Sabtu, 09 Februari 2019

Leisure Class Redup Muncul Elit Baru, Aspirational Class



Makanan atau menu yang lezat dan penghargaan bintang Michelin – semacam rating untuk restoran dan hotel -- berarti restoran itu dihiasi dengan lampu gantung, taplak meja putih, dan pelayan anggun dengan aksen elegan. Bisa jadi tak banyak orang yang memperhatikan bagaimana para pramusaji restoran itu membungkuk badannya saat menghidangkan makanan di meja tetamu.

Namun saat ini fenomena itu mungkin beberapa mengalami perubahan. Banyak juga cerita atau postingan di instagram yang menunjukkan orang-orang antri untuk duduk di restoran mie yang ramai. Mereka dengan penuh semangat mencari restoran yang menyediakan burger atau kentang goreng  organik dan sausnya buatan sendiri.

Resto hotel bintang lima di Bandung, Jakarta dan sebagainya kini banyak yang menyediakan menu organic dan untuk vegetarian. Millenial seperti Helga Angelina Tjahjadi (28) rela meninggalkan zona nyamannya di Belanda dan kembali ke Tanah Air untuk mewujudkan mimpinya di bisnis makanan sehat berbasis lingkungan, Burgreens.

Helga adalah Co-founder Burgreens Organic Eatery and Home Delivery, sebuah restoran makanan sehat berbasis makanan nabati dan organik di Jakarta yang berdiri sejak November 2013. Bersama sang suami, Max Mandians, melalui Burgreens, Helga berusaha memecah mata rantai distribusi bahan mentah yang acap kali merugikan petani. Caranya, mereka membeli bahan baku langsung dari petani dan memberdayakan perempuan berpendidik.

Dalam buku Smart Casual, Alison Pearlman menunjukkan meningkatnya informalitas dalam desain restoran Amerika kontemporer saat ini. Desain, menurut Pearlman, bukanlah semata-mata urusan  arsitektur. Dalam desain, ada korelasi antara rasa dan status sosial dimana batas antara kelas yang tinggi dan rendah dibuat sefleksibel mungkin sehingga memungkinkan seseorang untuk mencoba dan makan segalanya namun tetap dalam koridor keramahtamahan.  

Baru-baru ini, publik Indonesia banyak mendiksuiskan soal Society 5.0, konsep strategis bagian dari Kebijakan Dasar tentang Ekonomi dan Manajemen Fiskal dan Reformasi Jepang tahun 2016. Konsep ini mengasumsikan bahwa teknologi  menciptakan perubahan dramatis yang secara mendasar mengubah masyarakat dan inovasi.

Secara tradisional, inovasi yang didorong oleh teknologi bertanggung jawab bagi pengembangan sosial. Di masa mendatang, dalam konsep Society 5.0, harus ada perubahan cara berpikir yang berfokus pada  bagaimana membangun masyarakat sehingga mereka bahagia dan memberikan rasa berharga.

Tidak seperti Leisure Class yang digambarkan Thorstein Veblen, driver dari Society 5.0 adalah mewujudkan masyarakat super pintar (a super smart society). Ini dicirikan oleh pengakuan abhawa kebutuhan masyarakat berbeda dan dipenuhi dengan menyediakan produk dan layanan yang diperlukan dalam jumlah yang diperlukan, kepada orang-orang yang membutuhkannya ketika membutuhkannya, dan dalam di mana semua orang dapat menerima layanan berkualitas tinggi dan menjalani kehidupan yang nyaman dan bersemangat.

Dalam buku The Theory of the Leisure Class (Oxford University Press, 2009), Thorstein Veblen menggambarkan keserakahan dan pemborosan masyarakat kaya Amerika. Veblen mengkritik kehidupan modern mulai dari pakaian, kelas, posisi wanita, dekorasi rumah, industri, bisnis, dan olahraga, hingga agama, beasiswa, dan pendidikan. Kelas ini, kata Veblen,lahir bersamaan dengan lahirnya konsep kepemilikan.

Leisure Class muncul melalui diferensiasi antara pekerjaan laki-laki dan perempuan di tahap awal perkembangan umat manusia. Perempuan, Veblen berpendapat, adalah benda pertama yang harus dimiliki, diikuti dengan makan dan peralatan berburu serta hal-hal berguna lainnya. Namun kelas disini bukanlah sebuah komunitas. Mereka ini hanya mewakili basis aksi sosial yang mungkin dan sering terjadi.

Veblen mengarahkan sebagian besar kritiknya terhadap leisure class, sebuah kelompok kaya dan berlebihan yang dengan sia-sia dan tanpa henti menunjukkan posisi sosial dan ekonomi mereka. Mereka secara sadar mempertontonkan barang-barang material, dan banyak di antaranya adalah barang yang tidak berguna dan berfungsi.

Dalam buku klasik itu, yang menciptakan ungkapan tentang konsumsi yang mencolok mata, Veblen menggambarkan kesembronoan kelas atas: pria yang menggunakan tongkat jalan untuk pertunjukan, dan wanita yang membeli sendok garpu perak meskipun efektivitas peralatan aluminium tidak lebih rendah tapi harganya lebih murah.

Satu abad setelah Veblen menulis Theory of the Leisure Class, perubahan besar dalam teknologi dan globalisasi telah mengubah cara orang bekerja, hidup, dan mengkonsumsi. Revolusi Industri dan kecanggihan manufaktur keduanya menciptakan kelas menengah dan mengurangi biaya barang-barang material sehingga konsumsi yang mencolok telah menjadi perilaku umum. Secara bersamaan, kelas rekreasi telah digantikan oleh elit baru, yang didasarkan pada meritokrasi, perolehan pengetahuan dan budaya, dan batasan yang semakin kabur diantara posisi ekonomi mereka.

Kelas leisure, kata Elizabeth Currid-Halkett, kini digantikan oleh elite baru. Penggantinya adalah orang-orang berpendidikan tinggi dan gagasan serta perilakunya sangat diinspirasi lebih karena modal budaya. Pengelompokannya bukan sekadar didasarkan pada pendapatan, meski tetap pada tuntutan ekslusivitas.

Mereka cenderung membeli dan mengonsumsi produk organik, membawa tas jinjing NPR music, dan menyusui bayi mereka. NPR atau National Public Radio adalah sebuah organisasi media non-profit yang didanai oleh swasta dan publik, yang diluncurkan pada November 2007 untuk menyajikan pemrograman musik radio publik dan konten editorial tentang penemuan musik.

Kelas baru itu peduli pada konsumsi yang bijak dan tidak mencolok ― seperti makan ayam kampung dan tomat, mengenakan kemeja katun organik dan sepatu TOM, dan mendengarkan podcast. Mereka menggunakan daya beli mereka untuk mempekerjakan pengasuh dan pembantu rumah tangga, untuk menumbuhkan pertumbuhan anak-anak mereka, dan untuk berlatih yoga.


Dalam The Sum of Small Things, Elizabeth Currid-Halkett menjuluki segmen masyarakat ini "kelas aspirasional" dan membahas bagaimana, melalui keputusan yang cekatan tentang pendidikan, kesehatan, pengasuhan, dan pensiun, kelas aspirasional mereproduksi kekayaan dan mobilitas ke atas, memperdalam yang pernah ada Pembagian kelas yang lebih luas.

Banyak perubahan yang terjadi sejak publikasi pertama buku The Theory of the Leisure Class tahun 1899. Menurut Currid-Halkett, kekuatan produk material sebagai simbol status dan posisi sosial telah berkurang karena aksesibilitasnya. Dulu suatu produk disebut prestisius karena sedikit orang yang menggunakan. Kini makin banyak orang yang mengonsumsi atau menggunakan produk yang dulu disebut eksklusif itu.

Pergeseran ini membuat kelas aspirasional mengubah kebiasaan konsumsinya dari materialisme terbuka menjadi pengeluaran yang lebih tersamar meski motivasinya tidak berubah, yakni untuk  mengungkapkan status dan pengetahuan. Transformasi ini memengaruhi cara banyak orang menentukan pilihannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar