Minggu, 28 Januari 2024

PERAGU (TIDAK PERCAYA DIRI)


I don’t believe anyone ever suspects how completely unsure i am of my work and myself and what tortures of self-doubting the doubt of others has always given me. (Tennessee Williams)

"Saya rasa tidak ada yang menyadari betapa ragu-ragunya saya tentang pekerjaan saya sendiri dan tentang diri saya. Keraguan dari orang lain selalu membuat saya menderita karena meragukan diri sendiri."

—Tennessee Williams

Tennessee Williams, yang nama lahirnya Thomas Lanier Williams III, adalah seorang dramawan terkenal asal Amerika Serikat. Lahir pada 26 Maret 1911, Williams dianggap sebagai salah satu dramawan terbesar di Amerika abad ke-20.

Dia terkenal karena karya-karyanya yang sering mengeksplorasi emosi manusia, konflik keluarga, seksualitas, dan ketegangan sosial, yang sering kali dicampur dengan nuansa puitis dan simbolisme yang kaya.

Salah satu karyanya yang trekenal adalah _Cat on a Hot Tin Roof_(1955. Drama ini menggali hubungan dalam sebuah keluarga di Selatan Amerika, dengan tema-tema seperti kejujuran, keserakahan, dan hubungan seksual

Karya-karya Williams sering kali diwarnai oleh pengalaman hidupnya sendiri, termasuk latar belakang keluarganya yang bermasalah dan pergulatan pribadinya dengan seksualitas serta kecenderungan depresif.

Dia menerima banyak penghargaan selama karirnya, termasuk dua Penghargaan Pulitzer untuk Drama. Tennessee Williams meninggal pada 25 Februari 1983, tetapi warisannya sebagai seorang dramawan terus berlanjut melalui karya-karyanya yang tetap dipentaskan dan dipelajari hingga hari ini.

Namun siapa sangka bahwa Williams adalah seorang peragu terhadap dirinya sendiri dan pekerjaannya. Williams mengungkapkan bahwa dia sering merasa sangat tidak yakin dan tidak percaya diri, baik dalam karyanya sebagai penulis maupun secara pribadi.

Selain itu, dia juga menyatakan bahwa keraguan atau skeptisisme yang ditunjukkan orang lain terhadapnya telah menambah beban keraguan dirinya sendiri, yang membuatnya menderita secara emosional.

Kisah lain, di sebuah kafe kecil di kota London yang selalu ramai, duduklah seorang mahasiswa seni yang tengah merenung. Namanya Rod Judkins, seorang mahasiswa di Royal College of Art, tempat di mana bakat-bakat terbaik berkumpul. Judkins sering merasa tidak cukup baik, terutama ketika melihat karya teman-temannya yang luar biasa.

Suatu hari, saat sedang asyik menggambar, dia terkejut ketika seorang pria yang tak asing baginya duduk di meja sebelah. Pria itu tidak lain adalah David Bowie, seorang ikon yang karyanya menghiasi playlist Judkins. Dengan gugup, Judkins memperkenalkan diri dan mengungkapkan kekagumannya. Yang mengejutkan, Bowie, dengan kerendahan hatinya, membalas, "Saya hanya seorang pemusik biasa, kamu, Judkins, kau adalah seniman sejati."

Pertemuan itu menjadi titik balik bagi Judkins. Ia mulai menyadari bahwa bahkan orang-orang sukses seperti Bowie pun merasa tidak cukup. Judkins pun belajar dari Bowie bahwa keraguan diri bisa menjadi pemicu untuk terus berkarya dan berusaha lebih keras.

Beberapa tahun berlalu, Judkins menjadi seorang seniman yang diakui. Ia sering diundang untuk berbicara di berbagai seminar dan workshop. Di setiap kesempatan, ia selalu berbagi pengalaman tentang pertemuannya dengan Bowie dan bagaimana keraguan diri bisa menjadi bahan bakar untuk berkembang.

"Keraguan diri membuat kita terus berjalan, mengejar yang lebih baik," ujarnya pada salah satu sesi. "Ketidakpuasan diri adalah motivasi terbesar dalam berkarya."

Bahkan para seniman dan tokoh terkenal sering kali merasa tidak yakin akan kemampuan mereka, meskipun mereka telah mencapai kesuksesan besar.

Kate Winslet misalnya. "Terkadang, sebelum saya berangkat syuting, saya terbangun dan merasa tidak mampu; saya merasa seperti penipu dan takut akan dipecat. Saya juga sering berpikir negatif tentang penampilan saya," ungkap Kate Winslet, yang terkenal sebagai aktris muda berprestasi dengan enam nominasi Academy Award dan pemenang Best Actress untuk film The Reader.

John Lennon, meskipun terkenal dan percaya diri, sebenarnya juga mengalami ketidakpastian yang mendalam. Dia mengungkapkan perasaan ini dalam lirik lagu "Help!", di mana ia menyatakan perasaan depresi dan meminta bantuan. Meskipun sukses dengan The Beatles, Lennon tetap merasa rendah diri.

Banyak orang sukses lainnya di dunia kreatif juga sering merasa tidak yakin dengan kemampuan mereka, bahkan khawatir akan diketahui orang lain bahwa mereka sebenarnya tidak berbakat. Mereka cenderung menganggap kesuksesan mereka sebagai keberuntungan, bukan karena keahlian mereka.

Namun, perasaan tidak yakin ini justru menjadi motivasi bagi mereka untuk terus bekerja keras dan menjaga standar tinggi dalam karya mereka. Keraguan diri dan ketakutan akan kegagalan bisa menjadi pendorong yang kuat untuk terus mencapai lebih banyak lagi.

Pandangan ini menawarkan perspektif berbeda dari anggapan umum bahwa kepercayaan diri dan kepuasan diri adalah kunci utama keberhasilan. Sebaliknya keraguan diri, yang sering dianggap sebagai hambatan, sebenarnya dapat menjadi katalisator penting untuk pertumbuhan dan pencapaian.

Kate Winslet, John Lennon dan lainnya yang merasa tidak cukup meskipun telah mencapai kesuksesan besar, menggambarkan bahwa keberhasilan tidak selalu berjalan seiring dengan kepuasan diri. Keraguan diri yang mereka alami bukanlah penghalang, melainkan pemicu yang mendorong mereka untuk terus berkembang dan berusaha lebih keras.

Ini menunjukkan bahwa keraguan diri dapat berperan sebagai faktor motivasi yang kuat, yang sering kali menghasilkan dorongan untuk melampaui batas-batas dan mencapai keunggulan.

Namun, penting untuk membedakan antara keraguan diri yang konstruktif dan yang merusak. Keraguan diri yang konstruktif mendorong seseorang untuk mengenali kelemahan dan bekerja keras untuk mengatasinya, sementara keraguan diri yang merusak dapat menghambat tindakan dan mencegah individu mencapai potensi penuh mereka. Teks ini tampaknya lebih menekankan pada aspek konstruktif dari keraguan diri, yang, ketika diarahkan dengan benar, dapat menjadi kekuatan pendorong di balik inovasi dan prestasi.

Pangalaman-pengalaman tadi merefleksikan bagaimana persepsi mereka tentang keberhasilan dan faktor-faktor yang mendorongnya. Dalam masyarakat yang sering kali memuji kepercayaan diri dan pencapaian instan, penting untuk mengakui dan menghargai proses yang lebih dalam di balik kesuksesan, yang sering kali termasuk keraguan diri, ketidakpastian, dan perjuangan berkelanjutan untuk perbaikan diri.

Pendekatan ini menawarkan pandangan yang lebih seimbang dan realistis tentang apa yang diperlukan untuk mencapai keunggulan sejati, baik dalam seni, bisnis, atau kehidupan pribadi.

Kisah Winslet, Williams, Judkins dan John Lenon membuktikan bahwa kerendahan hati dan keraguan diri bukanlah kelemahan, melainkan kekuatan yang mendorong kreativitas dan pertumbuhan.

Ia mengajarkan bahwa dalam kekurangan dan ketidakpastian, tersembunyi peluang untuk menjadi lebih baik. Winslet, Judkins, dan lainnya seperti banyak seniman besar lainnya, menemukan kekuatan dalam keraguan diri dan menjadikannya alat untuk berkarya secara autentik dan berdampak.

Referensi

Judkins, R. (2016). The art of creative thinking: 89 ways to see things differently. Perigee, Penguin Publishing Group.Bagian Atas Formulir

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar