Rabu, 24 Januari 2024

KUTUKAN PENGETAHUAN

 


Kutukan pengetahuan muncul ketika seseorang mengalami kesulitan untuk menjelaskan informasi secara sederhana karena menganggap orang lain memahami topik tersebut dengan cara yang sama. Ini terjadi karena pengetahuan yang mereka miliki.

Tahun 1990, Elizabeth Newton meraih gelar Ph.D. dalam psikologi di Stanford dengan mempelajari permainan sederhana. Dia menugaskan orang ke salah satu dari dua peran: "tappers" atau "listeners."

Tappers menerima daftar dua puluh lima lagu terkenal, seperti "Happy Birthday to You" dan "The Star-Spangled Banner." Setiap tapper diminta untuk memilih lagu dan mengetuk ritme kepada seorang pendengar (dengan menabuh atau mengetuk di atas meja). Tugas pendengar adalah menebak lagu berdasarkan ritme yang ditabuhkan.

Tugas pendengar dalam permainan ini cukup sulit. Selama eksperimen Newton, 120 lagu telah ditabuhkan. Pendengar hanya berhasil menebak 2,5 persen dari lagu-lagu tersebut: 3 dari 120.

Namun, inilah yang membuat hasilnya layak untuk disertasi dalam bidang psikologi. Sebelum pendengar menebak nama lagu, Newton meminta para tapper untuk memprediksi peluang bahwa pendengar akan menebak dengan benar. Mereka memprediksi bahwa peluangnya adalah 50 persen.

Nyatanya, para tapper hanya berhasil menyampaikan pesan mereka 1 dari 40 kali, tetapi mereka berpikir bahwa mereka berhasil menyampaikan pesan mereka 1 dari 2 kali. Mengapa?

Ketika seorang tapper mengetuk, dia mendengar lagu itu di kepalanya. Cobalah sendiri—tabuhkan ritme "The Star-Spangled Banner." Tidak mungkin untuk menghindari mendengar melodi dalam pikiran Anda. Sementara itu, pendengar tidak dapat mendengar melodi itu—yang mereka dengar hanyalah sejumlah ketukan yang terputus, seperti semacam kode morse yang aneh.

Dalam eksperimen ini, para tapper terkejut dengan seberapa kerasnya pendengar bekerja untuk menangkap melodi itu. Bukankah lagunya jelas? Ekspresi wajah para tapper, saat seorang pendengar menebak "Happy Birthday to You" untuk "The Star-Spangled Banner," sangat berharga: Bagaimana mungkin kamu begitu bodoh?

Menjadi seorang tapper sulit. Masalahnya adalah para tapper telah diberi pengetahuan (judul lagu) yang membuatnya mustahil bagi mereka untuk membayangkan bagaimana rasanya tidak memiliki pengetahuan itu. Ketika mereka mengetuk, mereka tidak dapat membayangkan bagaimana pendengar mendengar ketukan yang terisolasi daripada lagu.

Ini adalah *Kutukan Pengetahuan* (Curse of Knowledge). Setelah kita tahu sesuatu, kita merasa sulit membayangkan bagaimana rasanya tidak tahu itu. Pengetahuan kita telah "mengutuk" kita. Dan menjadikan kita kesulitan untuk berbagi pengetahuan kita dengan orang lain, karena kita tidak dapat dengan mudah menciptakan kembali keadaan pikiran pendengar kita.

Contoh dari "Kutukan Pengetahuan" bisa dilihat dalam situasi sehari-hari, misalnya dalam konteks seorang ahli komputer yang mencoba menjelaskan cara kerja komputer kepada seseorang yang tidak memiliki latar belakang di bidang teknologi. Ahli komputer tersebut mungkin menjelaskan dengan menggunakan istilah-istilah teknis seperti "CPU," "RAM," atau "sistem operasi," menganggap bahwa konsep-konsep ini mudah dipahami.

Namun, bagi seseorang yang tidak familiar dengan teknologi, istilah-istilah ini mungkin terdengar asing dan membingungkan. Ahli komputer tersebut mungkin kesulitan memahami mengapa penjelasannya tidak mudah dimengerti. Padahal, menurut dia, pengetahuan tersebut sudah menjadi hal yang sangat mendasar dan jelas.

Dalam kasus ini, ahli komputer tersebut "terkutuk" oleh pengetahuannya sendiri. Dia tidak mampu mengingat atau membayangkan bagaimana rasanya tidak memiliki pengetahuan tentang teknologi komputer. Akibatnya, dia kesulitan menyampaikan pengetahuannya kepada orang lain yang tidak memiliki latar belakang yang sama, membuat komunikasi menjadi tidak efektif.

Ini menunjukkan betapa pentingnya untuk selalu mengingat bahwa apa yang tampak jelas bagi seseorang mungkin tidak jelas bagi orang lain, dan pentingnya mengadaptasi cara kita menjelaskan sesuatu agar sesuai dengan tingkat pemahaman audiens kita.

Eksperimen tappers dan listeners ini terjadi setiap hari di dunia nyata. Ketika CEO membahas "membuka nilai bagi pemegang saham" (unlocking shareholder value), ada pemahaman dalam pikirannya yang tidak terdengar oleh karyawan. Unlocking shareholder value merujuk pada serangkaian strategi atau keputusan manajemen yang bertujuan untuk meningkatkan nilai bagi pemegang saham suatu perusahaan.

Ini berarti membuat perusahaan lebih bernilai di mata investor dan pemegang saham, yang sering kali diukur melalui kenaikan harga saham, pembagian dividen yang lebih tinggi, atau peningkatan kesehatan keuangan perusahaan secara umum.

Saat seorang CEO berbicara tentang "membuka nilai bagi pemegang saham," ia menggunakan istilah dan konsep yang sangat familiar baginya dan mungkin bagi orang-orang di lingkungan bisnis tingkat atas. CEO tersebut memiliki pemahaman mendalam tentang strategi bisnis, keuangan, dan pasar saham yang membentuk latar belakang pemikirannya saat ia menggunakan istilah tersebut.

Namun, bagi karyawan yang tidak memiliki latar belakang atau pengetahuan dalam keuangan korporat atau strategi pasar saham, istilah "membuka nilai bagi pemegang saham" mungkin tidak memiliki arti yang jelas.

Mereka mungkin tidak memahami bagaimana strategi bisnis tertentu dapat meningkatkan nilai saham perusahaan atau apa dampaknya terhadap kinerja perusahaan secara keseluruhan. Karyawan mungkin lebih fokus pada aspek pekerjaan sehari-hari mereka dan mungkin tidak terbiasa dengan jargon keuangan atau strategis yang digunakan di tingkat manajemen atas. Masalah ini sulit dihindari, karena sebagai CEO dengan pengalaman bertahun-tahun dalam bisnis, dia mungkin tidak bisa "melupakan" pengetahuannya.

Dalam situasi ini, CEO, yang "terkutuk" oleh pengetahuannya sendiri, mungkin tidak menyadari bahwa penggunaan istilah spesifik tersebut tidak efektif dalam berkomunikasi dengan karyawan yang tidak memiliki latar belakang yang sama.

Ada dua cara untuk mengatasi Kutukan Pengetahuan: tidak belajar sama sekali atau mengubah cara kita menyampaikan ide. Cara pertama, membuat kita tidak tahu apa-apa. Cara kedua menuntut kita menyesuaikan bahasa dan penjelasan untuk memastikan bahwa semua audiens, terlepas dari tingkat pengetahuan mereka, dapat memahami konsep yang disampaikan. Kita harus mencoba berpikir seperti orang yang tidak tahu apa yang kita tahu.

Kita perlu menjelaskan hal-hal dengan cara yang lebih sederhana dan tidak menganggap bahwa orang lain mengerti apa yang kita bicarakan. Dengan cara ini, kita bisa membantu orang lain mengerti dan belajar lebih baik, dan kita juga bisa membuka pikiran kita sendiri untuk ide-ide baru.

Masalah ini sulit dihindari. Seorang CEO dengan pengalaman bertahun-tahun dalam bisnis mungkin tidak bisa "melupakan" pengetahuannya.

Ada dua cara untuk mengatasi Kutukan Pengetahuan: tidak belajar sama sekali atau mengubah cara kita menyampaikan ide.

Buku ini akan mengajarkan cara mengubah ide untuk mengatasi Kutukan Pengetahuan. Ada enam prinsip yang bisa dijadikan panduan. Contohnya, pernyataan CEO untuk "memaksimalkan nilai bagi pemegang saham" mungkin sederhana, tapi kurang praktis dan tidak menarik.

Tahun 1961, John F. Kennedy menyerukan agar "menempatkan seorang pria di bulan dan mengembalikannya dengan selamat sebelum akhir dekade." Ini sederhana, mengejutkan, konkret, kredibel, emosional, dan seperti sebuah cerita.

Dalam konteks ini, Kennedy tidak menempatkan dirinya sebagai CEO. Seandainya JFK adalah CEO, mungkin dia akan berkata, "Misi kami adalah menjadi pemimpin internasional di industri antariksa melalui inovasi yang berpusat pada tim dan inisiatif antariksa yang ditargetkan secara strategis."

Untungnya, JFK lebih intuitif daripada CEO modern; dia tahu bahwa misi yang abstrak dan tidak jelas tidak akan memikat dan menginspirasi orang. Misi ke bulan adalah contoh bagaimana seorang komunikator menghindari Kutukan Pengetahuan. Ini adalah ide yang brilian dan indah yang memotivasi jutaan orang selama satu dekade.

REFERENSI

Heath, C., & Heath, D. (2007). Made to Stick: Why Some Ideas Survive and Others Die. Random House.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar