adalah kredibilitas. Komunikator yang memiliki kredibilitas tinggi cenderung lebih mudah diikuti karena dianggap memiliki pengetahuan, pengalaman, atau otoritas yang mumpuni dalam topik yang dibahas.

Hasil penelitian Aruman et al. (2018, 2023) memperlihatkan bahwa kredibilitas komunikator (sumber pesan) memiliki peran dalam membentuk kualitas komunikasi, dan Kesiapan Berubah. Sedangkan variable lainnya tidak memiliki peran.  Kredibilitas adalah persepsi bahwa seseorang memiliki informasi yang bisa dipercaya. Jika khalayak menilai tinggi komunikator dan menghargai informasi yang diberikan, komunikasi tersebut dikatakan memiliki kredibilitas tinggi.

Menurut Hovland & Weiss (1951), sumber pesan – asal dari pesan disampaikan -- memiliki pengaruh yang kuat pada kepercayaan terhadap pesan. Kredibilitas terkait erat dengan kepercayaan, sebuah elemen penting dalam hubungan pribadi dan profesional.

Kredibilitas sumber mengacu pada persepsi penerima pesan bahwa sumber pesan adalah ahli dan dapat dipercaya (Kelman & Hovland, 1953; Tormala et al., 2006). Pesan dan argumen dari sumber yang dipersepsikan memiliki keahlian lebih dipercaya (Sternthal et al., 1978). Penelitian Aruman et al. (2018; 2023) menunjukkan pengaruh kredibilitas sumber pesan sangat menonjol, sedangkan pesan dan komunikasi partisipatif tidak berpengaruh.

Dalam konteks perubahan konteks komunikasi biasanya melibatkan dialog, umpan balik, keterbukaan, kebersamaan, rasa saling percaya antara komunikator dan komunikan, serta rasa keadilan. Kualitas saluran komunikasi yang digunakan dalam komunikasi bisa saja tidak memuaskan, namun hal ini bisa diatasi dengan menampilkan komunikator yang memiliki kredibiltas.  

Menurut Johnson et al (2005), atribut dari sumber pesan juga dapat menimbulkan insentif tertentu pada perubahan sikap. Konsisten dengan model perubahan sikap, pesan dari sumber yang menarik, memiliki status sosial yang tinggi, disukai, diangap ahli, dapat dipercaya, dan kuat lebih, efektif daripada pesan dari sumber yang tidak memiliki atribut ini. Hal itu berlaku sebaliknya. Bila sumber pesan kurang kredibel, akan memberikan dampak sebaliknya (Johnson et al., 2005)

Sebagaimana didefinisikan oleh Hovland & Weiss (1951), kredibilitas pesan adalah aspek yang bergantung pada pesan yang dikomunikasikan, bukan pada sumbernya atau media komunikasi. Dengan demikian, kredibilitas pesan tergantung pada semua informasi yang terkandung dalam pesan itu sendiri.

Pesan-pesan yang disampaikan kepada pedagang terkait dengan revitalisasi (transformasi dari pasar tradisional ke modern) bisa jadi dilakukan dengan lebih banyak pengulangan pesan-pesan lama yang sudah disampaikan. Hal ini berisiko karena bisa menimbulkan kejemuan. Seperti yang dikatakan Rethans, Swasy, dan Marks (1986), ketika pengulangan pesan meningkat, dua proses psikologis yang berbeda dan berlawanan - pembiasaan positif dan kebosanan - ikut bermain (teori dua faktor, Berlyne 1970).

Pembiasaan positif menyiratkan bahwa, saat paparan stimulus baru meningkat, ketidakpastian orang dan perasaan konflik tentang stimulus berkurang. Akan tetapi, dengan meningkatnya paparan terhadap suatu stimulus, maka afek seseorang terhadap stimulus tersebut berkurang karena mengalami kebosanan, kebosanan, dan reaktansi.

Sumber informasi yang kredibel lebih handal dan lebih dapat dipercaya karena sumber-sumber ini mewakili tingkat keahlian tertentu. Penelitian ini memberikan gambaran bahwa keahlian pengelola pasar yang dipersepsikan pedagang masih rendah. Sementara itu, tanpa ketepercayaan, pembelajaran bersama, berbagi dan transfer pengetahuan, pemecahan masalah secara kreatif, dan perbaikan proses sulit dihasilkan (Argyris, 1999).

Hal ini, seperti dikatakan Morosan & Fesenmaier (2007), persepsi kualitas informasi atau argumen dan kredibilitas sumber sangat penting dalam hal kekuatan konten untuk mempengaruhi sikap seseorang. Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan dalam sumber pesan. Berdasarkan penelitian Tormala & Petty (2004), perubahan sumber pesan dapat membuat orang yang semula menolak perubahan, berubah menjadi menerima.

Dari sudut pandang teori response kognitif (Blackwell, 1995), kesediaan orang yang menerima perubahan karena kredibilitas sumber pesan dapat menghalangi argumentasi kontra terhadap pesan semisal yang tidak menyokong sehingga menghasilkan penerimaan.

Jika sumber memiliki kredibilitas rendah, penerima pesan sulit mendengarkan pesan dari sumber (Walster & Festinger, 1962). Sumber yang memiliki kredibilitas rendah bisa mempengaruhi penerima pesan bila menyajikan bukti faktual (McCroskey, 1969). Dalam hal revitalisasi pasar, yang disampaikan sumber masih bersifat harapan, bukan bukti faktual. Situasi ini yang membuat pesan yang disampaikan sumber tidak diperhatikan.

Penelitian menunjukkan bahwa sumber yang sangat kredibel menghasilkan pesan yang lebih persuasif apabila argumen yang disampaikan cocok dengan pandangan penerima pesan (Tormala et al., 2006). Kredibilitas sumber dapat menjadi petunjuk penting dalam melihat pengaruh kepercayaan terhadap kualitas penyedia layanan kepercayaan, dan persepsi risiko perilaku yang kurang baik. 

Tingkat ketepercayaan terhadap sumber pesan juga mempengaruhi tingkat penerimaan pesan. Priester dan Petty (1995) menemukan bahwa sumber pesan yang tidak dapat dipercaya menyebabkan seseorang melakukan lebih banyak elaborasi pesan. Hal ini dikarenakan ketika menghadapi sumber yang tidak dapat dipercaya, orang tidak yakin apakah informasi yang diberikan akurat. Karenanya, mereka semakin berhati-hati sebelum memastikan validitas pesan yang disampaikan sumber pesan yang kurang dipercaya tadi.

Sebaliknya, ketika dihadapkan dengan sumber yang dapat dipercaya, orang dengan mudah yakin bahwa informasi yang diberikan akurat dan dengan demikian menerima pesan tersebut tanpa berpikir lagi apakah pesan itu valid atau tidak. Nan (2009) memperluas gagasan tersebut pada sumber kredibilitas lainnya, yakni keahlian sumber pesan. Jika sumber memiliki keahlian rendah, orang cenderung untuk terlibat dalam elaborasi pesan yang lebih luas untuk memastikan validitas informasi yang disampaikannya. Di sisi lain, jika sumber memiliki keahlian yang tinggi, orang cenderung untuk menerima pesan sebagai sah tanpa terlalu banyak berpikir (Nan 2009).

Berdasarkan itu, Nan (2009) menyimpulkan kredibilitas sumber yang mempengaruhi tingkat elaborasi sebuah pesan, dapat berdampak terhadap sikap kepastian. Lebih khusus, sumber pesan dengan kredibilitas yang rendah, dibandingkan dengan satu dengan kredibilitas tinggi, untuk membangun sikap kepastian penerima pesan, sumber pesan harus berusaha lebih keras untuk membangun keahlian dan tingkat kepercayaannya.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar