Kamis, 23 Februari 2023

TRANSFORMASI, PEMIMPIN, DAN KOMUNIKASI


Fuji Film adalah perusahaan yang dikenal dalam industri kamera dan film fotografi. Namun, dengan berkembangnya teknologi digital, industri fotografi mengalami perubahan besar-besaran. Hal ini membuat Fuji Film harus melakukan transformasi bisnis untuk mempertahankan eksistensinya di pasar.

Salah satu langkah awal transformasi bisnis Fuji Film adalah dengan melakukan diversifikasi usaha. Perusahaan ini mulai memproduksi bahan kimia dan juga bahan untuk baterai lithium-ion. Hal ini membantu Fuji Film untuk tidak hanya bergantung pada satu lini produk, yaitu kamera dan film fotografi.

Selain itu, Fuji Film juga melakukan restrukturisasi organisasi dengan mengurangi biaya produksi dan meningkatkan efisiensi. Hal ini dilakukan dengan mengurangi jumlah karyawan, mengurangi gaji direksi, dan menutup pabrik yang tidak efisien.

Fuji Film juga melakukan investasi dalam teknologi baru seperti teknologi OLED (Organic Light Emitting Diode) dan kamera digital. Perusahaan ini juga berinvestasi dalam pengembangan produk untuk keperluan medis seperti sinar-X, sistem endoskopi, dan perangkat lunak medis.

Melalui transformasi bisnis yang dilakukan, Fuji Film berhasil mengurangi ketergantungan pada industri fotografi dan berhasil mempertahankan eksistensinya di pasar. Saat ini, perusahaan ini telah berkembang menjadi produsen kamera digital, printer foto, dan perangkat lunak.

Pfizer, produsen Viagra, telah melakukan transformasi bisnis yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Dalam melakukan transformasi bisnis, Pfizer tidak hanya fokus pada satu aspek bisnis, melainkan mengambil tindakan yang menyeluruh untuk menciptakan nilai jangka panjang bagi perusahaan dan pemangku kepentingan mereka.

Transformasi bisnis ini telah membantu Pfizer terus bersaing di pasar yang semakin ketat dan meningkatkan nilai bagi perusahaan dan pemangku kepentingan. Misalnya, meskipun Viagra adalah produk terkenal yang telah memberikan keuntungan besar bagi Pfizer, perusahaan tersebut menyadari bahwa mereka perlu berinovasi dan melakukan transformasi bisnis agar dapat bersaing di pasar yang semakin ketat.

Pfizer terus berinovasi. Pfizer memperluas fokus penelitian mereka untuk mencakup penyakit-penyakit yang lebih kompleks seperti kanker, diabetes, dan penyakit jantung. Mereka juga telah berinvestasi dalam teknologi baru seperti pengembangan terapi gen dan sel.

Selain mengembangkan produk-produk baru, Pfizer juga memperluas portofolio mereka dengan membeli beberapa perusahaan lain. Contohnya, Pfizer membeli Wyeth pada tahun 2009, yang membuat mereka lebih kuat dalam pasar obat generik dan vaksin. Pfizer juga mengubah model bisnisnya. Disini  Pfizer mengubah cara mereka berbisnis dengan memfokuskan pada penjualan langsung ke konsumen, menurunkan biaya operasional, dan melakukan efisiensi biaya.

Hal lain yang dilakukan Pfizer adalah menjalin kemitraan strategis. Pfizer telah menjalin kemitraan strategis dengan perusahaan teknologi seperti IBM dan Akili Interactive Labs untuk memperluas kemampuan mereka dalam teknologi kesehatan digital.

Yang tak kalah pentingnya adalah, Pfizer menggunakan big data dan analitik. Pfizer telah berinvestasi dalam big data dan analitik untuk memperoleh wawasan yang lebih baik tentang pasar dan perilaku konsumen. Sebagai perusahaan farmasi multinasional terkemuka, Pfizer menggunakan big data dan analitik untuk menghasilkan data yang berharga untuk penelitian, pengembangan, dan pemasaran produk farmasi mereka. Penggunaan big data dan analitik memberikan Pfizer kemampuan untuk membuat keputusan bisnis yang lebih baik dan efektif, dan mempercepat proses pengembangan produk.

Pfizer menggunakan teknologi analitik untuk menganalisis dan memproses data dari berbagai sumber seperti data klinis, data penjualan, dan data perilaku pelanggan. Data ini kemudian digunakan untuk mengembangkan strategi pemasaran, memperkirakan permintaan pasar, mengidentifikasi tren dan pola perilaku pelanggan, serta mengembangkan strategi pengembangan produk.

Pfizer juga menggunakan teknologi analitik untuk memproses data klinis yang sangat besar dan kompleks, seperti hasil uji klinis, data genomik, dan data imaging. Teknologi ini memungkinkan perusahaan untuk menganalisis data dengan lebih cepat dan efektif, sehingga dapat mengidentifikasi pola dan tren dalam data klinis yang berpotensi membantu dalam pengembangan produk baru.

Selain itu, Pfizer juga menggunakan teknologi big data dan analitik untuk mengembangkan terapi yang lebih personal. Dengan menganalisis data genomik dan data klinis pasien, perusahaan dapat memilih pengobatan yang paling cocok untuk pasien dan meminimalkan risiko efek samping.

Penggunaan big data dan analitik oleh Pfizer telah membantu perusahaan dalam pengambilan keputusan bisnis yang lebih baik dan efektif, dan telah mempercepat proses pengembangan produk. Dengan terus memanfaatkan teknologi ini, Pfizer dapat terus menjadi pemimpin dalam industri farmasi dan menghasilkan produk yang lebih inovatif dan efektif.

Dua ilustrasi, Fuji dan Pfizer memberikan gambaran bahwa perusahaan – ada atau tidak ada masalah – harus melakukan trasformasi bisnis. Transformasi bisnis adalah perubahan fundamental dan strategis yang dilakukan pada suatu organisasi atau perusahaan untuk mencapai tujuan jangka panjang, meningkatkan kinerja, dan meningkatkan daya saing di pasar yang semakin ketat dan berubah-ubah. Transformasi bisnis melibatkan perubahan dalam seluruh aspek bisnis, termasuk budaya perusahaan, struktur organisasi, proses bisnis, teknologi, produk atau layanan, dan strategi pemasaran.

MENGAPA HARUS TRANSFORMASI

Transformasi bisnis seringkali diperlukan ketika perusahaan menghadapi tantangan besar seperti persaingan yang semakin sengit, perubahan teknologi, perubahan kebutuhan pelanggan, atau perubahan di pasar atau lingkungan bisnis. Transformasi bisnis dapat membantu perusahaan untuk mempertahankan daya saing, meningkatkan kinerja, dan meningkatkan nilai bagi pelanggan dan pemegang saham.

Ini berarti perusahaan harus melakukan perubahan yang menyeluruh dan signifikan yang meliputi perubahan pada proses bisnis, teknologi, budaya organisasi, dan struktur organisasi. Gagasan ini memerlukan waktu dan sumber daya yang signifikan, serta kerjasama dari seluruh karyawan dan pemimpin di organisasi. Prosesnya juga harus melibatkan perencanaan yang cermat, komunikasi yang efektif, pengelolaan perubahan, dan evaluasi yang terus-menerus untuk memastikan kesesuaian dengan tujuan bisnis jangka panjang.

Artinya, gagasan itu menggarisbawahi perbedaan antara perubahan dan transformasi. Diakui atau tidak, transformasi dan perubahan adalah dua konsep terkait yang seringkali digunakan secara bergantian, tetapi makna perubahan dan transformasi itu berbeda. Perubahan merujuk pada setiap perubahan atau modifikasi pada suatu aspek atau aspek-aspek dari suatu organisasi atau perusahaan, seperti perubahan dalam proses bisnis, produk atau layanan, teknologi, atau struktur organisasi. Perubahan dapat terjadi karena berbagai alasan, seperti tuntutan pasar yang berubah, perkembangan teknologi, atau masalah internal yang memerlukan perbaikan.

Di sisi lain, transformasi adalah perubahan yang lebih mendalam dan mendasar, yang melibatkan perubahan besar-besaran dalam cara organisasi melakukan bisnis, mengembangkan strategi, dan menciptakan nilai. Transformasi seringkali melibatkan perubahan budaya dan nilai organisasi, serta perubahan pada seluruh aspek bisnis, dari proses dan sistem hingga produk dan layanan.

Dalam konteks bisnis, perubahan seringkali merupakan bagian dari proses transformasi, tetapi transformasi jauh lebih besar dan lebih menyeluruh. Transformasi bisnis dapat memerlukan waktu, sumber daya, dan kerjasama yang lebih besar daripada perubahan, tetapi hasilnya dapat menciptakan nilai jangka panjang dan keberlanjutan bagi perusahaan dan semua pemangku kepentingan.

Lalu kenapa harus transformasi. Ada beberapa alasan umum mengapa sebuah perusahaan harus melakukan transformasi. Pertama, perubahan lingkungan bisnis. Perubahan lingkungan bisnis seperti perubahan tren konsumen, persaingan yang semakin sengit, dan perkembangan teknologi dapat mengancam kelangsungan hidup perusahaan. Transformasi dapat membantu perusahaan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan ini dan menjadi lebih efisien dan responsif terhadap perubahan pasar.

Kedua, tuntutan konsumen. Tuntutan konsumen terus berkembang dan berubah seiring waktu. Perusahaan harus berubah agar dapat mengakomodasi tuntutan konsumen dan tetap relevan.  Perubahan dalam nilai-nilai sosial dan budaya, seperti meningkatnya kesadaran akan keadilan sosial atau peningkatan tuntutan akan keamanan, dapat mempengaruhi cara konsumen memandang perusahaan dan produk mereka. Perusahaan yang tidak menyesuaikan dengan nilai-nilai ini mungkin kehilangan kepercayaan konsumen dan pangsa pasar.

Dalam situasi seperti ini, perusahaan harus melakukan transformasi untuk menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi pada konsumen, teknologi, demografi, atau budaya, agar tetap relevan dan bersaing di pasar.

Ketiga, memperbaiki kinerja perusahaan. Transformasi dapat membantu perusahaan memperbaiki kinerja dan efisiensi, dengan memperbaiki proses bisnis dan mengidentifikasi hambatan yang menghambat pertumbuhan. Keempat, merespons perkembangan regulasi: Regulasi pemerintah dapat berubah, dan perusahaan harus dapat menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut, dan kelima meningkatkan daya saing. Transformasi dapat membantu perusahaan untuk meningkatkan daya saing dengan cara yang inovatif dan mengurangi biaya operasional.

KEGAGALAN TRANSFORMASI

Secara keseluruhan, transformasi organisasi menjadi semakin penting karena organisasi harus terus beradaptasi dan berevolusi untuk bertahan dan tumbuh di lingkungan bisnis yang semakin kompleks dan berubah dengan cepat.

Namun, transformasi organisasi yang gagal bukanlah hal yang langka. Menurut sebuah laporan oleh McKinsey & Company pada tahun 2020, hanya sekitar 30% transformasi organisasi berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Laporan tersebut juga menyatakan bahwa 84% responden yang disurvei menganggap bahwa transformasi organisasi sangat penting untuk kesuksesan bisnis, namun hanya 26% yang merasa mereka sukses dalam transformasi mereka.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Harvard Business Review menunjukkan bahwa sekitar 70% transformasi organisasi gagal. Hal ini menunjukkan bahwa transformasi organisasi adalah proses yang kompleks dan sulit, yang melibatkan banyak tantangan dan hambatan yang harus diatasi.

Kegagalan transformasi organisasi dapat berdampak negatif pada perusahaan, termasuk hilangnya kepercayaan karyawan, hilangnya keunggulan kompetitif, dan hilangnya kesempatan untuk memanfaatkan peluang baru. Oleh karena itu, penting bagi organisasi untuk memahami penyebab kegagalan transformasi dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menghindari kegagalan tersebut.

PENYEBAB KEGAGALAN

Tahun 1995, John P. Kotter, salah satu pakar terkemuka dalam manajemen perubahan organisasi dari Harvard Business School menulis artikel di Harvard Business Review berjudul “Leading Change: Why transformation efforts fail." Artikel itu membahas mengapa usaha transformasi bisnis sering gagal. Dalam tulisannya itu, Kotter juga menawarkan pendekatan baru untuk mencapai perubahan yang sukses.

Menurut Kotter, kegagalan transformasi bisnis terutama disebabkan oleh delapan kesalahan umum yang sering dilakukan oleh organisasi, yaitu: (1) Kurangnya dorongan untuk perubahan dari atas ke bawah, (2) Ketiadaan Tim transformasi yang kuat, (3) Kurangnya visi yang jelas dan menarik, (4) Ketidakmampuan pemimpin dalam mengkomunikasikan visi dengan efektif, (5) Ketidakmampuan pemimpin menghilangkan hambatan pada perubahan, (6) Ketidakmampuan pemimpin dalam menciptakan hasil positif yang cepat yang diharapkan dalam upaya perubahan organisasi, (7) Pemimpin dan jajaran di bawahnya terlalu cepat puas dengan hasil awal, dan (8) Kegagalan pemimpin dan organisasi  mempertahankan perubahan yang telah dicapai

Kurangnya dorongan untuk perubahan dari atas ke bawah merujuk pada masalah di mana pemimpin atau manajemen tingkat atas tidak memberikan dukungan yang cukup terhadap perubahan yang sedang dilakukan, atau tidak memimpin dengan contoh dalam perilaku dan tindakan mereka.

Menurut Kotter, untuk mengubah sebuah organisasi, perlu ada dorongan dari atas ke bawah atau dari manajemen tingkat atas. Pemimpin harus mengambil peran aktif dalam memimpin dan memfasilitasi perubahan, membangun kepercayaan, membuat visi dan strategi yang jelas, dan mengkomunikasikan visi dengan efektif kepada karyawan dan pemangku kepentingan lainnya.

Jika pemimpin atau manajemen tingkat atas tidak memberikan dukungan yang cukup, karyawan dan staf mungkin merasa kebingungan atau tidak termotivasi untuk mengikuti perubahan. Hal ini bisa menyebabkan perubahan tidak berhasil atau bahkan gagal sama sekali. Oleh karena itu, dorongan dari atas ke bawah sangat penting dalam memastikan keberhasilan perubahan dalam organisasi.

Faktor lainnya adalah ketiadaan tim transformasi yang kuat. Ini merujuk pada masalah di mana organisasi tidak memiliki tim atau kelompok yang memiliki kemampuan dan otoritas untuk merancang dan mengelola perubahan secara efektif.

Menurut Kotter, tim transformasi yang kuat dapat membantu memastikan keberhasilan perubahan dengan mengkoordinasikan aktivitas dan memantau kemajuan proyek perubahan. Tim ini harus memiliki anggota yang memiliki keahlian, pengetahuan, dan keterampilan yang dibutuhkan untuk merancang, mengimplementasikan, dan mengevaluasi perubahan.

Tanpa tim transformasi yang kuat, perubahan mungkin tidak diarahkan secara efektif dan koordinasi antara berbagai bagian dan divisi dalam organisasi mungkin tidak optimal. Hal ini dapat mengakibatkan penundaan, biaya yang tidak terduga, dan penurunan kinerja.

Oleh karena itu, sangat penting bagi organisasi untuk memiliki tim transformasi yang kuat untuk memastikan keberhasilan perubahan organisasi. Tim ini harus diarahkan oleh pemimpin atau manajemen tingkat atas, dan didukung oleh sumber daya yang memadai, otoritas, dan dukungan dari seluruh organisasi.

Faktor kurangnya visi yang jelas dan menarik – maksudnya ketiadaan gambaran yang jelas tentang transformasi yang memotivasi mengenai arah perubahan yang diinginkan juga digarusbawahi Kotter. Menurut Kotter, visi yang jelas dan menarik sangat penting untuk memotivasi karyawan dan staf untuk terlibat dalam perubahan dan membantu mereka mengatasi rintangan dan hambatan yang terkait dengan perubahan. Visi yang jelas dan menarik harus menggambarkan gambaran masa depan organisasi yang positif, menarik, dan memberikan nilai yang diinginkan bagi karyawan dan pelanggan.

Jika organisasi tidak memiliki visi yang jelas dan menarik, karyawan dan staf mungkin merasa bingung dan tidak termotivasi untuk terlibat dalam perubahan. Hal ini dapat menyebabkan perubahan gagal atau tidak mencapai tujuan yang diinginkan.

Oleh karena itu, sangat penting bagi pemimpin atau manajemen tingkat atas untuk mengembangkan visi yang jelas dan menarik untuk perubahan organisasi. Visi harus diartikulasikan secara jelas dan disebarkan secara luas ke seluruh organisasi. Pemimpin juga harus memastikan bahwa visi tersebut sesuai dengan nilai dan tujuan organisasi, dan memiliki konsistensi dan kejelasan yang jelas.

Dalam konteks komunikasi, yang menarik adalah persoalan pemimpin atau manajemen yang tidak mampu mengkomunikasikan visi transformasi secara jelas. Menurut Kotter, komunikasi visi yang efektif sangat penting untuk memotivasi karyawan dan staf untuk terlibat dalam perubahan dan membantu mereka mengatasi rintangan dan hambatan yang terkait dengan perubahan. Komunikasi harus dilakukan secara jelas, konsisten, dan terus-menerus, dan melibatkan dialog yang terbuka dan berkelanjutan antara pemimpin dan karyawan.

Jika pemimpin atau manajemen tidak mengkomunikasikan visi dengan efektif, karyawan dan staf mungkin merasa tidak terlibat dalam perubahan atau bahkan tidak mengetahui perubahan yang sedang terjadi. Hal ini dapat menyebabkan ketidakpastian, kekhawatiran, atau ketidakpercayaan, yang dapat menghambat perubahan dan membuatnya gagal.

Oleh karena itu, sangat penting bagi pemimpin atau manajemen tingkat atas untuk mengomunikasikan visi dengan efektif dan konsisten kepada seluruh organisasi. Komunikasi harus dilakukan melalui berbagai saluran, seperti rapat umum, email, buletin, dan pertemuan individu, dan harus memberikan ruang untuk pertanyaan dan umpan balik dari karyawan. Pemimpin juga harus menetapkan tujuan dan pengukuran yang jelas dan dapat diukur untuk memastikan kemajuan terhadap visi tersebut.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar