I don’t believe anyone ever suspects how completely unsure i am of my work and myself and what tortures of self-doubting the doubt of others has always given me. (Tennessee Williams)
"Saya rasa tidak
ada yang menyadari betapa ragu-ragunya saya tentang pekerjaan saya sendiri dan
tentang diri saya. Keraguan dari orang lain selalu membuat saya menderita
karena meragukan diri sendiri."
—Tennessee Williams
Tennessee Williams, yang nama lahirnya
Thomas Lanier Williams III, adalah seorang dramawan terkenal asal Amerika
Serikat. Lahir pada 26 Maret 1911, Williams dianggap sebagai salah satu
dramawan terbesar di Amerika abad ke-20.
Dia terkenal karena karya-karyanya yang
sering mengeksplorasi emosi manusia, konflik keluarga, seksualitas, dan
ketegangan sosial, yang sering kali dicampur dengan nuansa puitis dan
simbolisme yang kaya.
Salah satu karyanya yang trekenal adalah _Cat
on a Hot Tin Roof_(1955. Drama ini menggali hubungan dalam sebuah keluarga
di Selatan Amerika, dengan tema-tema seperti kejujuran, keserakahan, dan
hubungan seksual
Karya-karya Williams sering kali diwarnai
oleh pengalaman hidupnya sendiri, termasuk latar belakang keluarganya yang
bermasalah dan pergulatan pribadinya dengan seksualitas serta kecenderungan
depresif.
Dia menerima banyak penghargaan selama
karirnya, termasuk dua Penghargaan Pulitzer untuk Drama. Tennessee Williams
meninggal pada 25 Februari 1983, tetapi warisannya sebagai seorang dramawan
terus berlanjut melalui karya-karyanya yang tetap dipentaskan dan dipelajari
hingga hari ini.
Namun siapa sangka bahwa Williams adalah
seorang peragu terhadap dirinya sendiri dan pekerjaannya. Williams
mengungkapkan bahwa dia sering merasa sangat tidak yakin dan tidak percaya
diri, baik dalam karyanya sebagai penulis maupun secara pribadi.
Selain itu, dia juga menyatakan bahwa
keraguan atau skeptisisme yang ditunjukkan orang lain terhadapnya telah
menambah beban keraguan dirinya sendiri, yang membuatnya menderita secara
emosional.
Kisah lain, di sebuah
kafe kecil di kota London yang selalu ramai, duduklah seorang mahasiswa seni
yang tengah merenung. Namanya Rod Judkins, seorang mahasiswa di Royal College
of Art, tempat di mana bakat-bakat terbaik berkumpul. Judkins sering merasa
tidak cukup baik, terutama ketika melihat karya teman-temannya yang luar biasa.
Suatu hari, saat
sedang asyik menggambar, dia terkejut ketika seorang pria yang tak asing
baginya duduk di meja sebelah. Pria itu tidak lain adalah David Bowie, seorang
ikon yang karyanya menghiasi playlist Judkins. Dengan gugup, Judkins
memperkenalkan diri dan mengungkapkan kekagumannya. Yang mengejutkan, Bowie,
dengan kerendahan hatinya, membalas, "Saya hanya seorang pemusik biasa,
kamu, Judkins, kau adalah seniman sejati."
Pertemuan itu menjadi
titik balik bagi Judkins. Ia mulai menyadari bahwa bahkan orang-orang sukses
seperti Bowie pun merasa tidak cukup. Judkins pun belajar dari Bowie bahwa
keraguan diri bisa menjadi pemicu untuk terus berkarya dan berusaha lebih
keras.
Beberapa tahun
berlalu, Judkins menjadi seorang seniman yang diakui. Ia sering diundang untuk
berbicara di berbagai seminar dan workshop. Di setiap kesempatan, ia selalu
berbagi pengalaman tentang pertemuannya dengan Bowie dan bagaimana keraguan
diri bisa menjadi bahan bakar untuk berkembang.
"Keraguan diri
membuat kita terus berjalan, mengejar yang lebih baik," ujarnya pada salah
satu sesi. "Ketidakpuasan diri adalah motivasi terbesar dalam
berkarya."
Bahkan para seniman
dan tokoh terkenal sering kali merasa tidak yakin akan kemampuan mereka,
meskipun mereka telah mencapai kesuksesan besar.
Kate Winslet misalnya.
"Terkadang, sebelum saya berangkat syuting, saya terbangun dan merasa
tidak mampu; saya merasa seperti penipu dan takut akan dipecat. Saya juga
sering berpikir negatif tentang penampilan saya," ungkap Kate Winslet,
yang terkenal sebagai aktris muda berprestasi dengan enam nominasi Academy
Award dan pemenang Best Actress untuk film The Reader.
John Lennon, meskipun
terkenal dan percaya diri, sebenarnya juga mengalami ketidakpastian yang
mendalam. Dia mengungkapkan perasaan ini dalam lirik lagu "Help!", di
mana ia menyatakan perasaan depresi dan meminta bantuan. Meskipun sukses dengan
The Beatles, Lennon tetap merasa rendah diri.
Banyak orang sukses
lainnya di dunia kreatif juga sering merasa tidak yakin dengan kemampuan
mereka, bahkan khawatir akan diketahui orang lain bahwa mereka sebenarnya tidak
berbakat. Mereka cenderung menganggap kesuksesan mereka sebagai keberuntungan,
bukan karena keahlian mereka.
Namun, perasaan tidak
yakin ini justru menjadi motivasi bagi mereka untuk terus bekerja keras dan
menjaga standar tinggi dalam karya mereka. Keraguan diri dan ketakutan akan
kegagalan bisa menjadi pendorong yang kuat untuk terus mencapai lebih banyak
lagi.
Pandangan ini
menawarkan perspektif berbeda dari anggapan umum bahwa kepercayaan diri dan
kepuasan diri adalah kunci utama keberhasilan. Sebaliknya keraguan diri, yang
sering dianggap sebagai hambatan, sebenarnya dapat menjadi katalisator penting
untuk pertumbuhan dan pencapaian.
Kate Winslet, John
Lennon dan lainnya yang merasa tidak cukup meskipun telah mencapai kesuksesan
besar, menggambarkan bahwa keberhasilan tidak selalu berjalan seiring dengan
kepuasan diri. Keraguan diri yang mereka alami bukanlah penghalang, melainkan
pemicu yang mendorong mereka untuk terus berkembang dan berusaha lebih keras.
Ini menunjukkan bahwa
keraguan diri dapat berperan sebagai faktor motivasi yang kuat, yang sering
kali menghasilkan dorongan untuk melampaui batas-batas dan mencapai keunggulan.
Namun, penting untuk
membedakan antara keraguan diri yang konstruktif dan yang merusak. Keraguan
diri yang konstruktif mendorong seseorang untuk mengenali kelemahan dan bekerja
keras untuk mengatasinya, sementara keraguan diri yang merusak dapat menghambat
tindakan dan mencegah individu mencapai potensi penuh mereka. Teks ini
tampaknya lebih menekankan pada aspek konstruktif dari keraguan diri, yang,
ketika diarahkan dengan benar, dapat menjadi kekuatan pendorong di balik
inovasi dan prestasi.
Pangalaman-pengalaman
tadi merefleksikan bagaimana persepsi mereka tentang keberhasilan dan
faktor-faktor yang mendorongnya. Dalam masyarakat yang sering kali memuji
kepercayaan diri dan pencapaian instan, penting untuk mengakui dan menghargai
proses yang lebih dalam di balik kesuksesan, yang sering kali termasuk keraguan
diri, ketidakpastian, dan perjuangan berkelanjutan untuk perbaikan diri.
Pendekatan ini
menawarkan pandangan yang lebih seimbang dan realistis tentang apa yang
diperlukan untuk mencapai keunggulan sejati, baik dalam seni, bisnis, atau
kehidupan pribadi.
Kisah Winslet, Williams,
Judkins dan John Lenon membuktikan bahwa kerendahan hati dan keraguan diri
bukanlah kelemahan, melainkan kekuatan yang mendorong kreativitas dan
pertumbuhan.
Ia mengajarkan bahwa
dalam kekurangan dan ketidakpastian, tersembunyi peluang untuk menjadi lebih
baik. Winslet, Judkins, dan lainnya seperti banyak seniman besar lainnya,
menemukan kekuatan dalam keraguan diri dan menjadikannya alat untuk berkarya
secara autentik dan berdampak.
Referensi
Judkins, R. (2016). The art of creative thinking: 89 ways to see things differently. Perigee, Penguin Publishing Group.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar