Sabtu, 25 Februari 2023

TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP


Transformational leadership adalah suatu pendekatan kepemimpinan yang berfokus pada pengembangan karyawan dan perubahan organisasi. Pemimpin transformasional menginspirasi, memotivasi, dan memimpin dengan contoh yang baik.

Pada sebagian besar perusahaan yang melakukan transformasi, pemimpin menerapkan gaya kepemimpinan yang berfokus pada upaya memperkuat kemampuan dan kepercayaan pengikutnya untuk mencapai tujuan bersama. Mereka sering kali berusaha untuk menciptakan perubahan yang signifikan dalam organisasi atau masyarakat tempat mereka beroperasi.

Pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan transformasional memiliki beberapa ciri khas, antara lain; berorientasi pada visi dan tujuan jangka panjang (Burns, 1978; Bass, 1985; Avolio & Bass, 1988; Conger & Kanungo, 1998); memotivasi pengikutnya untuk mencapai tujuan bersama (Shamir et al., 1993; Bass & Riggio, 2006; Bass & Riggio, 2006); dan berfokus pada pengembangan individu dan tim (Howell & Avolio, 1992; Dvir et al., 2002)

Seorang pemimpin transformasinal juga berusaha untuk menciptakan perubahan positif (Burns, 1978; Yukl, 2010); menjalin hubungan interpersonal yang kuat dengan pengikutnya (Kark & Shamir, 2002;  Gardner, 2005);  .

Gaya kepemimpinan transformasional sering dianggap efektif dalam meningkatkan kinerja organisasi dan mendorong inovasi. Ada beberapa strategi yang dilakukan oleh pemimpin transformasional untuk memotivasi pengikutnya.

Strategi Pertama: Menciptakan Visi yang Jelas

Strategi pertama adalah menciptakan visi yang jelas (Avolio & Bass, 1995; Yukl, 1999; Bass & Riggio, 2006; Kouzes, & Posner, 2017; Northouse, 2018). Pemimpin transformasional memiliki visi yang jelas tentang masa depan organisasi. Mereka menyampaikan visi ini dengan cara yang inspiratif dan memberikan gambaran kepada pengikutnya tujuan transformasi secara jelas dan ambisius. Hal ini akan memotivasi pengikutnya untuk bekerja lebih keras dan fokus pada tujuan bersama.

Pada awal 2000-an, ketika Fuji Film mengalami penurunan permintaan produk klasik seperti film kamera, CEO Fuji Film pada saat itu, Shigetaka Komori, memiliki dan menyampaikan visi yang jelas kepada para karyawannya tentang perlunya perusahaan untuk melakukan transformasi. Dia kukuh ingin menempatkan perusahaan pada jalur transformasi menuju masa depan digital (Kotter, 2012; Komori, 2016). Ini karena dia menyadari bahwa agar bisa tetap bersaing dan berkembang di masa depan,  perusahaan harus melakukan transformasi besar-besaran.

Komori bertekad perusahaan harus melakukan inovasi di bidang teknologi dan diversifikasi bisnis untuk memenuhi kebutuhan pasar digital. Dia kemudian memimpin transformasi Fuji Film dari perusahaan yang fokus pada produksi film fotografi menjadi perusahaan yang berfokus pada teknologi digital.

Dia mengambil keputusan strategis dengan menghentikan produksi film dan memperkuat bisnis di bidang kamera digital, printer, dan perangkat medis. Tak beberapa lama, Fuji memperkenalkan produk-produk baru seperti kamera digital dan printer foto digital, serta memperluas bisnisnya ke bidang kosmetik dan kesehatan.

Untuk mendukung program transformasinya, Komori mendorong karyawan untuk berinovasi dan beradaptasi dengan cepat untuk menghadapi perubahan pasar yang cepat. Dalam upayanya untuk mencapai visi ini, Komori menggunakan pendekatan transformational leadership, memotivasi dan menginspirasi karyawan untuk mencapai tujuan bersama.

Komori memperkenalkan program pengembangan karyawan yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan mereka dalam menghadapi perubahan. Program ini mencakup pelatihan dan pengembangan, serta bimbingan dan dukungan dari manajemen senior.

Dia juga mempererat hubungan interpersonal dengan karyawan, mendengarkan masukan mereka, dan memberikan umpan balik yang positif. Dengan strategi ini, Fuji Film berhasil bertransformasi dan tetap menjadi perusahaan yang relevan dan berdaya saing di era digital.

Melalui kepemimpinan transformationalnya, Komori berhasil mengubah budaya perusahaan menjadi lebih terbuka terhadap inovasi dan berfokus pada tujuan jangka panjang. Dia juga memperkuat kolaborasi dan kemitraan dengan perusahaan teknologi lainnya untuk mempercepat proses transformasi perusahaan.

 

Upaya transformasi Fuji Film yang dipimpin oleh Komori telah berhasil. Perusahaan berhasil mengatasi tantangan industri fotografi pada era digital dan berkembang menjadi perusahaan teknologi yang sukses di berbagai bidang.

 

Strategi Kedua: Minginspirasi

 

Strategi kepemimpinan tarnsformasional  untuk meningkatkan kinerja organisasi dan mendorong inovasi   yang kedua, adalah memberikan inspirasi (Avolio, & Bass, 1991; Shamir et al., 1993; Podsakoff et al., 1996; Avolio & Yammarino, 2002; Bass, & Riggio, 2006). Pemimpin transformasional sering kali menjadi sumber inspirasi bagi pengikutnya. Mereka memotivasi pengikutnya untuk melampaui batas-batas mereka dan mencapai potensi tertinggi mereka. Pemimpin transformasional juga memberikan contoh yang baik dengan perilaku mereka yang memotivasi dan menginspirasi pengikutnya untuk bertindak dengan cara yang sama.

 

Salah satu contoh praktek transformational leadership yang sukses dalam memberikan inspirasi adalah    

CEO Pfizer pada saat itu, William Steere (Conger & Benjamin, 1999; Steere, 2001). Pada tahun 1989, perusahaan farmasi Pfizer sedang mencari obat untuk mengobati penyakit jantung dan darah tinggi. Namun, dalam uji klinis, obat yang mereka kembangkan, sildenafil, ternyata tidak efektif dalam mengobati penyakit tersebut.

 

Para ilmuwan Pfizer nyaris menyerah. Hikmahnya, mereka memperhatikan efek samping yang terjadi selama uji klinis, ternyata dari hasil percobaan, mereka mendapati adanya peningkatan aliran darah ke penis. Mereka kemudian mempertimbangkan kemungkinan sildenafil digunakan sebagai obat disfungsi ereksi.

 

Ide ini awalnya ditolak oleh manajemen Pfizer, yang meragukan potensi pasar dan risiko reputasi yang terkait dengan masalah kejantanan. Namun, Steere meyakinkan dan memotivasi para eksekutif untuk mempertimbangkan kembali keraguan mereka. Dia menyediakan sumber daya dan dukungan yang diperlukan, dan membantu membangun visi yang jelas tentang potensi pasar dan manfaat bagi pasien yag mengalami disfugsi ereksi.

 

Dalam upayanya untuk mencapai visi ini, Steere juga memberikan kebebasan kepada para ilmuwan untuk berinovasi dan bereksperimen, dan memberikan penghargaan serta umpan balik yang positif atas usaha mereka. Strategi ini berhasil. Pada tahun 1998, Pfizer meluncurkan Viagra sebagai obat disfungsi ereksi pertama yang disetujui oleh FDA. Produk ini menjadi sangat sukses dan mengubah kehidupan seksual jutaan orang di seluruh dunia.

 

Strategi Ketiga: Memberikan Dukungan

 

Pemimpin transformasional sering kali memperhatikan kebutuhan dan keinginan individu di bawahnya  (Avolio et al., 1999; Avolio et al., 2004; Yukl, 1999; Bass & Riggio, 2006). Mereka memotivasi pengikutnya dengan memberikan dukungan dan bantuan guna mencapai tujuan mereka. Di beberapa perusahaan yang melakukan transformasi, pemimpin transformasional sering kali memperhatikan kesejahteraan dan kebahagiaan karyawan mereka, sehingga menciptakan lingkungan kerja yang positif dan produktif.

 

Pada tahun 2010, Stephen Elop diangkat sebagai CEO Nokia. Dia diberi tugas untuk melakukan transformasi perusahaan agar dapat bersaing dengan pesaing-pesaing barunya seperti Apple dan Google. Elop ingin Nokia mengembangkan smartphone dengan menggunakan platform Windows Phone dari Micrasoft.

Untuk mewujudkan keinginannya itu, yang pertama dilakukan, Elop mengkomunikasikan visi itu dan memperkenalkan strategi barunya.  Namun, strategi ini – pada awalnya -- menimbulkan ketidakpastian di kalangan karyawan, karena Nokia sebelumnya fokus pada pengembangan ponsel biasa.

Untuk mengatasi ketidakpastian tersebut, Elop menggunakan pendekatan transformational leadership dengan cara yang inovatif. Dia terlibat langsung dengan karyawan, berbicara dengan mereka secara terbuka dan jujur tentang tantangan yang dihadapi perusahaan, dan memberikan mereka dukungan yang dibutuhkan kepada karyawan yang merasa tidak yakin dengan arah perusahaan (Kotter, 2012)

Elop juga memperkenalkan program pengembangan karyawan yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan karyawan dalam menghadapi perubahan. Program ini mencakup pelatihan dan pengembangan, serta bimbingan dan dukungan dari manajemen senior.

Melalui pendekatan transformational leadership ini, Elop berhasil menginspirasi dan memotivasi karyawan Nokia untuk menerima perubahan dan beradaptasi dengan cepat. Dia membantu mengubah budaya perusahaan menjadi lebih terbuka terhadap inovasi dan berfokus pada tujuan jangka panjang.

Meskipun Nokia akhirnya diakuisisi oleh Microsoft pada tahun 2014, upaya transformasi yang dilakukan oleh Elop telah membantu perusahaan dalam mengatasi tantangan besar dan memperbaiki kinerja bisnisnya.

Strategi Keempat: Memberikan Umpan Balik Yang Konstruktif

Pemimpin transformasional memberikan umpan balik yang konstruktif dan membangun untuk pengikutnya (Avolio & Bass, 1988; Waldman et al., 1990;  Yukl, 1999; Bass & Riggio, 2006; Bono & Ilies, 2006). Mereka mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan individu, dan memberikan umpan balik yang membantu pengikutnya memperbaiki diri. Hal ini memotivasi pengikutnya untuk terus berkembang dan meningkatkan kinerja mereka.

Itu yang dilakukan CEO P&G, A.G. Lafley. Awal 2000an, saat pertama menjabat CEO, Lafley memperkenalkan pendekatan transformational leadership untuk membantu meningkatkan kinerja perusahaan dan memperkuat budaya perusahaan. Salah satu praktek utama Lafley adalah memberikan umpan balik yang konstruktif kepada karyawan (Lafley & Charan, 2008;  Charan et al., 2011).

Lafley memperkenalkan sistem umpan balik yang sangat terstruktur dan terukur yang disebut "Performanse Dialogues" di P&G. Sistem ini melibatkan karyawan dalam proses evaluasi kinerja mereka dan memungkinkan mereka untuk menerima umpan balik yang terstruktur dan terukur dari atasan mereka.

Sistem ini dirancang untuk membantu karyawan mengembangkan kemampuan mereka dan mencapai potensi mereka yang sebenarnya. Selain itu, Lafley juga mendorong karyawan untuk memberikan umpan balik konstruktif satu sama lain dan membangun budaya yang terbuka dan kolaboratif.

Praktek transformasional leadership seperti ini membantu P&G untuk memperkuat budaya perusahaan dan meningkatkan kinerja karyawan. Dengan sistem umpan balik yang terukur dan terstruktur, karyawan dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan mereka, serta menetapkan tujuan yang lebih jelas dan terukur. Ini membantu mereka meningkatkan kinerja mereka dan mencapai tujuan individu dan perusahaan secara lebih efektif.

Strategi Kelima: Memberikan Tantangan

Pemimpin transformasional juga sering kali memberikan tantangan dan tugas yang menantang untuk pengikutnya (Burns, 1978; Howell & Avolio, 1993; Shamir et al., 1993; Conger & Kanungo, 1998; Bass & Riggio, 2006). Tantangan ini mendorong pengikutnya untuk berkembang dan mencapai tujuan yang lebih tinggi. Dengan memberikan tantangan yang sesuai dengan kemampuan pengikutnya, pemimpin transformasional dapat memotivasi mereka untuk melampaui batas-batas mereka dan mencapai potensi tertinggi mereka.

Pada 1997, Apple mengalami kesulitan keuangan yang signifikan dan telah kehilangan arah strategis serta visi masa depannya. Pada situasi seperti itu, Steve Jobs diangkat kembali sebagai CEO Apple. Jobs memulai dengan merumuskan kembali visi dan tujuan jangka panjang perusahaan dan membuat strategi baru untuk mencapainya. Dia menekankan pentingnya inovasi, kualitas produk, dan pengalaman pengguna yang superior.

Jobs menantang para ekseskutif dan stafnya untuk memperbaiki kinerja perusahaan (Bass  & Riggio, 2006). Namun di sisi lain, Jobs memotivasi dan menginspirasi karyawan untuk bekerja keras dan mencapai tujuan bersama perusahaan. Dia menunjukkan komitmen dan integritas yang kuat terhadap visi dan nilai-nilai perusahaan dan menantang karyawan untuk berpikir kreatif dan berani dalam menghadapi tantangan.

Selain itu, Jobs memberikan dukungan dan sumber daya yang diperlukan untuk membantu karyawan mencapai tujuan perusahaan. Dia membentuk tim yang terdiri dari orang-orang yang paling kompeten dan berdedikasi di industri teknologi, dan memberikan sumber daya yang diperlukan untuk mengembangkan produk-produk yang inovatif dan berkualitas tinggi.

Dalam upayanya untuk memberikan tantangan pada Apple, Jobs menggunakan praktek-praktek transformational leadership seperti menciptakan visi jangka panjang yang jelas, memberikan motivasi dan inspirasi, serta memberikan dukungan dan sumber daya yang diperlukan. Dengan strategi dan praktek ini, Jobs membantu Apple keluar dari krisis keuangan dan menjadi perusahaan teknologi terbesar dan paling inovatif di dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar